CHAPTER 22

14 12 0
                                    

Welcomto
*
*
*
Happy Reading
*
Chapter 22: ungkapan

••○••

Ketika langkah kaki Nadin telah hampir sampai di pagar area parkir, Devan baru bergerak. Berjalancepat menghampiri Nadin. Dia tahu Nadin tidak sepenuhnya marah, buktinya Nadin tetap melangkah ke arah tempatnya memarkirkan motor. Kalau Nadin benar-benar marah pasti berbelok ke arah lain tanpa bertemu dengan Devan.

"Maafin aku ya Nad.." Devan mengucapkan kata maaf sekali lagi dan sekarang kami sudah berjalan berdampingan lagi.

"Ya, tolong kamu jangan kaya gitu. Mbak Arum baik sama aku. Jangan libatin emosi kamu ke dalam hubungan aku sama dia."

"Iya.. iya.. Maaf.." ucapnya Lagi dan lagi

Mereka berdua sudah sampai di depan motor Devan. Devan, sedang bersiap-siap menghidupkan motornya. Kemudian meminta Nadin segera naik setelah dia siap pada posisinya untuk langsung pergi dari area sana. Dalam perjalanan, Nadin berusaha mencairkan suasana dengan menceritakan hal apapun yang dapat membuat Devan melupakan kesalahan kecilnya pada Nadin tadi. Nadin tidak ingin terlihat masih menaruh rasa kesal padanya dan membuatnya merasa bersalah.

Nadin melakukan ini agar Devan tidak mengira kejadian sore tadi lah yang mempengaruhi jawaban yang akan Nadin sampaikan nanti setibanya kami di rumah Nadin. Karena kejadian sore tadi dengan Mbak Arum tepat terjadi di luar dugaan Nadin. Sedang jawaban yang tepat untuk Devan telah Nadin siapkan sebelumnya, beberapa hari belakangan ini.

Sore hari ini jalan menuju ke rumah Nadin bisa di Bilang cukup lancar. Hanya ada kepadatan namun dapat terurai dengan cepat. Nadin, malah semakin deg-degan untuk menyampaikan jawabannya kepada Devan. Jalan menuju rumah Nadin semakin dekat. Nadin menepuk punggung Devan untuk mengulur waktu.

"Eh, kenapa nad?"

"Berhenti dulu, aku mau beli siomay."

"Yah kelewatan.."

"udah ngga apa-apa, aku jalan sedikit. Kamu juga mau ya..?"

"lya boleh."

Nadin memesan empat porsi siomay untuk dibungkus. Untuknya, Devan, Bunda sama Ayah nanti malam. Semakin banyak Nadin memesan, akan semakin lama siomay itu siap untuk dibungkus. Haduh.. apa Nadin perlu memesannya untuk satu RT?! Gimana pun Nadin tetap harus menyampaikan jawabannya ke Devanhari ini.

Sambil berdiri di samping gerobak siomay keliling, sesekali Nadin memandangi tubuh Devan dari jauh. Apa pun resikonya nanti, Nadin harus bisa menyampaikannya. Nadin tidak bisa menundanya lagi.

"Neng, sudah.."

"Oh... lya Bang maaf.." si Abang tahu saja kalau Nadin sedang melamun. Setelah membayar Nadin kembali ke tempat Devan berada  dengan sekantung plastik merah yang cukup besar dijinjing oleh tangan kanan Nadin.

"Tunggu, aku turun dulu buka pager." seraya kaki kiri Nadin melangkah turun lebih dulu menginjak aspal diikuti kaki yang satunya. Nadin harus sambil pegangan pada pundak Devan. Karena erox ini cukup tinggi bagi Nadin.

Devan memperhatikan Nadin yang membukakan pagar untuknya. Sehingga dia langsung menerobos masuk ke pekarangan rumah Nadin setelah pagar itu  terbuka lebar untuk memasukkan motornha. Bunda menyambut kehadiran mereka berdua dengan raut senyum di wajahnya. Kantung plastik tadi Nadin bopong sampai ke dalam rumah dan Nadin biarkan Bunda berbasa-basi dengan Devan sejenak.

"Bunda....bentar deh, Nadin minta tolong bantuin ini." Nadin dengan  terpaksa memanggil Bundanya ke dalam untuk menghentikan pembicaraanya dengan Devan setelah itu Nadin bisa leluasa bicara berdua dengan Devan di teras.

seduhan Kopi seorang barista [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang