Sebelumnya maaf banget karena udah lama ngga update. dari kemarin aku tuh stuck banget terus juga sempet sakit juga. jadi baru sempet update sekarang. So, happy reading guys! hope you like it!
Jangan lupa follow sebelum membaca...
Nathan meraba-raba tempat di sampingnya ketika menyadari salah satu tangannya sudah tak seberat tadi malam di mana Anindita yang menjadikanya sebagai bantal tidur. Pria berusaha bangkit di tengah rasa kantuknya yang masih sangat terasa dengan mengerjapkan kedua matanya beberapa kali.
"Ta?" panggil pria itu ketika tak menemukan sang kekasih di sampingnya. Kedua matanya menyapu sekeliling kamar mencari-cari keberadaan Anindita yang belum kelihatan batang hidungnya. Kakinya melangkah ke berbagai penjuru ruangan termasuk juga balkon hingga kamar mandi, namun satu pun tak ada yang menunjukkan tanda-tanda keberadaan Anindita.
"Ta? Lo di mana?" seru Nathan ketika tak juga menemukan Anindita. "Lagi ke bawah kali ya?" gumam Nathan menebak-nebak sambil melihat jalanan dari balkon. "Coba deh gue telfon."
Barulah, ketika ia hendak mengambil ponselnya di atas nakas, pria itu menemukan secarik kertas di sampingnya. Jantungnya pun sontak berdebar tak karuan ketika tak mendapati benda-benda milik kekasihnya itu tertinggal di sana, termasuk koper hitam milik Anindita yang semalam ia taruh di sudut ruangan.
"Dita...," lirihnya.
Dengan gemetar, Nathan mengambil secarik kertas yang ia yakini merupakan surat dari Anindita. Di tangan pria itu, kertas tersebut ikut bergetar bersamaan dengan mulut yang membaca sepenggal demi sepenggal kata yang tersusun rapi di sana. "Nggak, ngga boleh. Lo ngga boleh pergi kaya gini, Ta."
Sambil terus membaca, pria itu mengusap wajahnya kasar. Makin lama, tubuhnya luruh ke lantai dan membuat kedua lututnya tertekuk. "Ta, lo salah paham, gue beneran udah ngga suka sama Nadin."
Begitu selesai membaca, surat tersebut pun sontak tak berbentuk karena remasan yang begitu kuat dari tangan Nathan. Untuk beberapa saat, pria itu terdiam, mencoba meresapi apa yang tengah terjadi dan menghela napas dalam setelahnya. "Gue harus cari. Ya, gue harus cari Dita sekarang. Dia pasti belum jauh dari sini," putusnya tanpa mempedulikan pemintaan Anindita yang tertulis di surat tadi.
Dear Nathan,
Kalo lo udah baca surat ini, itu artinya gue udah pergi. Maaf kalo ngga bilang-bilang, gue cuma takut ngga sanggup pamit sama lo. Btw, makasih karena tadi malem lo udah cari gue, bahkan lo juga udah bikin gue tidur nyenyak setelah beberapa hari ini sulit banget buat gue mejamin mata.
Oh ya, pasti lo kaget kan, kenapa tiba-tiba gue bisa ke sini lagi? Bahkan sampai ngikutin lo sama Nadin jalan-jalan. Lo pasti ngga nyangka, kan? Sama, gue juga ngga nyangka sekuat itu nguntitin cowok sendiri jalan sama mantannya. Ya... walaupun ujung-ujungnya nangis juga, hehe.
But, it's okay. Lo ngga perlu merasa bersalah, gue sadar posisi kok. Dari awal hubungan kita emang salah. Selain beda keyakinan, kayaknya kita juga beda perasaan, wkwk. Coba kalo dulu gue ngga nekat buat confess ke lo buat naskah gue, pasti lo akan tetap terkenang sebagai cinta pertama gue tanpa embel-embel mantan pacar.
Iya, bener mantan pacar, hehe. Sorry ya, kalo gue mutusin lo lewat surat ini, tapi setelah dipikir-pikir, kayaknya bener kata lo dulu deh, kalo hubungan kita ngga ada masa depannya. Makanya sebelum gue makin cinta sama lo, sekarang gue mutusin buat putus sama lo.
Maaf kalo kesannya egois karena mutusin lo secara sepihak, tapi gue ngga mau mengulur-ngulur waktu lagi. Intinya gue cuma mau pisah baik-baik, tapi gue ngga sanggup bilang langsung sama lo. Gue takut kalo ngga bisa konsisten buat putus sama lo. Gue takut luluh lagi.... Dan menurut gue, ini satu-satunya cara kita buat berpisah dan memulai hidup baru tanpa terikat satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Date With Benefit
General FictionMenjatuhkan harga diri dengan menyatakan cintanya kepada seorang pria adalah harga mati yang harus dibayar oleh seorang Resyakilla Rumi Anindita. Walaupun begitu, Anindita sama sekali tak menyesalinya lantaran pria yang ia tembak adalah Nathaniel El...