30. Karma Dan Frontal

30.1K 1.1K 12
                                    

"Tom, bentar dompetnya ketinggalan," Jenny mencekal lengan Tomi yang hendak mengunci pintu rumah.

Tomi membiarkan masuk lalu sebuah panggilan masuk mengalihkannya. Ada apa si mbah menelponnya. Padahal semua baik-baik saja. Dia dan Jenny lebih tenang dari semalam.

"Hallo, mbah?"

"Mau pada kemana? Mbah dapat firasat tidak baik, hari ini senin dan malemnya malam selasa, selain malam jum'at, lebih baik jangan banyak keluar jika tidak terlalu mendesak.."

"Anu, mbah.. Temanku ke rumah sakit, kami mau jenguk dia.."

"Lebih baik bantu do'a di rumah, mbah takutnya ada hal buruk yang akan menimpa Jenny, temanmu itu terlalu gelap,"

Tomi tidak mengerti. Dia mulai bimbang. Jika pergi maka Jenny akan bahaya. Jelas Tomi memilih untuk berdo'a di rumah. Jika itu yang terbaik.

"Baik, mbah.. Makasih udah cegah kita, hampir aja aku lukain Jenny,"

"Mbah titip Jenny, biar sahabatmu mbah bantu sebisanya, walau sulit.. Itu karma, semua kiriman yang gagal balik ke dia,"

Tomi menautkan alis. Kiriman yang gagal balik ke dia? Tunggu!

"Ma-maksud, mbah?"

"Jangan emosi, ingat Jenny butuh kamu untuk sembuh. Kalian saling terikat dan membutuhkan,"

Ada jeda beberapa saat. Tomi menelan ludah.

"Gilang dalang dari semua yang terjadi. Dia yang ingin mencelakai kalian terkhusus Jenny yang tidak bisa di miliki.."

Tomi mundur selangkah, refleks kakinya lemas sesaat. Gilang? Seorang Gilang? Teman gilanya saat mengusili Jenny?

"Mbah tahu kamu akan syok, mungkin ragu.. Intinya jaga Jenny, fokus pada tujuan untuk sembuh dari kutukan.."

Tomi mengiyakan, membahas tipis-tipis lalu panggilan pun berakhir. Tomi bermain ponselnya dengan gemetar.

Dan tak lama dari itu Jenny muncul.

"Maaf, pipis bentar," cengirnya namun segera luntur. "Ada apa?" paniknya.

Tomi terlihat pucat, menggenggam tangannya dengan gemetar.

"Apa ishh!" Jenny panik, menatap dua mata Tomi yang memerah dan merebak basah.

"Gilang, dia meninggal."

"A-apa?" Jenny juga terkejut. "Kalau gitu kita ke—"

"Engga," Tomi memeluk Jenny, mengangkatnya untuk masuk ke dalam rumah. Di dalam Tomi terisak di pelukan Jenny.

Jenny jadi ikut menangis, balas memeluknya. Tidak menyangka Gilang akan pergi meninggalkan mereka dengan cepat.

***

"Kenapa kita ga ke rumah sakit?" Jenny mengusap bulu mata yang jatuh ke pipi Tomi. Menyisir rambutnya yang berantakan dengan jemari.

"Dia dalang dari semua ini, dia yang ganggu kita dengan hal-hal mistis itu, Jen.."

Gerakan tangan Jenny berhenti. Di tatapnya Tomi yang terlihat marah, sedih dan kecewa.

"Kenapa dia ga jujur aja? Gue bisa ngalah, dia bisa deketin lo,"

"Lo mau lepas gue?" sedih Jenny.

Tomi segera meralat. "Dulu, cantik.. Bukan sekarang," diraihnya lalu dia peluk.

"Emangnya dulu lo suka gue?" sewot Jenny, bukannya Tomi menyebalkan dan eugh pokoknya! Tidak ada tanda-tanda suka.

"Ga tahu juga, masih bocil," elaknya.

Jenny mendengus.

"Gue ga nyangka, Gilang pake yang begituan.. Udah tahu resikonya gede," lirih Tomi kembali sedih.

"Kita maafin aja, Tom.. Semoga kita lancar, gue mau lepas dari kutukan ini," lirih Jenny balas memeluk.

"Hm, walau berat.. Gue coba,"

"Gue juga. Gue mau bebas, masa mau main ke sana sini banyak larangan, gue mau honeymoon normal," keluhnya agak merengek manja.

"Iya, sayang.." Tomi merespon dengan lembut namun terdengar menyebalkan bagi Jenny.

"Geli banget," dumelnya.

Tomi tersenyum. "Giliran lagi gue enj*t aja bilangnya ya sayang, lebih kenceng," balasnya usil.

Jenny jelas melotot tak terima, dia tidak pernah senakal itu. Dan lagi, kenapa bahasanya begitu sekali, bikin geli.

Jenny menampar bibir Tomi pelan namun tetap membuat Tomi kaget.

"Gue ga pernah gitu! Emang harus enj*t gitu? Ga sekalian ngent*t aja?"

Kali ini Tomi balas menampar bibir Jenny. Jelas Jenny jadi emosi, dia dan tomi pun perang hingga berguling-guling di lantai saling membalas.

"Udah, gue lagi berduka. Dia sahabat terbaik gue, gue ga tahu kalau Gilang senekad itu," bisik Tomi dengan Jenny yang berada di atas tubuhnya, dia peluk erat.

"Gue juga berduka, Tom. Agak kesel tapi gimana ya, dia temen kita.. Gue serahin sama Tuhan aja," 

***

Tomi dan Jenny kembali duduk di pintu tenda yang dia buat. Sudah malam lagi, ini hari ke 3 Gilang meninggal dan Tomi Jenny pun masih honeymoon walau tidak semenggebu awal.

Mungkin karena kabar mengejutkan.

"Yang, mau pake apa lagi?" Tomi membalikan daging di tempat pemanggangan, bawang putih dan sosis juga.

"Jamur," Jenny mengupas satu bungkus jamur itu. "Cuci bentar, anter.." pintanya.

"Tunggu di sini aja, gue yang cuci."

Jenny mengangguk walau ragu. Diakan penakut. "Nyalain dulu aja lampunya," pintanya.

Tomi angguki. Dia nyalakan dan fokus pada tugasnya. Jenny pun asyik membalikan daging dan menyimpannya ke piring jika matang.

"Nih," Tomi datang, duduk di samping Jenny lagi setelah mengecup sekilas kepalanya.

"Makasih,"

"Tambah ronde aja,"

Jenny mendelik judes yang lucu di mata Tomi.

"Gue ga mau pake alat geter-geter itu, mau langsung lo aja,"

Tomi mengulum senyum. Pembahasan mereka bukan lagi tentang pelajaran, makanan, tapi ranjang.

Siapa sangka, lagi-lagi Tomi merasa tidak percaya bisa melakukan semua hal itu bersama Jenny.

Pantas saja Gilang mencintai Jenny segila itu sampai melakukan hal kotor. Jenny memang banyak daya tariknya.

"Ga usah cakep-cakep bisa ga? Mau lo nih, ga tahan, ga usah makan deh!" seru Tomi dengan lebaynya, sengaja ingin usil.

"Gue panggang ya p*nis lo!"

Tomi segera membungkam bibir itu lalu menggigit pipinya. "Frontal amat, memew gemes," kikiknya.

Jenny melotot, balas membungkam bibir Tomi namun candaan keduanya tidak bisa lama. Perut mereka harus di isi sebelum lanjut ke malam panjang kedua.

Beberapa hari ke belakang mereka hanya tidur, bercerita dan sebagainya. Bagai dua pasang kekasih. Terlebih karena mungkin sedang berduka juga.

Kini mereka tidak akan menunda. Keduanya ingin segera memiliki keturunan.

Kutukan Cinta; Making Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang