Mengingat banyak issue soal plagiat belakangan ini, gue sebagai penulis pemula bener-bener ngga respect sama sekali sama PLAGIARISME. Sumpah menulis itu butuh tenaga, waktu dan banyak hal yang harus dipikirkan walaupun cuma bikin satu paragraf aja. Jadi aku cuma mau ngingetin aja buat readers aku, kalo karya aku ini murni hasil pikiran aku. Aku banyak ngeluangin waktu, tenaga serta pikiran aku buat karya aku ini dan tolong banget jangat ada niatan buat plagiatin. Just enjoy dan support karya aku ini dengan follow, vote sama komen aja aku udah bersyukur banget. Terimakasih.
"Gimana? Mas suka ngga sama tempatnya?"
Sambil melipat bibirnya, Nathan mengangguk pelan sebagai jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh wanita yang duduk di seberang meja.
"Mas ngga suka ya?" tebak wanita itu kala melihat ekspresi Nathan yang sama sekali tak mencerminkan respon yang ia inginkan. "Kalo Mas ngga suka, kita bisa cari tempat lain lagi."
"Ngga, Nad, di sini juga udah bagus kok. Mas suka," elak Nathan cepat-cepat.
Dua insan yang baru saja mengelilingi sudut kota Bandung itu memang baru saja singgah di sebuah kafe. Keduanya memang merencanakan hal itu sejak dua hari lalu, tentunya dengan sedikit paksaan dari sang wanita.
"Beneran?"
"Iya beneran, Nad. Ngga perlu cari tempat lain lagi. Lagian Mas juga udah capek dari tadi jalan terus."
Mendengar penuturan Nathan barusan, wanita bernama lengkap Nadindra Diajeng Asmarini itu pun tersenyum. "Baru jalan-jalan segitu aja udah ngeluh capek kamu Mas," ejeknya. "Tapi giliran disuruh main voli, mau seharian pasti Mas jabanin," ucapnya menceritakan sekilas tentang kejadian sewaktu mereka masih berstatus sebagai sepasang kekasih.
"Hahaha... kamu masih inget aja."
"Ya gimana aku ngga inget. Dulu waktu kita jalan-jalan ke kebun teh, kan Mas ngeluh terus di sepanjang jalan. Mana waktu itu kita ke sana naik motor, tambah pegel kan jadinya."
Nathan tersenyum setelah menyeruput kopi espresso pesanannya. "Iya maaf, itu Mas pegel emang gara-gara abis main voli malemnya. Kalo naik motornya sebenenya sih ngga pegel. Lagian kalo ke puncak Bogor naik mobil tuh ngga enak, macet."
"Iya juga sih, apalagi waktu itu kita ke sana pas weekend," ujar Nadin menyetujui. "Tapi walaupun Mas ngedumel terus, aku seneng banget karena akhirnya bisa jalan-jalan sama Mas."
"Jadi biasanya ngga seneng?"
"Enggak gitu maksud aku," elak Nadin. "Dulu kan kita jarang banget jalan-jalan berdua, kalaupun jalan pun pasti yang deket-deket doang, kalo ngga jalan paling kita cuma kita ke kafe buat ngerjain tugas." Nadin memanyunkan bibirnya setelah menceritakan sepenggal kisah percintaannya dengan Nathan dulu.
Nathan kembali menyeruput kopi espressonya. "Jadi kamu nyesel pacaran sama Mas?" tanya Nathan sambil meletakan cangkirnya di atas meja.
"Ck, apaan sih Mas. Bukan gitu maksud aku." Nadin mencebik, kesal karena pria di depannya tak kunjung peka dengan maksud ucapannya. "Maksud aku tuh gini, emang Mas ngga nyadar kalo gaya pacaran kita dulu itu flat banget?"
Nathan mengernyitkan dahinya, "Maksudnya?"
"Ya maksud aku, dulu kita ngga ngapa-ngapain gitu."
"Emang kita harus ngapain?"
Nadin menghentakan kakinya ke lantai karena Nathan belum juga maksud dengan ucapannya. "Tau ah, Mas mah ngga peka." Nadin meletakan kedua tangannya di atas meja sembari mengalihkan tatapannya ke arah lain.
"Sorry... sorry." Nathan reflek ingin meraih tangan Nadin, namun diurungkannya setelah menyadari wanita di depannya kini sudah berbeda dari yang dulu. Selain bukan sebagai pasangan kekasih lagi, wanita itu juga berpenampilan lebih tertutup dengan hijab di kepalanya hingga membuatnya merasa sungkan untuk memegangnya. "Maksudnya gimana? Mas bener-bener ngga maksud apa yang kamu omongin." Nathan bermaksud meminta Nadin untuk menjelaskan lebih rinci maksud dari ucapannya. "Maaf, Mas emang kurang peka," lanjutnya lagi dengan perasaan bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Date With Benefit
General FictionMenjatuhkan harga diri dengan menyatakan cintanya kepada seorang pria adalah harga mati yang harus dibayar oleh seorang Resyakilla Rumi Anindita. Walaupun begitu, Anindita sama sekali tak menyesalinya lantaran pria yang ia tembak adalah Nathaniel El...