Bab 24. Mengejutkan

148 10 0
                                    

~Tidak perlu cemas perihal takdir.
Sebab sehelai daun pun telah Allah tetapkan kapan dan di mana ia akan jatuh~

Semilir angin melintas dengan dersikan nya. Memancarkan keindahan arunika di pagi hari. Kali ini Azura memulai pagi tidak seperti pada biasanya. Mulai hari ini ia memulai pagi nya berada di rumah, tidak lagi di pesantren. Semuanya sudah jauh berbeda, dari keadaan dan aktivitasnya. Yang tadinya dilingkungan yang ramai, dan aktivitas yang padat seperti mengaji dan lain sebagainya. Dan ketika di rumah semua itu telah sirna, tidak ada lagi kebersamaan yang dulu di rasakan selama di pesantren.

Ketiga sahabatnya itu menginap di rumah Azura, dan memutuskan untuk pulang siang hari nanti. Dan saat ini mereka tengah asik mengobrol dengan keadaan sudah mandi dan sarapan.
"Ra, kira-kira sekarang tipikal cowok idaman lo kayak santri, atau kayak Jefran? Soalnya Kan tipe lo dulu kayak Jefran" tanya Yuri.

"Ustaz." celetuk Nadira.

"Hah? Ustaz apa mau anak kiai aja nih..." Fika meledeknya.

"Nggak salah sih pilihannya. Kan sesuai sama Azura yang sekarang," ujar Fani.

"Hehe doain aja yang terbaik. Aku gak tahu siapa yang datang duluan, kematian atau jodoh. Apapun itu semoga yang terbaik Allah pilihkan untuk aku."

"Iya, Ra. Maasyaaallah, udah lah lo jangan mau lagi sama Jefran, udah gak selevel," kata Yuri.

"Siapa juga yang masih pengen sama dia," balas Azura.

"Wa'alaikumussalam... Silakan masuk Pak Kiai." Terdengar suara Yunita menyambut tamu.

"Ra, Lo denger gak itu suara bunda lagi ngebukain pintu, kayaknya ada tamu," ujar Fani.

"Iya, gue juga denger," sahut Fika.

"Tapi, kok nyebut nama Pak Kiai?" sambung Yuri.

"Yaudah, aku samperin dulu ya ke bawah," balas Azura.

***

"Bi tolong ambilkan makanan dan minuman ya." perintah Yunita kepada pembantunya.

"Iya, nyonya."

"Silakan duduk Pak Kiai, Bu Farida, dan Gus Abyan." Yunita mempersilakannya.

"Sebelumnya maaf jika kedatangan kami mengganggu," ucap Pak Kiai.

"Sama sekali enggak mengganggu, justru saya senang dengan kedatangan Pak Kiai beserta keluarga ke rumah saya."

"Kita mempunyai niat baik, untuk Azura," sahut Pak kiai.

Mereka bertiga datang tidak dengan tangan kosong. Mereka membawa beberapa makanan dan barang lainnya dihiasi dengan parsel. Awalnya Yunita agak curiga, apa maksud dari bawaan tersebut.

Gus Abyan hanya tersenyum dengan menundukkan kepalanya. Begitu juga Bu Farida belum ada kata yang keluar dari mulutnya.

"Hah, beneran ada Pak Kiai. Gus Abyan juga ada," batin Azura, ia menginjakkan satu tangga yang ada di atas, dirinya merasa ragu untuk ke bawah. Azura memilih menunggu di atas agar Yunita memintanya untuk ke bawah.

"Saya belum mengerti apa maksud Pak Kiai," balas Yunita.

"Baik akan saya jelaskan. Tapi, apakah Azura nya ada?"

"Ada, sebentar ya. Saya panggilkan dulu."

***

Ketika Yunita menaiki tangga, ia tidak tahu bahwa Azura sedari tadi di atas sembari memerhatikan ke bawah.
"Lho, kamu ada di sini."

"Iya, Bun. Itu ada Pak Kiai sama keluarganya?" tanya Azura memastikannya.

"Iya sayang. Mereka pengen ketemu kamu. Yaudah yuk, ke bawah," pinta Yunita.

Lentera Hati Azura (END) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang