"Apa itu, mbah?" tanya Tomi pada buntelan kecil seperti kain putih yang kotor oleh tanah kuburan.
"Orang itu berhasil simpen di sini," si mbah bersiap melantunkan do'a pada sang pencipta lalu membakarnya.
Jenny hanya diam menatap. Kenapa hidup tenangnya menjadi horror. Apa salahnya? Jika pun dia memiliki salah, pasti akan minta maaf.
Tapi untuk menerima cintanya, itukan perkara hati. Tidak bisa Jenny kendalikan. Tidak ada angin dan hujan, dia juga mencintai Tomi yang sangat dia benci.
Tomi melirik Jenny yang diam saja, terlihat larut dalam pikirannya sendiri.
Tomi mendekat lalu berbisik. "Jangan ngelamun, bikin ngeri aja," lalu mencubit pelan pipinya.
Jenny menoleh dengan kesal, dia mengusap pipi bekas cubitan itu lalu kembali melihat si mbah yang sibuk sendiri.
Jenny menatap ibunya yang menatapnya lalu Jenny lemparkan senyum menenangkan, meyakinkan ibunya bahwa dia sungguh sudah baik-baik saja.
Jenny akan menerima semuanya dengan lapang dada.
***
Di rumah kembali berdua. Tomi dengan sabar kembali menerima Jenny yang memepet terus padanya.
"Aduh, bentar.." Tomi menahan pinggang Jenny agar berdiri dari duduknya sebentar. "Si jagoan posisinya belum enak," kekeh Tomi dengan tangan merogoh boxernya.
"Jorok! Abis pegang awas pegang gue!"
"Ck! Lo kayak ga pernah pegang aja," Tomi menarik pinggang Jenny agar duduk kembali di pangkuannya.
Jenny bersandar pada Tomi, kembali ngemil lagi. Film komedi di depannya cukup menguras tawa sampai berderai air mata. Lumayan, melupakan kesan horror.
"Mau honeymoon ga?" bisik Tomi yang membuat Jenny hilang rasa kantuknya. Dalam pikiran Jenny, honeymoon itu sama dengan liburan hanya saja ada plus-plusnya.
"Emang boleh? Bukannya kita ga boleh nginep di luar, harus di sini,"
Tomi melempar cengiran menyebalkan. "Ya, siapa juga yang ajak keluar sih," kekehnya. "Orang gue ajaknya di sini," lanjutnya sambil memijit gemas lemak di lengan atas Jenny.
Jenny mendatarkan wajahnya kesal. Padahal dia yang kebosanan sudah berharap banyak.
"Ga akan bosen kok, kita bikin tenda, bikin suasana kayak di hutan,"
Jenny memicingkan matanya, tiba-tiba ingin usil. "Lo punya kelainan ya?" todongnya.
"Ha?"
"Kok mau begituan di hutan, lo pasti pernah bayanginkan?" selidiknya so serius.
Tomi tertawa sampai terdongak ke sofa. "Ekhem, boleh juga sih.. Di semak-semak gitukan?" kekehnya.
"Sakit jiwa lo! Dasar binatang!" Jenny mencubit lalu mengecup bibir Tomi sekilas dan memeluknya, membiarkan wajahnya berada di leher Tomi.
Tomi hanya tertawa, balas memeluknya erat dengan kecupan random.
Keduanya terlihat saling mengecup usil. Terlihat romantis walau penuh candaan yang kadang berakhir saling kesal. Terus saja begitu hingga lelah.
***
Jenny nemplok anteng di atas Tomi, ikut menatap ponsel Tomi yang menunjukan berbagai jenis peralatan untuk menghias ruangan menjadi seperti hutan sesuai rencana mereka.
"Ini bagus ga, daunnya kayak asli,"
Jenny menimang, ikut menggerakan telunjuk di layar ponsel itu. "Ini, bagus.. Campur aja biar kayak alami," balasnya.
Tomi mengangguk, memasukannya ke keranjang.
"Rumput sintesis ini mau?"
"Mau," jawab Jenny tanpa berpikir. Dulu dia mau membelinya, menghias lantai kamarnya namun semua tragedi lebih dulu terjadi.
"Bilang maunya biasa aja dong, gemes banget," Tomi mencapit bibir Jenny sekilas.
Jenny mendengus sebal.
"Oke, berapa meter nih?"
Jenny yang mengurusnya, membiarkan jemari cantik itu memutuskan dan memasukannya ke keranjang.
"Cakep banget jari lo," Tomi meraihnya, mengecup jemari itu dengan modusnya.
Jenny mendengus lalu terkekeh. "Modus," cibirnya.
"Beli apa lagi?"
Jenny berpikir sejenak, jari telunjuknya bermain di piyama Tomi. Terlihat ingin sesuatu namun malu mengutarakannya. Itu yang Tomi lihat.
"Mau baju boleh?"
"Boleh, Lingerie ya.."
Jenny sontak mendengus kesal. "Ke sana mulu otak lo!" serunya lalu mengigit kecil leher Tomi hingga berbekas merah. Sengaja.
"Shh.. Agh.."
Jenny sontak menghentikannya. "Ngapain desah? Lagi kesel juga!" sebalnya.
"Ya lagian, kita mau di rumah seminggu full, buat apa baju biasa? Yang ke pake dong,"
"Ying ki piki ding!" cibir Jenny yang membuat tawa Tomi kembali terdengar.
"Alangkah lebih bagusnya, polos aja.."
"Pas! Jangan bahas lagi, ntar kejauhan.." Jenny merampas ponsel Tomi dan mulai memilih.
Tomi hanya menatap wajah Jenny yang masih ada di atasnya. Posisi yang membuat Tomi panas dingin namun mereka masih harus libur olah raga malam.
"Kurang lampu ga sih?"
"Gelap-gelapan juga enak," jawab Tomi sekenanya, dia masih terpesona dengan kecantikan Jenny yang semakin jelas di matanya.
Jenny mencubit puting Tomi yang membuat Tomi mengaduh.
"Sakit, yang.."
"Ga usah lebay!"
"Ini tendanya ga kekecilan?" alis Jenny bertaut serius.
"Kan biar rapet!"
"Apa sih!"
Debat pun tak bisa di hindari walau berakhir berciuman. Mereka pun hanya bisa menunggu semua paketnya datang.
"Titit lo keras banget,"
"Hus! Kaget gue dengernya!" kekeh Tomi.
"Emang kenyataannya," dumel Jenny.
"Makanya, mau bantuin ga? Pijit kek, peka dong jadi istri!"
"Oke. Sini-sini, gue gigit sampe abis!"
"Aduh, shh.. Ngilu, yang.." Tomi menyentuh miliknya refleks.
Jenny terkekeh lalu memasukan sebelah tangannya ke dalam boxer. "Ga nyambung banget, atas pake piyama, bawah boxer ketat," komentarnya.
Tomi mendesis pelan. "Ntar juga dilepas, semua.." kekehnya lalu bermain di leher Jenny.
Jenny mengusap si keras dalam boxer itu. "Keluarin jangan?" tanyanya masih mengusapnya lembut.
"Terserah, mau bantu?"
"Kulum gitu?"
Tomi merem sejenak. Jenny pake tanya segala, mana bisa Tomi menahannya lagi. Kedua matanya menatap Jenny.
"Mau emang?"
"Bukan pertama kali, kenapa engga? Mau gue tunjukin? Gue yang semakin ahli,"
Tomi mengusap wajahnya sekilas. "Aduh, ampun suhu.. Kalau gitu cepetan," pintanya gelisah tak sabar.
Jenny bergerak menurunkan boxer itu lalu tersentak pelan.
"Ga usah kaget gitu," kekeh Tomi dengan pandangan semakin gelap. Jemari cantik Jenny tengah menggenggamnya.
"Kok makin gede," celetuk Jenny dengan wajah serius yang berhasil membuat tawa Tomi pecah.
"Gue pompa di punya lo!" lalu kembali tertawa.
Jenny pun mendengus dengan mengulum senyum malu. Dia refleks menyuarakan pikirannya.
Jenny memualinya. Benar, Jenny sudah bukan amatiran lagi. Tomi merasa bangga sebagai suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Making Love (TAMAT)
Romance#dewasa Apa mungkin terdampar di pulau terkutuk yang mengharuskan mereka menikah dan harus melakukan making love selama 30 hari setiap malamnya yang penuh syarat bisa membuat jatuh cinta? Mereka kan tidak pernah akur? Tomi dan Jenny akan menjawabny...