~Cinta bukan segalanya. Tapi yang bisa membimbing kita menjadi lebih dekat kepada Allah, itulah kesempurnaan dari pernikahan~
Ba'da magrib santri bertadarus, dan setelah berjamaah salat isya dilanjutkan dengan mengaji, yang dikaji oleh Gus Abyan. Karena ini menjadi agendanya tiap malam, untuk mengajar santri. Hingga selesainya pada pukul sepuluh. Segelas teh hangat mulai mengantarkan denyut di tengah arutala malam, yang mengalir ditengah kesunyiannya. Wanita cantik yang kini telah menjadi istri dari seorang Gus, menghabiskan segelas teh hangat yang dibuatnya sendiri. Upaya menghilangkan rasa kantuknya, dalam menunggu Gus Abyan pulang.
"Pokoknya malam ini aku harus bilang," batinnya.
"Gus, udah pulang," ucap Azura, ketika Agus Abyan masuk kamar.
"Kamu belum tidur?"
"Aku nunggu Gus."
"Tidur aja sayang duluan," ucap Gus Abyan seraya menaruh kitab dan pecinya.
"Aku mau ngomong sama Gus."
"Ngomong apa?" tanya Gus Abyan, dan duduk berdampingan dengan Azura di kasur.
"Gus kenapa gak bilang sama aku, kalau nasi goreng pagi tadi gak ada rasanya," rengek Azura.
"Kata siapa?"
"Kan aku juga makan, rasanya hambar, aku lupa masukin garam. Kenapa Gus bohong, katanya enak."
"Memang enak kok, sayang."
"Tuh kan bohong lagi."
Gus Abyan tersungging. "Serius kok."
"Enak gimana, kan gak ada rasanya," ucap Azura sekali lagi.
"Enak sayang, kita harus memuji makanan. Gak boleh mencelanya."
"Jadi kalau yang bikinnya terus makanannya gak enak berarti gak boleh dapat pujian? Jadi boleh di cela?"
"Enggak gitu juga... Udah ah sayang, pokoknya nasi goreng kamu enak kok. Apalagi yang masaknya istri tercinta.'' Gus Abyan termesem-mesem.
"Walau gak ada rasanya?" tanya Azura dengan bermuka datar.
Gus Abyan mengucek matanya, ingin mengalihkan namun Azura terus melontarkan pertanyaan. "Nanti kita masak bareng ya sayang. Aku bantu kamu deh, nanti di dapur," ucapnya dengan senyuman.
"Maaf ya Gus, nasi gorengnya jadi gak enak."
"Nggak kok sayang."
"Yaudah sekarang kita tidur yuk," pinta Gus Abyan.
"Tapi kan, Gus gak bisa tidur kalau lampunya gak dimatiin."
"Dan kamu pun gak bisa tidur kalau lampunya dimatiin," tegas Gus Abyan, membuat Azura terdiam.
"Aku punya solusinya kok. Lampu kamar kita matiin, nah kan masih ada lampu tidur. Nih..." Gus Abyan menunjuk lampu yang berdiri di atas meja.
"Jadi gak terlalu gelap, dan gak terlalu terang," sambung Gus Abyan.
Azura tersenyum, apa yang dikatakan Gus Abyan itu benar. Dan ia menyetujuinya. "Iya, Gus."
"Yaudah sekarang tidur yah. Sambil aku sholawatin deh biar kamu cepet tidur," ucap Gus Abyan.
"Boleh."
Azura membaringkan badannya, Gus Abyan memintanya agar tubuhnya itu menghadap wajah Gus Abyan. Dengan keindahan suaranya, Gus Abyan melantunkan sholawat, sampai Azura benar-benar tertidur.
"Walaupun cintaku belum terbalaskan, sedikitpun aku gak bakal nyerah buat dapetin cinta itu dari kamu, Zura istriku," batin Gus Abyan.
***
Hari ini santri menamatkan kitab ayyuhal walad, kitab ini memuat nasihat-nasihat tentang kehidupan. Tak terasa kitab ini telah selesai dikaji, walau ketika mengaji sebagian santri ada yang mengantuk bahkan tertidur. Hal ini sering terjadi pada santri, karena kegiatannya selama sehari penuh, dalam dua puluh empat jam dipenuhi jadwal kegiatan, dari mau tidur sampai terbangun sudah ada aturannya dengan waktu yang telah di tentukan.
Azura sedang bergelut dengan bahan-bahan masakan, di dapur. Ia menyiapkan sarapan dan bekal untuk makan siang suaminya saat kerja nanti. "Sayang..." Panggil Gus Abyan di ruang makan.
"Di dapur, Gus."
Langsung saja Gus Abyan menemuinya. "Lagi ngapain?" tanyanya.
"Lagi masak."
"Masak apa sayang?" tanya Gus Abyan seraya mengancingkan lengan bajunya.
"Masakin sarapan buat kamu."
"Wah, wanginya enak sekali," ucap Gus Abyan sembari memeluk Azura dari belakang. Azura masih merasa canggung ketika Gus Abyan menyentuhnya. Terlihat rambut Gus Abyan yang basah, karena habis wudhu dan salat duha.
"Maaf Gus." Azura mengibas pelukannya dengan perlahan.
"Aku boleh cobain gak?"
"Boleh, Gus." Gus Abyan menyicipi masakan yang di masak Azura.
"Gimana Gus? Masih hambar?"
"Hmm..."
"Kenapa Gus?"
"Enak, sayang."
"Beneran?" Azura sedikit tidak percaya, bisa jadi Gus Abyan membohonginya lagi.
"Iya, enak kok," batin Azura, ia pun menyicipinya.
"Enak kan?" tanya Gus Abyan.
"Yaudah, Gus tunggu di sana aja. Aku siapin dulu." Azura meminta Gus Abyan menunggu di kursi ruang makan. Dan Gus Abyan menurutinya.
Semua orang rumah keluar dari kamarnya dan menuju ruang makan. "Wangi banget aromanya, siapa ini yang masak?" tanya Pak Kiai.
"Siapa lagi kalau bukan istri aku yang paling cantik." Gus Abyan memujinya.
Pak Kiai langsung mengerti ucapan dari Agus Abyan barusan. "Kayaknya enak nih," ucap pak kiai.
"Silakan dimakan," ujar Azura.
"Kok lo yang masak sih. Kan ada Mbok Ratna," sahut Tasya dengan memutarkan bola matanya.
"Gapapa, aku minta ke Mbok Ratna biar aku aja yang masak," balas Azura.
"Shut." Pak Kiai tidak suka dengan sikap Tasya yang selalu sinis kepada menantunya.
"Awas aja ya masakan lo ga enak," sinis Tasya.
"Tasya! Bicara yang sopan sama Kakak ipar kamu," tukas Gus Abyan.
"Tasya!" sentak Pak Kiai.
Tasya menyeringai dengan rasa angkuhnya. "Sorry ya, dia bukan kakak ipar aku," balas Tasya.
Gus Abyan menarik nafas, asiknya yang satu ini memang keras kepala dan kurang dalam etikanya. "Udah Gus, gapapa," sahut Azura.
Bu Farida dan Hasna hanya melihat sedikit kegaduhan ini. Tanpa berlanjut panjang, semuanya memakan masakan Azura. "Enak," ucap Pak Kiai.
Azura tersenyum, pak Kiai memuji masakannya. "Tuh, kan aku gak bohong." Gus Abyan berbisik di telinga Azura.
Gus Abyan berangkat kerja dan Azura memasukkan bekal makanan di dalam tasnya. Sebelum berangkat, Gus Abyan mencium kening istrinya, begitu pula Azura ia mencium tangan suaminya itu. Mulai hari ini Azura ditugaskan oleh Pak Kiai untuk mengajar santri, Azura di beri jadwal mengajar santri setiap pukul delapan pagi, dan dilakukannya setiap hari. Hasna dan Tasya beraktivitas seperti layaknya santri, ikut mengaji dan lainnya. Sedangkan Bu Farida bertugas menjaga kantor pesantren, perihal keuangan pondok, dan mengelolanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Hati Azura (END) TERBIT
Ficção AdolescenteGadis anggun dan juga cantik. Bernama Azura Nafeeza Syakila, nama yang indah begitu juga dengan rupanya. Dikenal sebagai Santri primadona. Azura dibingungkan oleh ketiga lelaki yang berniat ingin menikahinya. Salah satu diantara ke tiga hati itu, ha...