"She just my ex, Ta, puas?"
Tubuh Anindita sontak menegang tat kala kalimat yang baru saja meluncur dari mulut Nathan masuk ke indra pendengarannya. Mulutnya bahkan sedikit menganga saking terkejutnya karena fakta tersebut. "Jadi, perkataan cewek itu tadi soal lo yang masih sama kaya dulu, lagi nyeritain soal hubungan kalian waktu masih pacaran?" Gumam Anindita pelan tapi masih bisa di dengar oleh Nathan.
"We only dated for six months. Then, we decided to be friend and met several times for therapy."Jelas Nathan.
"Who?"
"Siapa apanya, Ta,?" Tanya Nathan berpura-pura tak tak mengerti apa yang Anindita katakan. Nathan tahu, tapi ia sengaja melakukannya agar kekasihnya itu banyak berbicara saja. Ia tak ingin perassaan cemburu wanita itu membuatnya bersedih dan kembali mendiamkannya. Saat ini ia sudah kembali memfokuskan dirinya ke pergelangan kaki Anindita. Tangannya dengan telaten mengompresnya dengan es batu sesuai intruksi wanita yang menjadi topik perbincangan keduanya - Hera.
"Yang terapi, siapa?"
Nathan lagi-lagi menghentikan aktivitasnya. Ia menghela napasnya, lalu kembali mengalihkan wajahnya untuk menatap Anindita yang tengah menunggu jawaban darinya. "Gue. gue yang terapi. Dulu kaki geu sempet patah gara-gara main voli. Dan kebetulan, Hera yang dulu lagi koas, dipercaya dokter pembimbingnya buat nanganin kaki gue."
"Kaki lo pernah patah? Kok ngga pernah cerita?" Tanya Anindita. Masih sama terkejutnya seperti tadi, kini ia tak lagi membahas soal wanita yang menjadi mantan kekasihnya itu. Bahkan perasaan cemburunya kini berubah menjadi perasaan khawatir dengan kondisi kaki sang kekasih. "Terus kaki lo gimana?"
Pertanyaan Anindita barusan akhirnya membuat Nathan bisa tersenyum lagi sekarang. Padahal beberapa menit yang lalu, ia hampir lepas kendali untuk memarahi Anindita karena wanita itu terus-terusan membuat dirinya kesal. "Kaki gue ngga papa. Lagian cuma operasi kecil doang,"
"Apa lo bilang? Cuma? Yang kaya gitu, lo bilang cuma?" Geram Anindita.
"Itu dulu, Ta. Lagian sekarang gue udah baik-baik aja. Gue juga udah bisa jalan kaya biasanya,"
"Ya, tapi tetep aja, Nathan. Lo dioperasi, o-pra-si," Ujar Anindita masih dengan perasaan dongkolnya kepada sang kekasih dengan menekankan pada salah satu kata dalam kalimatnya. "Besok-besok lo ngga usah main voli lagi deh, takut kaki lo kenapa-kenapa lagi. ngeri gue." Larang Anindita ketika ia mengingat perkataan Nathan yang suka sekali dengan olahraga itu. Bahkan, pria itu pernah beberapa kali meminta izinnya untuk pergi bermain voli bersama teman-temannya.
"Lo boleh larang gue yang lain, tapi jangan yang satu itu. Gue ngga bisa." Tolak Nathan.
"Gue ngga menerima penolakan." Jawab Anindita tak mau kalah. Nathan yang sudah selesai dengan kegiatannya barusan, memilih untuk membereskan baskom dan kain yang baru saja digunakan untuk mengompres kaki Anindita. Tak sampai di situ, Anindita yang terus-menerus melarang Nathan bermain voli pun akhirnya membuat pria itu menatapnya tajam.
"Cukup, Ta. Gue ngga mau bahas soal ini lagi. Jawaban gue tetep sama, ngga bisa." Tatapan tajam serta suara ketus Nathan membuat nyali Anindita menciut dan menundukkan kepalanya. Bahkan seselah beberapa detik, isakkan juga turut serta melucur dari mulut wanita itu hingga membuat Nathan merasa bersalah. Pria itu pun sontak memeluk dan meminta maaf karena sudah terlalu keras kepada Anindita. "Maaf, gue ngga bermaksud - "
"Gue cuma khawatir sama lo, Than. Gue ngga mau lo kenapa-kenapa, hiks." Isakkan Anindita makin terdengar jelas membuat Nathan akhirnya menceritakan suatu hal yang selama ini tak pernah ia ceritakan kepada wanita itu.
"Gue tau maksud lo, Ta. Tapi gue tetep ngga bisa ngelakuin hal yang lo mau. Voli itu udah kaya separuh hidup gue. Gue suka itu sejak SD, bahkan gue dulu pernah bercita-cita jadi atlet voli. Tapi karena permintaan terakhir bokap gue sebelum meninggal, gue ngga bisa wujudin cita-cita gue itu," Ungkap Nathan pada akhirnya. Sedangkan Anindita yang baru pertama kali mengetahui fakta tersebut pun sontak melepas pelukan Nathan dan memandang wajah pria itu dengan ekspresi terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Date With Benefit
General FictionMenjatuhkan harga diri dengan menyatakan cintanya kepada seorang pria adalah harga mati yang harus dibayar oleh seorang Resyakilla Rumi Anindita. Walaupun begitu, Anindita sama sekali tak menyesalinya lantaran pria yang ia tembak adalah Nathaniel El...