DATE WITH BENEFIT - PART 32

410 18 5
                                    

Jangan lupa follow sebelum baca. Happy reading guys!

Plak.

Tamparan Harish mendarat begitu kerasnya di pipi Renjana hingga membuat perempuan itu jatuh tersungkur ke lantai. Sambil memegangi bekas kemerahan yang terasa memanas, air mata Renjana pun ikut jatuh membasahi pipinya. 

"Apa yang kamu lakuin, huh!" hardik Harish. Pria itu  berjongkok, lalu tanpa belas kasih mendongakkan wajah Renjana dengan menjambak rambutnya. "Berani-beraninya kamu laporin menantu sialanmu itu."

Ringisan Renjana tertahan. Ia berusaha menahan kesakitan itu dengan mengatupkan kedua bibirnya tanpa berniat membalas perkataan sang suami.

Memang benar ia melaporkan Arya dan bersaksi atas kesalahan yang diperbuat menantunya. Tentunya hal itu berkaitan dengan eksistensi Harish yang turut andil dalam kasus yang menjerat Arya beberapa waktu yang lalu. Tak heran jika pria itu naik pitam setelah tahu jika dirinya juga ikut dipanggil pihak berwajib.

Merasa diabaikan, Harish melayangkan tangannya ke udara,  bersiap untuk mendaratkannya di pipi Renjana kembali. Namun niat itu tak terealisasi lantaran Anindita sudah lebih dulu menahannya.

"Lepas!" Desisan Harish terdengar begitu tajam bersamaan dengan tatapannya yang beradu dengan kedua manik milik Anindita.

"Rumi ngga akan lepasin sebelum Ayah minta maaf sama Ibu," tolak Anindita tak kalah dingin.

Merasa ditantang, Harish tersenyum remeh sambil geleng-geleng kepala. "Mau jadi pahlawan kesiangan rupanya," ucapnya sambil menyunggingkan smirk. "Pergi ke kamarmu dan jangan keluar rumah tanpa izin Ayah."

Anindita mendengus, "Atas dasar apa? Daripada Ayah nyuruh ke kamar dan  ngelarang Rumi buat keluar rumah, lebih baik baik Ayah yang pergi ke penjara dan jangan pernah keluar dari sana."

"Anak sialan! Ngga tau diri kamu." Desisan itu keluar dari mulut Harish bersama dengan tatapan nyalang keduanya yang  saling beradu.

"Lanjutin." Terdengar dingin dan menusuk, dadanya ikut naik turun menahan emosi yang ingin meledak dari dalam sana. "Lanjutin menyumpah serapahi anakmu sendiri, Rumi pastiin ini  jadi yang terakhir kalinya Ayah ngelakuin hal ini sama kita," lanjutnya.

Dahi Harish mengerut ketika mendengar kalimat terakhir sang putri. Belum sempat ia bertanya maksud dari kalimat tersebut, atensi pria itu teralihkan ke arah pintu utama di mana terdengar suara keributan dari luar.

Brak!

"Kami dari kepolisian memanggil saudara Harish untuk menjalani pemeriksaan atas tuduhan KDRT dan  tindak pidana menyembunyikan pelaku kejahatan."

Bak di sambar petir di siang bolong, Harish yang masih berusaha mencerna rentetan kalimat barusan seolah mati kutu dengan di tunjukkannya sebuah kertas yang diangkat ke udara oleh petugas kepolisian.

Pandangannya sontak beralih kepada dua wanita yang sejak tadi bersitegang dengannya. "Brengsek," umpatnya.
Tak berlangsung lama, petugas menarik paksa kedua tangan Harish kemudian memborgolnya.

Tangis Renjana mengiringi kepergian sang suami yang dibawa oleh aparat. Ia tak henti-hentinya menggumamkan permintaan maafnya kepadanya sang suami sambil terisak hingga membuat Anindita tak kuasa menahan air matanya.

"Maafin aku... Mas."

"Ssttt... Jangan nyalahin diri sendiri, Bu. Apa yang udah Ibu lakuin itu udah bener. Ibu harus bahagia, Ibu harus bebas dari kelakuan bejat Ayah yang suka nyiksa Ibu," ucapnya sambil merengkuh tubuh Renjana.

"Tapi kamu—"

Tahu apa yang ada di pikiran Ibunya, Anindita makin mengeratkan pelukannya. "Rumi lebih milih ngga dapet peran Ayah daripada harus liat Ibu dipukulin tiap hari. Jadi Ibu ngga usah ngekhawatirin apapun."

Date With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang