Jangan lupa follow sebelum membaca. Happy reading guys!
"Mending lo jujur sama gue sekarang!" desak Anindita.
"Jujur apa lagi sih, Ta, kan waktu itu udah gue kasih tau semua," balas Nathan. Pria yang tengah fokus dengan jalan di depannya itu nampaknya jengah dengan pertanyaan dari sang kekasih yang baru saja ia jemput di stasiun beberapa menit yang lalu.
Bagaimana tidak, pertanyaan sama dengan jawaban yang selalu konsiten itu nampaknya tak membuat Anindita berhenti menanyakannya sejak tiga hari yang lalu.
"Tapi mana mungkin sih kalian pacaran selama itu ngga ngapa-ngapain? Minimal ciuman kek, apa kek, masa ngga pernah sih, bullshit banget kalo ngga pernah," gerutu Anindita yang masih belum puas dengan jawaban Nathan soal gaya pacarannya bersama Nadin. "Lo sama Hera aja, pacaran enam bulan udah pernah tidur bareng," lanjutnya.
"Ya emang ngga pernah, Dita. Gue ngga pernah ngapa-ngapain sama Nadin. Dia tuh anaknya religius," ungkap Nathan.
"Lo nyindir gue?" Anindita tersinggung.
"Engga, Ta. Siapa yang nyindir lo sih?"
"Lah itu tadi, lo bilang Nadin religius maksudnya apa? Pasti lo nyindir gue kan," tuduh Anindita. "Pasti lo mikir gue gampangan karena mau dicium seenaknya sama lo kan, ngga kaya Nadin Nadin itu."
"Demi Tuhan, gue ngga pernah berpikiran kaya gitu," sanggah Nathan. "Dia cuma punya prinsip, dan gue menghormati itu."
"Terus kalo gue punya prinsip kaya gitu, emang lo mau ngelakuin hal yang sama?"
Nathan berpikir sejenak lalu berkata, "Kalo lo, gue ngga janji si."
"Kenapa?" tanya Anindita.
"Soalnya gue gampang khilaf, mana lo suka godain gue pula," jawab Nathan jujur. Pria itu memang seringkali tak bisa menahan nafsunya lantaran sikap agresif Anindita yang suka sekali menggodanya.
"Enak aja kalo ngomong, mana ada gue godain lo. Yang ada lo, yang suka mesum sama gue," ujar Anindita tak terima,
"Mana ada gue mesum, lo tuh yang suka godain, giliran digodain bali nuduh gue mesum. Apa perlu gue ingetin pas lo minta izin buat nyium gue di pantai?"
SKAKMAT.
Anindita langsung bungkam seketika. Wanita itu mengatupkan kedua bibirnya begitu Nathan mengingatkan soal hal memalukan itu. Ia merutuki ide bodohnya kala itu demi mendalami peran tokoh fiksi di dalam naskahnya. "Bisa-bisanya gue punya ide gila buat bikin adegan ciuman di cerita berlatar belakang religius," rutuknya dalam hati.
"Kenapa diem? Udah inget kejadian itu?"
Nathan mengalihkan pandangannya sekilas guna melihat ekspresi sang kekasih. "Udah ngga usah malu gitu, makin gemes gue jadinya," ujar Nathan ketika melihat semburat rona merah di pipi Anindita.
"Aw, sakit tau," ringis Anindita ketika tangan usil Nathan mencubit pipinya. "Suka banget sih, nyubit-nyubit gue."
"Salah siapa ngegemesin," jawab Nathan.
Anindita tak membalasnya lagi. Ia memilih memandangi jalanan kota Bandung dari kaca jendela. Wanita itu menurunkan kaca mobil lalu mengeluarkan sedikit kepalanya. "Aaaaa... seger banget udara di sini, beda banget kaya di Jakarta," ujar Anindita sembari menghirup dalam-dalam udara di sana.
"Lo suka?" tanya Nathan.
Anindita mengangguk. "Suka," kata Anindita. "Suasananya tenang, bikin gue nyaman," sambungnya lagi.
"Kalo lo tinggal di sini, mau?"
"Mau," jawab Anindita tanpa pikir panjang. "Asal tempatnya jauh dari keramaian, gue mau. Di mana pun itu," sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Date With Benefit
General FictionMenjatuhkan harga diri dengan menyatakan cintanya kepada seorang pria adalah harga mati yang harus dibayar oleh seorang Resyakilla Rumi Anindita. Walaupun begitu, Anindita sama sekali tak menyesalinya lantaran pria yang ia tembak adalah Nathaniel El...