CHAPTER 24

19 15 4
                                    

Happy Reading
*
*
*
Chapter 24: pertemua singkat

Hello balik lagi!! Sory mimin baru update🤧🤗

••○••

Sepuluh menit kemudian Mbak Arum terlihat menuruni anak tangga dengan membawa tas di tangan abu-abu yang dijinjing olehnya di tangan kiri. Sambil berlalu menuju pintu depan kedai, dia berpamitan pada kami semua hendak meninggalkan kedai lebih dulu. Tiba-tiba hujan turun lagi, dari dalam kedai tampak Mbak Arum menutupi kepalanya dengan tangan sebelah kanannya berlari dari ujung teras kedai menuju mobil yang diparkirkannya di area depan kedai kami.

Nadin pernah meningalkan jas hujan di dalam lokernya. Agar yakin, sebaiknya Nadin mengeceknya lebih dulu ke dalam ruang belakang.

Syukurlah, jas hujan warna hitam model daster itu masih ada di dalam loker Nadin. Meski terlihat tipis namun lumayan untuk Nadin  kenakan jika nanti masih hujan saat waktunya Nadin harus pulang.

Hujan di luar masih cukup deras, sepertinya sudah tidak akan ada lagi pelanggan yang mampir selarut ini. Sambil menunggu waktu, Nadin, Gio dan Namira mengobrol tentang banyak hal. Membicarakan tentang masa sekolah kami masing-masing hingga kebiasaan-kebiasaan kami di rumah. Riuh tawa beradu dengan suara desiran hujan memecah keheningan dalam kedai Arum Story.

Tersisa waktu lima belas menit, Nadin menelpon Pak joko memastikan keberadaan dirinya saat ini. Menurutnya, sekarang posisinya berada sudah tidak jauh lagi dari kedai, mungkin sekitar lima atau sepuluh menit lagi dia akan sampai disini. Nadin dan yang lainnya bersiap-siap menutup operasional kedai hari ini.

Dengan teliti, Nadin membaca ulang laporan harian hari ini. Tampilan pada layar monitor menunjukkan laporan sedang diproses oleh system untuk closing. Nadin merasa loadingnya lebih lambat dari sebelumnya, Nadin protes menggerutu sebal, mengeluhkan jalannya system yang sangat lamban.

"Ini kenapa sih? Lama banget jalannya.." Gio menyahuti gerutuan yang di timbulkan Nadin dari kejauhan, "Kan hujan si Nad, internetnya jadi jelek."

"Apanya jelek sih gi? System kita kan ngga pake internet segala."

"Hahaha.. lya ya.. Tanya tuh sama yang tadi pake komputer seharian.."

Tidak terima dengan ucapan Gio yang terkesan menyudutkan, Namira balas menyahut dari arah depan pintu kedai. Sambil tangannya bergerak mengunci pintu dari dalam, "Lah emang gue apain gi? Kan gue cuma pake buat kasir.

"Maap.. maap.. Becanda ra.." Nadin jadi merasa bersalah karena gerutuannya terdengar oleh mereka, malah jadi Sekarang proses loadingnya tampak sudah hampir selesai. Nadin juga telah melihat kedatangan Pak joko dari balik meja Namira. Pak joko sedang duduk di atas motornya, tidak jauh dari pos satpam. Dia mengenakan jas hujan warna biru bermodel sepasang, atasan dan bawahan.

Sudah lama juga Nadin berlangganan ojek malam dengannya. Kalau musim hujan begini rasanya kasihan Nadin harus mengganggu waktu istirahat malamnya. Terkadang, kalau Nadin mendapat bonus mingguan yang cukup lumayan dari Mbak Arum, Nadin sering menyisipkannya untuk member tambahan pada Pak joko. Agar dia bertambah semangat dalam pekerjaannya mengantar atau menjemput Nadin nantinya.

Mungkin saat ini usianya sekitar lima puluhan lebih. Yang Madin tau dia memiliki  empat orang anak, namun yang ikut dengannya tinggal di Jakarta hanya istri dan seorang anak. Kedua anak lainnya disekolahkan di kampung, diasuh oleh Ibu dari istrinya.

Huh, selesai juga tugas-tugas Nadin hari ini. Saat Nadin menutup system dan hendak mematikan komputer, terdengar suara roda-roda kendaraan yang berputar beradu dengan aspal yang basah di jalan raya depan sana. Hujan tinggal rintik-rintik. Jas hujan hitam yang tadi Nadin temukan dalam lokernya, tetap di bawa pulang namun di lipat dan Nadin masukkan ke dalam tas ramah lingkungan pemberian Mama.

Mereka bertiga telah siap meninggalkan ruang utama kedai menuju ruang belakang. Tidak lupa Nadin mengenakan jaket bomber berwarna hijau, kesayangannya. Setelah menunggu Namira selesai mengenakan kardigannya, kami bertiga kompak keluar dari pintu samping dan menunggu Namira menguncinya dengan teliti dan sangat hati-hati. Kami ikut mengeceknya, memastikan pintu telah terkunci dengan benar.

