CHAPTER 23

16 15 1
                                    

Happy Reading
*
*
*
Chapter 23: penjelasan

••○••

Nadin melemparkan dirinya ke atas ranjang. Menghela nafas panjang. Nadin sangat ingin mendengar kabar dari Devan malam ini. Setelah tadi melepas kepulangannya di bawah langit yang sangat gelap tertutupi awan mendung. Tapi apa mungkin Devan masih mau membalas pesan daru Nadin? setelah semua ucapan Nadin panjang lebar tadi kepadanya. Apa Nadin sangat melukai perasaanya? Ya Allah Kenapa sekarang justru Nadin yang menangis?!

Nadin sama sekali tidak ingin menyakiti orang yang telah mencintainya selama ini. Tapi di sisi lain Nadin juga tidak mau menyakiti hati Mbak Arum yang  begitu baik kepadanya yang memberikan Nadin kesempatan bekerja untuk pertama kalinya setelah aku lulus dari kursus barista. Mbak Arum yang telah yang juga beru kepercayaan selama ini. Nadin tidak tega melihat wanita sebaik dia harus selalu menyaksikan lelaki yang dicintainya pergi dengan Nadin.

Ingin rasanya Nadin keluar dari situasi yang menjerat dan menyiksanya selama ini. Entah kemana Nadin bisa berlari? Atau sekedar istirahat sebentar dari peran nya yang sekarang, yang Nadin anggap sudah seperti antagonis.

Udahlah....Nadin harus menyeka air matanya sekarang, membersihkan wajahnya dan melakukan apapun yang Nadin inginkan sekarang. Nadin menatap penunjuk waktu di kanan atas layar ponselnya. Pukul delapan lewat sepuluh menit. Terdengar gemericik air hujan masih menetesi genting-genting di atas sana. Ternyata sedari tadi Nafin memang betul-betul sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak tau pasti kapan hujan mulai turun. Nadin tidak peduli Devan  akan menjawabnya atau tidak, saat ini Nadin akan mengirimkan pesan singkat padanya.

"Kamu sampe rumah jam berapa Mas? Kehujanan ngga?"

Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit, dua puluh menit Devan belum juga membalas pesan dari Nadin. Apa dia sedang balik menguji kesabaran Nadin? Astaga.. Tidak seharusnya Nadin berpikiran buruk pada Devan kali ini. Di menit ketiga puluh lima, ponsel Nadin tiba-tiba saja berbunyi.

"Aku sampe jam delapan tepat. Maaf ya baru sempat buka hp."

Oh.. Syukurlah..Devan masih mau membalas pesan Nadin. Nadin tidak menjawab lagi pesan itu. Nadin harap Devan bisa segera beristirahat tanpa terganggu oleh siapa pun. Dan Nadin harus benar-benar belajar mengurangi niatnya untuk menghubungi Devan kagi. Nadin ingin dia bisa membuka dirinya dan hatinya lagi untuk orang lain. Mungkin dengan tidak menghubunginya terlalu sering dan mulai menjaga jaraknya, Devan dapat melupakan dirinya juga  perlahan-lahan dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.

Kini telah masuk musim hujan, Oktober tinggal beberapa hari lagi akan tiba. Setiap hari Nadin berhadapan dengan hujan. Pagi, siang, malam.. Sudah satu minggu yang lalu terakhir kali Devan mengantarkan Nadin pulang ke rumah sore itu. Sejak hari itu, dia sama sekali tidak pernah datang ke kedai kami. Dia tidak pernah lagi mengirim pesan kepada Nadin, sampai Nadin pun semakin enggan memulainya lebih dulu.

Satu minggu tanpa melihat batang hidungnya di kedai kami, membuat tim personil kedai kami cikup berisik dan riuh, silih berganti mempertanyakan pada Nadin, "Devan dimana, nad?" bahkan ada yang bertanya, "udah putus sama Devan ya, nad?" Bahkan untuk Memulai pacaran saja belum pernah, bagaimana bisa Nadin dan Devan bisa putus. Terkadang Nadin penasaran apa Devan merasa  baik-baik aja. Nadin tidak mau bertanya tentang nya  pada siapa pun.

Namun Nadin sedikit lega ketika pernah satu kali melihat motornya melintasi samping kedai Arum Story ketika Devan  hendak pulang dari kantornya, ketika itu Nadin mendapat jadwal shift siang, maka itu Nadin dapat melihatnya melintas dari dalam kedai sekitar pukul  setengah enam sore lebih.

seduhan Kopi seorang barista [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang