36. Bayi Aiko Dan Jatah

33.4K 1K 12
                                    

"Tom," Jenny mengangsurkan test pack yang hasilnya dua garis namun samar.

"Ha? Hamil?" Tomi agak terkejut nan senang.

"Ga tahu, jadi takut ngarep gue," gelisah Jenny dengan berdebar. Rasanya terharu tapi takut kecewa.

"Ga usah cengeng, lebih baik siap-siap kita ke dokter atau bidan yang deket," Tomi bergegas turun dari kasur dan mencari pakaian.

Jenny pun sama, sesegera mungkin bersiap saking ingin tahu hasilnya. Semoga kehamilan ini tidak gagal.

"Tom,"

"Apa?" sahut Tomi dengan begitu lembut.

"Gue ga tahu bener apa engga," suara Jenny bergetar agak manja. "Tapi gue seneng," jujurnya.

"Apalagi gue, perjuangan gue tiap malem ada hasilnya,"

Jenny hanya menimpuk Tomi lalu terisak haru bahagia. Dia tidak bisa menahannya lagi. Dia sudah berharap ini sungguhan.

Kini Tomi yang gelisah, takut Jenny kecewa dan terpuruk karena tidak kunjung diberi momongan setelah gagal beberapa tahun yang lalu.

"Kali ini gue akan ketat, anak kita harus lahir ke dunia,"

Jenny mengangguk dan mengusap perutnya penuh harap. 

***

Benar. Hari itu Jenny dinyatakan hamil. Kebahagiaan jelas memeluk dua keluarga yang kian dekat dan saling mendukung.

Hingga berbulan-bulan berlalu dengan banyak rintangan. Kehamilan yang Jenny jalani tidak mudah, membuat Jenny lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit.

Dan hari kelahiran pun tiba. Semua gelisah saat Jenny begitu kesakitan. Jenny melemas hampir menyerah namun Tomi terus menyemangatinya dan terus berdo'a.

Hingga lahirlah bayi perempuan yang cantik.

Jenny dan Tomi beri nama Aiko.

Kini bayi cantik itu sudah masuk usia 3 bulan. Sedang lucu-lucunya menatap sekeliling dengan matanya yang bulat berbinar.

"Yang, Aiko acem banget kenapa ga dimandiin?" walau begitu Tomi tetap mengecup dan mengunyel bayi gembul segembul Jenny kini.

Jenny datang dengan daster andalannya. Pakaian yang sangat Tomi suka semenjak Jenny gemoy setelah melahirkan.

Memakai pakaian itu rasanya setiap hari mengundang Tomi untuk bermanja ria di antara dua bulatan yang kian berisi.

Beberapa kali Tomi menyicipinya karena banyaknya ASI yang keluar. Itung-itung modus namun membantu juga.

"Iya ini mau, abis siapin semuanya.." Jenny mencepol rambutnya asal.

Gila sih, melihat itu Tomi kembali dibuat terpesona. Jenny terlihat lebih dewasa.

Ah jadi ingin.

"Sini,"

Tomi menjauhkannya dari Jenny. "Cium dulu," bibirnya dia manyunkan.

Jenny mendengus, menutup mata Aiko lalu mengecup bibir Tomi yang usil menggigit bibir bawahnya sekilas.

Jenny menimpuknya manja lalu meraih Aiko yang anteng mengerjap polos kadang sesekali mengemut jemarinya sendiri.

"Mandiin dulu," Jenny pamit.

Tomi menatap kepergian Jenny dengan senyum lega. Akhirnya dia dan Jenny terlepas dari kutukan itu.

Tidak ada lagi gangguan-gangguan bahkan mereka sudah bisa berjalan-jalan jauh meninggalkan kota ini.

Semua terasa normal setelah Aiko hadir. Sungguh seperti hadiah. Tomi sangat menyayangi keduanya.

Aiko begitu di manja oleh semua keluarga, bagai anak emas yang tidak boleh terluka. Mungkin mereka tahu perjuangannya.

Aiko hanya demam normal pada bayi yang tengah tumbuh saja membuat mereka semua datang mengabaikan pekerjaan.

Padahalkan Tomi maupun Jenny sudah bisa mengurusnya.

Tapi Tomi dan Jenny tidak mengeluh soal itu. Mereka senang jika Aiko banyak yang sayang.

"Hm, jadi pengen punya anak lagi," Tomi bersantai dengan berbantalkan dua lengannya, menunggu Jenny dan Aiko kembali.

Tomi ingin menghirup wangi bayi yang menyeruak setelah mandi. Aiko menggemaskan dengan hanya dibelit handuk.

"Em! Gemes, Aiko gemoy," gemas Tomi lalu beranjak memutuskan untuk melihat bayi gembul itu di dalam air.

Apakah seperti ikan buntal? Lucu sekali.

"Yang," Tomi menabrakan pelan bagian depannya ke pantat Jenny yang agak menungging.

Jenny melotot. "Ck! Untung ga jatuh!" protesnya.

"Gue ga setega itu kali," Tomi mengecup bahu Jenny sekilas.

Jenny mengabaikannya, dia kembali fokus menurunkan Aiko ke dalam air hangat dalam wadah khusus bayi itu.

Aiko selalu riang jika menyangkut air. Dia tersenyum dengan gusi tanpa gigi itu, pipi gembulnya bergetar saat si empunya tak bisa diam mengepakan tangannya.

"Aduh, mama kena air, Aiko.." Jenny mencoba sabar. "Pegangin," pintanya pada Tomi.

"Woaw, santai anak papa.. Kenapa hyper gini," Tomi tertawa gemas, membuat Aiko semakin semangat.

"Papanya yang hyper, anaknya engga ya!" tegur Jenny dengan santai, meraih shampo dan sabun khusus bayi. 

***

"Yang, bentar dong," Tomi mencolek ketek Jenny yang dasternya tanpa lengan. Terlihat semakin bening istrinya itu.

Tomi beralih ke lemak di perut Jenny.

Jenny membiarkannya, dia terus menyusui Aiko yang sayup-sayup akan menjemput mimpi namun terganggu tangan Tomi yang kelayapan.

"Kalau mau diem! Aiko jadi bangun lagi bangun lagi," omelnya.

"Duh, nih ibu-ibu satu ngomelnya gemesin," Tomi terkekeh di punggung Jenny.

Tomi menurutinya agar cepat mendapat jatah.

Setelah selesai, Tomi mengajak Jenny ke kamar sebelah.

"Buka aja pintunya, kalau Aiko bangun keliatan." kata Tomi yang asyik mengendus leher Jenny.

"Siapa juga yang mau tutup, mau lebarin biar makin keliatan,"

Tomi cemberut so imut, tidak cocok dengan tubuhnya yang kini berotot.

"Perhatian banget sama Aiko, suaminya kaga!" sewotnya tanpa menimbulkan suara yang akan membuat Aiko bangun.

Bisa ditahan lagi jatahnya kalau gitu.

"Em, cemburu nih ceritanya," Jenny meremas milik Tomi sekilas membuat si empunya mendesis suka.

Keduanya berpagutan saling menuntut dan menggebu. Jenny yang lelah mencoba menepisnya.

Kasihan Tomi sudah memikirkan hal itu yang artinya mungkin tanpa dia sadari memang terlalu fokus pada Aiko.

"Malam ini, gue bikin lo lelah ya?"

Jenny mengangguk lalu menyambut ciuman Tomi yang kian tidak sabar.

Kutukan Cinta; Making Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang