"Besok gue ada urusan. Jadi ngga usah ngambek kalo chat lo ngga gue bales." Ujar Nathan sambil menyuapkan martabak manis ke mulut kekasihnya, Anindita. Sontak hal itu dibalas lirikan penuh tanya lantaran besok adalah hari di mana seharusnya Nathan libur bekerja. "Mau kemana emangnya?" Tanya Anindita dengan mulut penuhnya.
"Dibilangin ada urusan."
"Ya urusan apa, sayangku?" Suara Anindita kini agak meninggi saking geramnya dengan pria yang sialnya kini menjadi kekasihnya itu. "Untung sayang, kalo engga udah gue jejelin martabak satu loyang biar ngga bisa ngomong sekalian." Batin Anindita mendumel lantaran kebiasan Nathan yang terkadang sok misterius dan tidak mau terbuka dengannya.
"Ada lah, kamu ngga perlu tahu." Jawab Nathan cuek. Lalu tangannya kembali berniat menyuapkan sisa martabak ke mulut Anindita lagi. Namun perlakuan manis Nathan justru ditepis oleh Anindita bersamaan dengan raut wajahnya yang terlihat cemberut. Melihat hal itu, Nathan pun menghela napasnya dalam. Sungguh, berpacaran dengan Anindita membuatnya sangat paham dengan watak sang kekasih.
Ngambekan.
Itulah yang Nathan rasakan selama satu minggu menjadi kekasih seorang Resyakila Rumi Anindita. Tak hanya itu, perubahan mood mendadaknya itu juga terkadang berlanjut dengan mendiamkannya dan berujung dengan silent treatment hingga membuat Nathan harus ekstra sabar menghadapinya.
"Gue ada perkumpulan, Dita," Ungkap Nathan pada akhirnya. "Sorry ngga bisa nemenin lo," Tambahnya.
"Sibuk banget, ya? Kalo kerja di perusahaan?" Wajah Anindita yang tadinya menunduk kini ditegakkan oleh empunya hingga membuat kedua netranya kini bertemu dengan kerutan dahi pria di depannya.
"Maksudnya?" Tanya Nathan tak paham maksud sang kekasih.
"Ya itu, hari minggu aja lo masih harus kerja. Mana alesannya ada perkumpulan lagi. Emang lo ngga capek apa? Kan hari ini lo juga udah lembur," Anindita yang baru saja menduga alasan Nathan barusan itu merupakan bagian dari pekerjaannya, membuat pria terkekeh pelan.
"Gemesin banget sih cewek gue ini," Ujar Nathan sambil menjawil hidung Anindita.
"Apaan sih lo? Gue masih ngambek ya," Anindita kembali menepis tangan Nathan sembari menunjukan raut kesalnya. "Padahal gue mau ngajak lo ke suatu tempat. Tapi malah gagal gara-gara kesibukan lo yang ngalahin kesibukannya presiden,"
"Emang lo pengen ngajak gue ke mana sih?"
Anindita nyengir berharap pria di depannya mau membatalkan pekerjaannya. "Gue pengen ngajak lo nonton, terus sorenya lihat sunset di pantai," Nathan mengangguk-ngangguk mengerti. Kekasihnya itu pasti menginginkan kencan bersamanya, pasalnya seminggu ini dia benar-benar sibuk dengan pekerjaannya hingga tak bisa melakukan hal-hal yang biasa dilakukan pasangan kekasih pada umumnya terutama kencan untuk pertama kali.
"Bener-bener ngga bisa ya, Than?" Anindita menatap Nathan penuh harap. Namun setelah pria itu berpikir sejenak, raut wajah Anindita kembali murung karena jawaban Nathan yang tak sesuai harapannya. "Maaf ya, Ta. Gue ngga bisa,"
"Yaudah ngga papa, sayang. Kamu kerja aja. Kita bisa pergi lain kali kok," Baru saja Nathan ingin mengungkapkan kesalahpahaman sang kekasih, Anindita lebih dulu menyuruhnya untuk pulang karena sudah hari yang sudah cukup larut. "Pulang gih, udah malem. Entar kita digrebek lagi,"
Nathan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil melengkungkan bibirnya membentuk bulan sabit mendengar celetukan Anindita. "Malah bagus kalau kita digrebek. Gue jadi bisa nikahin lo."
Anindita menaikkan salah satu sudut bibirnya sembari bersedekap dada. "Mau pake ijab atau pemberkatan, mas?" Sindir wanita itu membuat Nathan tak bisa menahan untuk mengacak-acak rambut sang kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Date With Benefit
General FictionMenjatuhkan harga diri dengan menyatakan cintanya kepada seorang pria adalah harga mati yang harus dibayar oleh seorang Resyakilla Rumi Anindita. Walaupun begitu, Anindita sama sekali tak menyesalinya lantaran pria yang ia tembak adalah Nathaniel El...