Tomi memakai jubah tidurnya dan Jenny pun sama. Mereka tengah makan malam, tenaga yang terkuras membuat keduanya menjadi lapar.
Kompor listrik itu dinyalakan di depan tenda, sekeliling rumah dibuat gelap bagai hutan sungguhan.
"A-agak ngeri ya," komentar Jenny gelisah di samping Tomi.
Tomi terkekeh. "Kok gagap ya," candanya mencairkan suasana sambil membuka beberapa bungkus daging yang mereka beli dan beberapa selada.
Jenny mendengus, padahal dia sedang serius. Dia pun memilih membantu menyiapkan semuanya.
"Bawangnya iris," perintah Tomi yang mulai memanggang daging sambil membuat saosnya.
Jenny memulainya, mengiris dengan hati-hati lalu mengiris cabai hijau tipis-tipis.
"Korea bangetkan," senang Jenny.
Tomi tidak memperdulikannya. Perutnya sudah sangat lapar, terlalu bersemangat membuat jenny menjeritkan namanya sampai tenaganya hampir habis.
"Ga lecet?" Tomi menoleh sekilas.
"Ha?"
"Itu lo ga masalah?" Tomi selesai menyiapkan saos cocolnya.
Jenny menggeleng.
"Aman?" Tomi menyelipkan rambut yang keluar dari ikatan rambut asal itu ke telinga Jenny.
"Hm," Jenny terlihat malu menjawabnya. Bagaimana bisa beberapa alat itu mendarat di tubuhnya yang kelojotan.
Jenny malu sudahnya.
"Enak ga?"
"Gue laper," sebal Jenny tidak ingin membahas.
Tomi mengulum senyum geli. "Yaudah, sabar ya.." dia membolak-balik daging itu lalu meraih selembar salada ditambah daging yang dicocol ke saos.
"Ginikan Korea maksud lo?" Tomi membungkus daging itu.
"Tu tahu!" seru Jenny.
"Lo nonton drama kalau gue lagi nyusu, pastilah tahu!"
Jenny manyun agak bersemu. Dasar kucing!
Jenny menerima suapan Tomi, mengunyahnya dengan mangut-mangut, enak rasanya. Bawang dan beberapa jamur dan bawang iris Jenny masukan agar Tomi masak.
"Gue ga terlalu suka bawang, makanya ditipisin aja," kata Jenny.
Tomi tidak masalah, dia tidak terlalu pilih-pilih makanan.
"Mau masak," Jenny meminta pencapit di tangan Tomi.
"Benerin dulu, tu gombal-gambel," Tomi menunjuk dengan dagu.
Jenny menatap jubahnya yang memang terbuka, dia segera membenarkannya. "Gombal-gambel, orang mereka diem, masih keker ya punya gue!" kesalnya.
Tomi tertawa pelan. "Iya, masih ranum.. Makin gemoy," pujinya sambil mencolek-colek dagu Jenny.
"Ck! Fokus aja, tuh gosong!" serunya diakhir karena memang gosong satu daging.
"Nen*n lo sih, jadi gue salah fokus,"
Jenny mengeplak bibir itu pelan, Tomi berjengit kaget.
"Maaf, kaget ya.." Jenny tertawa renyah.
***
"Kenyang," Jenny mengusap perutnya lalu meraih segelas air dan meminumnya setengah.
Tomi terlihat masih asyik memanggang, memakannya dengan tenang. Terlihat menikmatinya, benar-benar tidak pilih-pilih makanan.
Jenny meraih handycam, mulai menyalakan video. Bibirnya tersenyum melihat ternyata Tomi tampan juga.
Tomi melirik sambil mengunyah lalu tersenyum menatap kamera.
"Gimana? Cakepkan?" Tomi memainkan alisnya genit.
Jenny tertawa pelan. "Iya lagi, so keren banget itu jubahnya ke buka, ga punya otot perut gitu," ledeknya.
Tomi memukul manja perutnya sendiri. "Ini ada, yang. Tuh, garis samar," kekehnya.
Jenny menyorotnya dengan kamera. "Maksa banget, ga ada!" oloknya.
"Lo ada ga?" Tomi membuka jubah Jenny.
"Ck! Lo modus!" Jenny kembali menutupnya, sampai handycam itu tidak bisa menangkap sosok keduanya dengan jelas.
Jenny mengarahkan lagi handycam ke arah Tomi yang kembali makan tipis-tipis.
"Lo cinta sama gue?"
Tomi berhenti mengunyah lalu detik selanjutnya tersenyum sambil mengunyah. Dia menoleh.
"Harus banget di rekam nih?" tatapannya begitu lekat mendebarkan. Apalagi senyumnya yang membuat Tomi agak genit namun sialnya ganteng di mata Jenny.
"Hm, biar bisa ingetin lo kalau udah ga cinta lagi," balasnya asal.
"Gue jamin, hari itu ga akan ada."
Jenny mendengus geli walau dag dig dug baper.
"Jadi?"
Tomi mematikan kompor lalu berdehem. "Awalnya sih kesel banget, lo ga bisa diem, keras kepala, ngajak debat mulu, ga mau kalah,"
"Itu sih dah lama!" Jenny mendengus sebal.
"Iya, makanya dengerin dulu," Tomi mendekat hingga dua kakinya membelit Jenny yang duduk bersila.
"Kameranya ke deketan, Tom!"
"Kamera depan aja, biar ke rekam lo yang salting,"
"Dih," walau begitu Jenny mengabulkannya, dia mendekat pada Tomi yang masuk ke jubah tidurnya.
"Ih! Gimana ngomongnya kalau gini! Geli," Jenny melepaskan bibir Tomi dari sebelah bulatannya.
Tomi menghadap kamera. "Gue cinta sama ni cewe," tunjuknya pada Jenny. "Gue mau dia, engga maksudnya kita sembuh, punya banyak anak tanpa gangguan lagi," jujurnya.
Jenny hanya tersenyum nan berdebar.
"Gue ga tahu alasan pasti orang yang cekalain kita, semoga dia bisa cepet sembuh dari rasa sakitnya, dan berhenti bikin kita sakit juga,"
Tomi menatap Jenny. "Lo gimana? Ga cinta gue nih?" kekehnya.
Jenny mendelik malas, lalu mengulum senyum. "Cintalah," cicitnya.
"Apa? Ga denger?"
Jenny menjitak Tomi. "Cinta! Gue juga cinta! Ga mau yang lain kecuali lo!" ketusnya menahan gengsi.
"Kok ketus gitu, ga ikhlas kayaknya, kepaksa nih, bohong!"
"Orang jujur," Jenny menurunkan handycamnya.
"Canda, percaya kok, marah aja cakep, heran deh.." gumamnya di akhir.
Jenny menahan senyumnya.
"Kita nonton video aja," Tomi meraih handycam.
Jenny meraihnya. "Jangan sekarang! Malu tahu! Kita gila! Ihh kayak pemain— lo tahulah!" cicitnya.
Tomi terbahak. "Sekarang malu, waktu di rekam bringas, jerit-jerit manggil," ledeknya puas.
"Gue marah ya!" Jenny menekuk wajahnya yang merona.
"Yaudah maaf, sini.. Mau cium,"
Keduanya masuk tenda lagi, saling menindih, mengulum bibir satu sama lain. Keduanya kembali memanas.
Sepertinya semalaman mereka akan terus bergelung dalam kenikmatan.
27. Edisi Honeymoon I hanya akan ada di karyakarsa bagi yang mau. Makasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Making Love (TAMAT)
Romance#dewasa Apa mungkin terdampar di pulau terkutuk yang mengharuskan mereka menikah dan harus melakukan making love selama 30 hari setiap malamnya yang penuh syarat bisa membuat jatuh cinta? Mereka kan tidak pernah akur? Tomi dan Jenny akan menjawabny...