Kami bersama menyusuri jalan samping kedai menuju area depan kedai. Gio juga Namira menghampiri tempat dimana motor mereka masing-masing diparkirkan. Sedang Nadin bergegas menghampiri Pak joko. Dia pun segera menghidupkan motornya ketika melihat Nadinsedang berjalan mendekat padanya. Pak joko melajukan motornya mengantarkan Nadin pulang di bawah tetesan gerimis kecil.

***

Sekarang sudah hari Rabu, sudah masuk minggu kedua Devan tidak pernah mendatangin kedai kami lagi. Mungkin, Nadin rindu padanya. Tapi rindu hanyalah rindu, Nadin hanya perlu berusaha untuk terus menahan diri. Hari ini rintik hujan masih terus mewarnai hari sejak pagi hingga sore ini. Sejak Nadin membawa bekal makanan dari rumah, Nadin hanya menghabiskan waktu istirahatnyadi ruang belakang kedai.

Sejujurnya, Nadin cukup bosan. Dan kerap kali merindukan suasana makan siang atau makan sore di luar. Namun masih dalam waktu dekat-dekat ini, Nadin memilih untuk menghindari makan di luar. Nadin masih selalu terbayang kebersamaan mereka saat jam istirahat kala itu. Kadang tidak sengaja Nadin sampai meneteskan air mata jika bayangan hal itu.

Apa seperti ini rasanya kehilangan seorang sahabat? Apa Nadin betul-betul hanya menganggap Devan sebagai seorang sahabat selama ini? Tak jarang Nadin dibuat bingung oleh perasaannya sendiri, yang bahagia kala melihat dirinya dan lantas berubah jadi sangat merindukan Devan ketika dia tidak ada lagi dalam hari-hari Nadin. Nadin senang jika melihatnya senang, namun Nadin sedih ketika ia terluka. Namun sayang, justru Nadinlah  yang membuatnya terluka.

Di musim penghujan seperti ini, situasi kedai kami tetap sama seperti biasanya. Pelanggan tidak bertambah ramai ataupun bertambah sepi. Semua tampak normal. Gerimis sepanjang hari atau hujan deras yang tidak mengenal waktu, pelanggan kami masih selalu hadir silih berganti. Nadin senang ketika pelanggan sedang ramai-ramainya, sehingga tidak ada jeda waktu tuknha bisa senggang dan malah memikirkan Devan lagi.

Beberapa menit lagi tiba waktu Nadin untuk pulang, Nadin akan menerobos gerimis di luar sana dengan jaket tebal yang berkupluk. Kini, setiap kebagian shift pagi, Nadin selalu langsung pulang ke rumah, tidak perlu menunggu Devan lagi hingga pukul lima sore lamanya. Hanya sekali-sekali Nadin bersantai dahulu di ruang belakang, mengobrol dengan teman yang lain baru kemudian beranjak pulang.

Nadin berpamitan pada zaki seraya melangkah ke ruang belakang, Nadin meninggalkan celemek hitam kesayangabnya yang sudah hampir dua tahun ini Nadin kenakan selama bekerja di kedai Arum Story. Nadin melipatnya rapi dan di raba halus pin bundar yang bertuliskan namanya. Pin itu tertempel pada celemek hijaunya. Nadin tersenyum membaca namanya tertulis disana. Setelah melipatnya, Nadin memasukkan celemek itu ke dalam tas agar bisa dicuci di rumah, besok Nadin akan membawa celemek yang lainnya sebagai ganti. Walaupun warnanya sama-sama hitam.

Nadin bergegas mengenakan jaket dan tas kemudian pergi meninggalkan kedai lewat pintu samping. Baru dua langkah keluar dari pintu, langkah Nadin pun terhenti, tercengang memandang lelaki yang sedang berjalan sedikit menunduk di hadapan nya. Astaga. Seseorang yang belakangan ini selalu Nadin pikirkan dan ia rindukan, terlihat di depan matanya. Nadin melihat Devan dengan mata kepalanya sendiri. Dia mendongak dari tunduknya seraya memandang ke arah Nadin berdiri.

Ya allah. Terima kasih telah mempertemukan kami sore ini. Meski  Nadin tau ini hanya sebatas pertemuan singkat. Tapi bisa melihatnya secara sehat dan utuh, itu sudah sangat cukup bagi Nadin.Cukup lama tatapan mata kami beradu, saling berpandangan dengan jarak sekitar tiga langkah saja. Diiringi gerimis yang sendu, perlahan dia melemparkan senyumnya pada Nadin. Lantas Nadin pun membalasnya dengan tulus. Tak ada satu kata terucap dari bibir keduanya. Hingga akhirnya Nadin teruskan perjalanannya  melintasi dirinya yang masih berdiri mematung di tempatnya nya berdiri.

-Next chapter berikutnya-

seduhan Kopi seorang barista [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang