~Bentala dan bumantara tak akan pernah menjadi asmaraloka. Mereka aksa, dan akan selamanya menjadi enigma.~
Tanah dan angkasa tidak akan pernah menjadi cinta sejati. Mereka jauh, dan selamanya akan menjadi teka-teki.
Sebuah tinta menghiasi lembaran kertas yang menggambarkan harsa dalam hati Azura. Mencurahkan segala perasaan hatinya dalam sebuah tulisan. Ditemani dengan secangkir milk tea hangat. Lalu, ia menyeruput milk tea buatannya itu dengan perlahan.
Swastamita terlihat begitu indah dari balik jendela. Diikuti senja yang menemani terbenamnya matahari. Azura menatapnya dengan kekosongan, penuh harapan dalam lamunannya, "Bagaimanapun aku tidak pernah meminta rasa ini tumbuh, dia datang dengan sendirinya. Lagipula dengan segala kekuranganku, tidak akan pantas jika bersanding dengannya. Pantaskah aku berharap, jika dia akan membalas perasaanku?"
"Bengong mulu, nanti kesambet lho." suara Nadira membuat Azura tersadar dari lamunannya.
Azura terkejut, selembar kertas yang ditulisnya langsung ia lipat. Lalu menaruhnya di dalam buku. Ia tidak mau, jika Nadira mengetahuinya.
"Bukan Nadira namanya, kalau gak tiap hari bikin orang ngagetin." ujarnya dengan sedikit kesal.
"Ngagetin gimana? Orang aku cuma nanya. Kamu tuh, hobinya ngelamun... terus..." lirih Nadira.
"Oh iya, apaan tuh. Kok diumpetin. Wah, main rahasia-rahasia an nih ceritanya..." sambung Nadira.
"Gak ada apa-apa kok." Azura menutupinya.
"Bohong! Itu ada yang kamu tutupin. Kamu habis nulis apa? Coba, aku pengen lihat!" paksa Nadira, mencoba mengambil kertas yang Azura sembunyikan.
Alhasil gagal, Azura membawa Nadira keluar. Supaya tidak berkeinginan lagi untuk mengambil kertas tersebut.
"Eh, eh, kok kita keluar. Udah mau magrib nih, kita masuk lagi ke kamar," sahut Nadira sembari melepaskan tangan Azura yang memegang erat tangannya."Yaudah, sekarang kita langsung wudhu. Siap-siap salat magrib," ucap Azura. Kemudian mereka bergegas untuk berwudhu.
"Aku penasaran, apa yang Azura tulis. Sepertinya ada yang ia tutupi. Aku harus ngambil kertas itu secara diam-diam" batin Nadira.
***
Seruan azan magrib terdengar menggema di masjid pesantren Al-furqan, tepat di sana Fahrul sendiri yang berdiri menjadi muazin. Sayup-sayup suaranya terdengar parau saat mengumandangkan azan.
Semua orang mungkin tak sadar dan menyangka jika saat ini Fahrul tengah menangis sembari melampiaskan kegundahan hatinya dengan menggunakan lafadz suci itu.Setelah azan, kini dilanjutkan dengan Iqamah. Kali ini, ustaz Rizieq yang mengambil bagian. Kemudian mereka melaksanakan salat magrib secara berjamaah, dan Kiai Fadlan sebagai imam.
Berbeda dengan santri putri, salat berjamaah di aula. Di-imami oleh Ustazah Linda.
"MaaSyaaAllah, merdu sekali. Pasti ini suara Fahrul," ucap Bilqis kekagumannya terhadap Fahrul. Ia salah satu bagian dari santriwati yang menyukai Fahrul.
"Iya, calon suami aku suaranya merdu. Cocok banget, jadi imam yang baik" celoteh Kesya, ia pun mengaguminya.
"Enak aja... Fahrul calon suami aku." Tania tidak menerima, dirinya pun sama halnya mengagumi Fahrul.
Kerusuhan terjadi, saat semua santriwati berjalan menuju aula. Karena kekagumannya terhadap Fahrul. Terlebih, Fahrul rajin untuk mengumandangkan azan.
Terdengar percekcokan itu oleh telinga Azura. Nyatanya bukan ia seorang, yang mengagumi Fahrul. Banyak santriwati juga yang mengangumi Fahrul.
***
Setelah selesai salat, dan diiringi dengan wirid. Semua santri dikumpulkan dimasjid untuk ngaji malam. Baik santriwan maupun santriwati. Kali ini, diisi oleh kiai Fadlan. Karena jadwalnya, yaitu malam Jum'at.Rutinitas dimalam Jum'at dengan membaca surah Al Kahfi dan surah Yasin. Hingga tibanya waktu isya, dikarenakan setelah ini jadwal mengaji seperti biasanya. Maka, santriwati disatukan untuk berjamaah salat isya dimasjid, bersama santriwan.
Selesai salat isya, kemudian mengaji malam. Diisi oleh kiai Fadlan, yang bertemakan tentang Fiqih, membahas Fiqih Salat.
Seperti biasanya, selesai di jam yang sama, yaitu pukul sepuluh.
Setelah itu santri dipersilahkan kembali ke kamar melanjutkan kegiatan masing-masing.Santriwati jalan berbarengan menuju asrama putri. Hampir sampai kamar, Azura sedari tadi kesakitan menahan pipis. "Duh, Nad. Aku kebelet pipis nih. Aku titip Al-qur'an sama buku, ya."
Karena sudah tak tahan, Azura agak berlari menuju kamar mandi dengan menitipkan Al-quran dan bukunya itu kepada Nadira.
"Eh, Nad. Yaudah aku langsung bawa ke kamar ya!" kata Nadira agak sedikit teriak.
"Iya, langsung ke kamar aja" balas Nadira, dengan suara yang mulai memudar karena langkahnya yang semakin menjauh.
"Humm. Ada-ada aja, Azura. Segitunya kebelet pipis," ucap Nadira sembari mengeluarkan napas.
"Nah! Ini kayaknya kesempatan aku buat lihat kertas Azura tadi." gumamnya.
Nadira berjalan cepat, karena kamarnya masih sepi dan ia berleluasa mencari kertasnya. Lalu mengobrak-abrik buku Azura, di meja bukunya. Mencari lembaran kertas yang Azura tulis. Dengan sikap penasarannya, terhadap apa yang Azura tulis dalam kertas tersebut.
"Ini dia!" Nadira berhasil menemukannya. Raut wajahnya begitu sumringah. Langsung saja ia buka lipatan kertas tersebut. Kemudian membacanya dengan seksama.
Nadira berkerut kening, dengan bola mata yang membesar. Setelah membaca isi kertas tersebut.
"Hah?! Demi apa!" sungguh Nadira amat terkejut."Ternyata Azura juga sama, seperti penggemarnya si Fahrul itu. Mengagumi, mencintai. Huek!" Nadira agak sedikit geli.
Nadira berbicara sendiri, dengan keheranannya setelah membaca isi dari kertas itu.
Tidak lama kemudian, pintu terbuka. Satu persatu mulai masuk.
Kertas tersebut masih Nadira genggam. Ia mulai melipatnya seperti semula. Namun, tidak menaruhnya ketempat tadi. Melainkan, ia mengambilnya tanpa sepengetahuan Azura.***
Kedatangan Farida dan Tasya, membuat santri terbelalak. Walaupun Farida sebagai Bu nyai, tapi sikapnya yang bertolak belakang, sama halnya dengan Tasya, putrinya itu.
Sehingga sebagian santri, ada yang tidak menyukainya."Selamat datang ustazah" pak Mamat membukakan gerbang pesantren, karena ia sebagai satpam. Farida dan Tasya hanya membalasnya dengan senyuman tipis.
Farida dan putrinya itu membawa koper besar. Dengan sikap angkuh, keduanya berjalan disertai badan agak sedikit menengadahkan ke atas.
"Ustazah kok keluyuran terus, kasihan pak Kiai gak diurus." lirih Tania pelan, sedikit julid.
"Shut, gak boleh bilang gitu. Kebiasaan, kamu kalau ngomong gak disaring dulu," balas Bilqis dengan nada pelan.
Namun bagaimanapun santri harus beradab, mereka menyalami Farida dan Tasya . Mencium tangannya dengan takjim. Posisi badan agak sedikit membungkuk.
"Bakal ada kejadian apa nih. Secara kan, mereka suka bikin onar pesantren. Mencoreng nama baik pak Kiai" tukas Tania, setelah Farida dan Tasya berjalan semakin jauh.
"Gitu-gitu juga kan, Bu Farida istrinya Pak Kiai. Dan Tasya anak sambungnya Pak kiai. Kita harus menghormatinya" pesan Azura. Kedatangannya dari belakang, membuat Tania dan Bilqis menoleh ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Hati Azura (END) TERBIT
Teen FictionGadis anggun dan juga cantik. Bernama Azura Nafeeza Syakila, nama yang indah begitu juga dengan rupanya. Dikenal sebagai Santri primadona. Azura dibingungkan oleh ketiga lelaki yang berniat ingin menikahinya. Salah satu diantara ke tiga hati itu, ha...