CHAPTER 20

12 9 0
                                    

Happy Reading
*
*
*
Chapter 20: Hampir berhasil

••○••

Jam dinding yang di sediakan mbak Arum tepatnya di atas pintu keluar masuk pelanggan sekarang sudah menunjukkan pukul 07:25. Pintu kedai yang biasanya di buka hingga lebar supaya pergantian hawa, justru pagi ini tidak di buka sama sekali. Hujan gerimis di luar semakin membesar, bahkan kalau pintu kedai di buka Air hujan bakalan tertiup angin juga bisa membasahin lantai pintu kedai. Nadin sudah sedia berdiri di balik meja barista, sama halnya seperti Zahra dan juga mawar yang sudah siap di tempat mereka masing-masing.

Nadin justru melipat kedunya tangannya dan meletakkan kepalanya di atas lipatan tangannya, serta tak lupa pandangannya yang menghadap ke luar. Terlihat juga pasti Devan buru-buru ke kantornya, dan tidak akan sempat untuk singgah ke kedai.

"Nad, lo ngeliatin apa dh di luar. Lagi ngeliatin mas sayang kamu lewat ya?." Goda Zahra kepada Nadin

"Ahh enggak, orang aku ngeliatin hujan kok." Jawab Nadin tanpa menoleh sedikit pun

Nadin meninggalkan Ares baristas, justru wanita cantik ini berjalan ke arah kiri tepatnya dimana kaca jendela kedai yang terawang ke luar. Nadin, ia mengamatin hujan ke arah luar, sesekali ia melihat arloji yang melingkar di tangannya. Hampir pukul 08.40. Tetapi belum ada kedatangan pelanggan satupun, padahal mereka sudah membuka kedai dari pagi pagi sekali tadi.

Dengan berani Nadin menghubungin Devan terlebih dahulu, padahal chat mereka berakhir pada sore kemarin. Nadin berbalik ke arah meja barista, sembari merogo saku celemek kebanggannya yang bertulisan Arum story.

'Hai mas devan, kamu pagi ini sibuk ya?.' Kirim Nadin dengan pesan yang terbilang masih biasa-biasa aja

"Hehe, semalem lemburnya sampe jam sembilan. Terus sampe rumah langsung tidur. Ini belum lama baru duduk. Tadi ngerapihin mantel dulu di depan. Maaf ya ngga kabarin kamu nad."

"Ngga apa-apa kok, hehe."

"Nanti siang kita makan bareng ya. Kamu mau makan apa, nanti kabarin aku aja."

"Sip. Nanti aku keluar jam dua belas aja deh barengin kamu. Jadi setengah jam lebih lambat, ngga kaya biasanya."

Nadin merasa lega tiap kali telah berkomunikasi bareng Devan. Tapi mungkin, suatu hari nanti Nadin tidak akan mendengar kabarnya lagi setiap hari. Mestinya Nadin bisa mulai belajar dari sekarang, mempersiapkan diri jika harus kehilangan.

Kehadiran pelanggan membuyarkan pikiran Nadin. Dua orang gadis muda telah berdiri tegap di hadapan Nadin, menyebutkan pesanan mereka dengan gaya bicara yang sangat ramah. Rupanya salah satu dari mereka sudah sering berkunjung kesini. Dia lantas berkomentar baik melihat penampilan baru Nadin.

"Mba, ih.. Rambutnya dipotong. Cantik amay." seraya gadis muda itu menatap Nadin dengan dalam, memperhatikan dengan teliti bagian wajah Nadin.

"Hehe, makasih.. Sering kesini ya?"

Dia mengangguk pada Nadin, "lya.. Waktu terakhir aku kesini, Mba masih dikuncir rambutnya, panjang.. banget"

"Ini, dua cokelat hangat." Nadin menyodorkan dua gelas putih berisi cokelat hangat pesanannya. Temannya yang telah membawa, bungkusan roti dan telah membayarnya,menghampiri kami dan menyabet satu buah gelas yang barusan Nadin sodorkan. Dia hanya tersenyum dan mengatakan terima kasih pada Nadin. Mereka membopong gelas mereka masing-masing. Lantas mereka berdua melangkah pergi dari meja Barista menuju meja tamu.

seduhan Kopi seorang barista [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang