CHAPTER 21

12 10 0
                                    

Happy Reading
*
*
*
Chapter 21: kesal

••○••

Setibanya Nadin  kembali di kedai setelah makan siang di luar, Mawar langsung mengatakan pada Nadin bahwa tadi Mbak Arum menanyakan Nadin pada mereka.

"Nad.. Tadi Mbak Arum dateng-dateng nanyain kamu.. Si Nadin potong rambut ya?"

"Terus?Kata dia, tadi Saya lihat Nadin kayaknya pas lagi mau nyeberang."

Nadin terdiam seraya mengenakan celemek hitam  kembali. Kemudian Zaki berpamitan pada Nadin untuk keluar makan siang. Nadin  mengangguk pada Zaki, dia pun berlalu menuju ruangan di belakang kami.


Benar saja tebakan Nadin, tadi Mbak Arum melihat Nadin dari dalam mobilnya. Kalau dia bisa melihat nadin  dengan jelas, berarti dia juga melihat di samping Nadin ada Devan. Padahal Nadin sudah menunduk, tapi Mbak Arum  masih bisa mengenali Nadin. Sungguh, sampai kapan Nadin harus merasa tidak enak padanya. Nadin telah menjadi sedikit canggung tiap kali berhadapan dengan Mbak Arum, padahal Mba Arum terlihat masih bersikap wajar, masih sama seperti biasanya kepada Nadin. Meski mungkin hatinya sangat cemburu tiap kali melihat Nadin.

Belum selesai lamunan nadin memikirkan Mba Arum, tiba-tiba saja suaranya terdengar memanggil nama Nadin. Dia sudah berdiri tegap seraya tersenyum simpul memandang Nadin.

"Nad, tolong buatin Saya kopi latte ya, pake es."Nadin mengangguk, mengiyakan seraya melirik dirinya yang sedang menjatuhkan diri di kursi tinggi, samping meja kerja Nadin, "lya Mba.." tangan-tangan Nadin pun sigap mengambil peralatan untuk menyiapkan pesanannya. Mbak Arum  masih mengamati pekerjaan tangan Nadin sambil sekali-sekali menoleh ke luar area kedai dengan bertopang dagu.

Nadin sangat bersyukur mengenal Mbak Arum, sebetulnya kalau dia mau, sejak jauh-jauh hari bisa saja dia memecat Nadin dari kedai ini. Mana mungkin dia bisa menahan rasa cemburunya berhadapan dengan perempuan yang dicintai oleh lelaki yang dicintainya. Mbak Arum sangat bisa dan berhak mengusir Nadin dari sini kalau dia mau. Tapi dia tidak melakukan itu. Dia sangat profesional dalam pekerjaannya. Dia sangat menghargai tenaga Nadin di sini.

Mbak Arum adalah wanita yang sangat baik dan rendah hati. Namun hanya karena kesalahannya di masa silam, Devan jadi enggan berurusan dengannya lagi. Padahal sudah jelas, setiap orang sebaik apapun orang itu, dia tetap tidak pernah luput dari kesalahan dan juga dosa. Nadin jadi merasa Devan lah yang begitu berlebihan. Harusnya Devan tau, di dunia ini tidak ada kesalahan yang tidak bisa dimaafkan.

"Mba, ini silahkan.." seraya tersenyum Nadin menyodorkan gelas tinggi berisi pesanan Mbak Arum kepadanya.

"Oh.. lya, makasih ya.." dia tersenyum meraih gelas itu serta langsung menyeruputnya perlahan sedikit demi sedikit.

"Hmm.. Seger Nad.. Kok rambut kamu dipotong sih?"

"Sudah kepanjangan Mba, repot ngurusnya."

"Oh gitu ya, nad..tapi bagus lho." Mbak Arum mengangguk-angguk dan memindahkan pandangan matanya dari diri Nadin ke arah meja tamu yang terhampar luas di depan meja barista. Sambil meminum es kopi lattenya dengan santai, dia membuka ponselnya. Tampaknya dia sedang iseng membaca-baca artikel dari internet.

Nadin mengisi waktu nya yang sedang luang dengan membersihkan, mengelapi sekitar area kerja menggunakan kain lap. Toples-toples kaca dan semua botol yang terjangkau oleh mata Nadin, satu per satu juga Nadin bersihkan bagian luarnya. Dari lirikan mata Nadin, Mbak Arum sedang menenggak kopi terakhirnya. Pasti tidak lama lagi dia akan beranjak pergi dari hadapan Nadin.

seduhan Kopi seorang barista [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang