~Perpisahan bukan menjadi alasan untuk kita saling melupakan~
Pagi ini pesantren di guyur hujan, menciptakan rinai yang terdengar begitu merdu. Petrikor mulai menyeruak dibelahan bentala, dan menari indah di bumantara. Semilir angin mulai mengembus, di pelupuk cakrawala doa pun bergelut, menuntut segala ampun. Hujan seakan tahu suasana pesantren, karena sebentar lagi pelepasan santri akan segera dilaksanakan. Perpisahan menyambut kesedihan, baik pihak yang meninggalkan ataupun yang ditinggalkan. Pak Kiai mengikhlaskan dan meridhoi santri-santri nya yang akan dilepas tahun ini.
Semaan berjalan lancar dalam seminggu ini. Santri maju satu persatu melantunkan hafalan Al-qur'an nya dengan beberapa juz yang sudah di kuasai. Air mata mengucur ketika mendengar lantunan merdu yang dibacakannya.
"Sekarang giliran kamu, Ra. Semangat..." ucap Nadira menyemangati sahabatnya ketika dipanggil untuk ke depan. Azura melantukan ayat suci itu dengan fasih dan merdu.
Setelah Semaan selesai, Pak Kiai menyampaikan sambutan dan beberapa pesan di dalamnya.
"Alhamdulillah, saya bangga kepada kalian. Terima kasih sudah menghafal dan menjaga hafalannya sejauh ini. Saya berpesan agar kalian terus bermurojaah, menjaga hafalan tersebut. Selalu Istiqomah membacanya. Untuk yang mengikuti pelepasan di tahun ini, saya meminta maaf sebesar-besarnya dalam mendidik kalian masih banyak kesalahan dan kekurangan. Semoga ilmu yang kalian dapatkan di pesantren ini membawa keberkahan, mendapatkan keridhoan dari Allah. Dan yang terakhir saya sudah mengabari orang tua kalian untuk menghadiri perpisahan nanti."Santri mendengarkan dengan takzim, menghayati apa yang disampaikan Pak Kiai. Air mata pun kian menetes.
Setiap pertemuan pasti akan berujung perpisahan. Namun perpisahan bukan berarti alasan untuk kita saling melupakan.
"Ra." Nadira menggenggam tangan Azura dengan kuat, ia tidak mau kehilangan sahabatnya itu.Azura menatap Nadira dengan lekat. "Kita akan terus sama-sama, Nad."
"Pokoknya walaupun kita berpisah di sini, bukan berarti persahabatan kita juga berhenti sampai di sini. Iya kan, Ra?"
"Iya, Nad. Kita sahabat selamanya, gak akan ada yang bisa memisahkan kita, walaupun kita sudah terpisah dari pesantren. Kamu kan masih bisa main ke rumah aku, ataupun sebaliknya." Azura menenangkannya serta memberikan senyuman hangat.
Hujan sudah agak reda, menghentikan perlahan rinai nya.
Pak Kiai mengakhiri sambutannya, dan santri dipersilakan kembali, meninggalkan masjid ini.Bagi santri yang akan mengikuti pelepasan, kini aktivitas nya mulai di kurangi, karena bersiap-siap untuk mempersiapkan acara nanti. Melatih diri, mulai mengemaskan semua barangnya.
"Akhirnya lo pergi juga dari pesantren ini. Dan gak akan bisa deket-deket lagi sama Fahrul. He is my mine." Tiba-tiba saja Tasya menubruk Azura yang hendak keluar dari masjid. Dan melontarkan kata yang menyudutkan Azura tentang Fahrul.Sebenarnya Azura malas menghadapi sikap Tasya yang selalu seperti itu. Ia mencoba untuk tidak meladeninya, namun Tasya semakin menjadi-jadi.
"Ada apa lagi, Sya?" tanyanya."Ya... Lo sekarang gak bisa ketemu lagi sama Fahrul. Dan Fahrul akan menjadi milik gue, walaupun kalian sama-sama pergi dari pesantren ini. Gue kan bisa mengunjungi dia ke rumahnya, atau lewat telepon," ujar Tasya dengan sinis.
"Silakan kamu mau dekati Fahrul dengan cara apapun. Karena saya tidak mempunyai urusan ataupun hubungan dengannya. Jadi, cukup selalu bersikap ini kepada saya," ucap Azura tanpa meninggikan suaranya, ia selalu mengatakan dengan suara lemah lembut, tanpa menyinggung.
"Yaudah, Ra. Gak usah di jawab lagi. Kita langsung pulang aja," sahut Nadira, lalu mereka meninggalkan Tasya.
Sesampainya di kamar, semua orang yang berada di kamarnya memberikan pesan dan kesan kepada yang mengikuti pelepasan tahun ini.
Saling meminta maaf, dan berterima kasih atas kebersamaannya selama ini."Hemmm, peluk..." ucap Sumi, kemudian mereka berpelukan bareng-bareng.
"Udah ya... Jangan melow terus. Perpisahan ini bukan berarti kita gak akan bisa ketemu lagi. Lain waktu kita juga akan ke sini kok, bersilaturahmi, jenguk kalian" ucap Nadira.
"Yaudah aku bantuin teteh kemasin barang-barangnya ya," ucap salah satu yang ada di kamarnya.
***
Kini hari senin, dimana acara pelepasan akan segera dimulai. Pagi ini cuacanya sangat mendukung, tidak hujan lagi seperti kemarin. Wali santri mulai berdatangan. Santri yang mengikuti pelepasan mulai mempersiapkan semuanya.
Mereka datang menemui anaknya, lengkap dengan kedua orang tuanya. Kecuali Azura yang hanya didatangi bundanya saja. Namun Yunita belum menampakkan dirinya. Silih berjalannya waktu sudah banyak wali santri yang berdatangan, semakin berdesakan, hingga semua kursi mulai terisi penuh.
"Bunda mana yah." Azura mencari-cari keberadaan bundanya. Waktu semakin berjalan, sebentar lagi acara dimulai.
"Ra, bunda kamu belum datang?" tanya Nadira dengan menggandeng kedua orang tuanya disamping.
"Belum, Nad."
"Bu.. pak.." Azura menyalami kedua orang tua Nadira, dan mencium tangannya.
"Mungkin masih di jalan, Ra."
Nadira mempersilakan kedua orang tuanya duduk di kursi yang sudah disediakan untuk wali santri.
Master of Ceremony atau yang disingkat menjadi MC sudah mulai menyuarakan mic nya di atas panggung. Acara akan segera dibuka, tamu dan wali santri sudah banyak yang sudah sampai dan mengisi semua kursi yang kosong. Azura jantungnya berdegup kencang, Yunita belum juga datang.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" kedua MC di atas panggung mengucapkan salam kepada tamu undangan.
Salamnya pun di jawab serentak oleh para hadirin. Pertama-tama MC mulai pembukaan dan menyebutkan satu-persatu isi dalam acara. Setelah berdoa bersama-sama, berlanjut pada
acara selanjutnya yaitu pembacaan ayat suci Al-qur'an."Pembacaan ayat suci Al-qur'an yang akan dilantunkan oleh Azura Nafeeza Syakila..." Hadirin menepuk tangan dan menantikan Azura naik keatas panggung.
Ayat demi ayat terdengar begitu merdu, Azura menghayati dalam lantunannya. Para hadirin takjub mendengarnya.
Akhirnya Yunita datang ketika Azura sedang di atas panggung. Azura menyangka bundanya itu tidak akan hadir dan tidak bisa menyaksikan Azura melantukan bacaan Al-quran.
Azura mengakhiri bacaannya, dan ditutup dengan salam. Mc mempersilakan untuk turun kembali.
"Maasyaaallah, begitu merdu. semoga kita yang mendengarkannya mendapatkan pahala seperti yang membacanya," ucap Mc.
"Azura!" jerit Yunita dan langsung memeluk putrinya, ia nangis terharu.
"Bunda!" Azura membalas pelukannya.
"Merdu sekali suara kamu, nak. Bunda bangga sama kamu," ucap Yunita.
Azura tersenyum simpul seraya berkata, "Makasih ya, Bunda udah dateng. Aku kira Bunda gak bakal dateng."
"Bunda bakal dateng kok sayang... Tadi di jalan ada sedikit kendala."
"Oh gitu, Yaudah Bunda duduk di sini ya." Azura menyiapkan bangku untuk Bundanya, karena ada bangku yang masi tersisa satu.
"Anak Bunda cantik banget." Yunita memujinya.
"Hehe, Bunda bisa aja." Tentu saja Azura terlihat lebih cantik dari biasanya. Ia memakai sedikit make-up dan memakai baju seragam dengan santri yang mengikuti pelepasan. Sebenarnya tidak memakai make-up pun Azura sudah terlihat sangat cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Hati Azura (END) TERBIT
Ficção AdolescenteGadis anggun dan juga cantik. Bernama Azura Nafeeza Syakila, nama yang indah begitu juga dengan rupanya. Dikenal sebagai Santri primadona. Azura dibingungkan oleh ketiga lelaki yang berniat ingin menikahinya. Salah satu diantara ke tiga hati itu, ha...