"Lo... beneran masih mikirin Nadin?"
"Hmm...." Nathan bergumam sembai menarik napasnya dalam. "Sesekali."
"Jadi lo beneran belum bisa move on dari Nadin?" tanya Anindia sedikit sewot. Wanita itu juga sedikit menampilkan ekspresi tidak suka akan penuturan kekasihnya barusan.
"Gue mikirin bukan berarti belum move on," balas Nathan santai.
"Tapi lo masih mikirin."
"Iya... tapi sesekali, Ta. SE-SE-KA-LI." Nathan mengejanya penuh penekanan agar wanita di hadapannya itu berhenti naik darah. "Cuma kadang-kadang doang, kalo ada yang terlintas memori gue sama dia."
"Ya berarti lo masih suka sama dia."
"Suka gimana sih, Ta? Mana ada masih suka, kan sekarang gue pacar lo. Lagian Nadin juga udah nikah, yakali gue masih suka," sangkal Nathan.
"Lo masih suka, Than, cuma denial aja." Anindita kekeuh dengan pemikirannya. "Coba deh rasain lagi di sini." Anindita menunjuk dada Nathan, meminta pria itu untuk merasakan debaran jantungnya ketika memikirkan Nadin. "Kalo berdebar cepat, itu tandanya lo masih suka, atau bahkan masih cinta sama dia."
Untuk beberapa saat, Nathan mengikuti arahan Anindita. Pria itu meletakan salah satu telapak tangannya di depan dada sambil melirik Anindita.
"Bayangin saat-saat lo sama Nadin, abis itu rasain," titahnya. "Gimana? Udah kerasa?" tanya Anindia setelah menunggu beberapa saat.
"Kayaknya gue ngerasain kaya yang lo bilang deh," ujar Nathan.
"Berdebar?"
Nathan mengangguk. "Iya kenceng banget."
"Tuh kan, gue bilang juga apa, lo masih ada rasa sama Nadin," kata Anindita. "Kayaknya kalo masalah ini gue lebih percaya sama Hera deh," celetuknya.
"Ck." Nathan berdecak. "Hera lagi," gerutunya. "Kenapa kalian tiba-tiba jadi deket gini sih?"
"Mau ngerukyah lo, kalo sampai lo beneran jadi pebinor," celetuk Anindita asal.
Nathan terkekeh sambil geleng-geleng kepala melihat jawaban absurd sang kekasih. "Emang mempan? Kan beda server."
"Eh iya, mana bener lagi." Anindita mengerucutkan mulutnya. "Yaudah gue santet aja gimana?" tawar Anindita.
PLETAK!
Bukannya menjawab, Nathan malah menghadiahi sentilan di dahi Anindita. Makin lama, ucapan sang kekasih semakin menjadi-jadi hingga membuatnya gemas sendiri. "Kebanyakan halu lo," ujar Nathan.
"Ish... sakit tau. Suka banget deh nyentil-nyentil," desis Anindita.
"Ya abisnya lo bikin gemes mulu." Merasa bersalah, pria itu mengangkat tangannya dan mengelus-ngelus dahi Anindita yang sempat disentilnya. "Drama banget deh, orang tadi pelan juga."
"Pelan apaan, lo nyentilnya keras banget tau," balas Anindita dengan ekspresi yang dibuat-buat.
"Yaudah maaf."
Melihat Anindita yang hanya mendengus tanpa menjawab pemintaan maafnya, dahi Nathan pun sontak berkrerut. "Ngga dimaafin?"
"Ngga," jawab Anindita asal seraya mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Minta maaf aja tuh sama suami Nadin karena lo mau berniat jahat."
Mendengar sindiran halus Anindita, Nathan pun terkekeh. "Cemburu, huh?"
Namun Anindita segera membalas tuduhan tersebut dengan ekspresi tak terima. "Cemburu? Yang bener aja. Mana ada gue cemburu. Orang gue biasa aja kok," sangkalnya. "Lagian gue juga udah bilang dari awal kalo gue nembak lo biar gue gampang nulis naskah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Date With Benefit
General FictionMenjatuhkan harga diri dengan menyatakan cintanya kepada seorang pria adalah harga mati yang harus dibayar oleh seorang Resyakilla Rumi Anindita. Walaupun begitu, Anindita sama sekali tak menyesalinya lantaran pria yang ia tembak adalah Nathaniel El...