Bab 25. Dilamar Gus Abyan

181 10 0
                                    

~Carilah ia yang baik agamanya, bukan pada parasnya yang menawan~


"Bagaimana jawabannya nak Azura?" tanya Pak Kiai, setelah Azura kembali dari kamar karena memikirkan jawabannya.

"Sebelumnya saya ingin bertanya kepada Gus Abyan, apa alasan Gus Abyan memilih saya untuk dijadikan istri Gus. Dan sejak kapan Gus Abyan mempunyai rasa kepada saya?" Azura melontarkan pertanyaan.

"Saya memilihmu karena saya yakin, kamu wanita yang baik dan salehah. Dan rasa ini muncul saat pertama kali saya bertemu kamu. Perlu kamu ketahui bahwa lamaran ini bukan atas suruhan Abi, melainkan saya sendiri sudah mempunyai niat ini sendiri, dan kebetulan Abi pun mempunyai niat yang sama," jawab Gus Abyan.

"Waktu pertama ketemu? Berarti saat Gus menolongku dari penjahat itu?"

"Iya, saya tidak tahu mengapa rasa ini muncul, bahkan tanpa sebab. Allah telah menaruh rasa ini kepada saya, maka dari itu saya ingin menjaganya dan membawa kepada jalan yang semestinya, yaitu melamar dan menikahi kamu."

Percakapan Azura bersama Gus tidak saling bertatap-tatapan, keduanya mengalihkan pandangan, agar tidak terjadinya saling pandang.
"Tapi saya tidak punya apa-apa, bahkan sepertinya saya jauh dari perempuan idaman, apalagi bersanding dengan seorang Gus."

"Kita jangan melihat seseorang dari pangkat nya, atau keelokan parasnya. Dan soal perempuan idaman, saya hanya ingin mempunyai istri salehah dan taat. Dan saya tidak mau memberatkan wanita untuk mati-matian agar menjadi sesosok idaman."

"Kita banyak perbedaan Gus, kalau kita tidak cocok bagaimana?"

"Semua orang diciptakan berbeda-beda untuk bisa mengenal satu sama lainnya. Allah pernah berfirman bahwasannya Allah menciptakan manusia itu dengan berpasangan-pasangan, adapun kekurangan itu untuk saling menyempurnakan."

"Kalau saya jauh dari kriteria Gus, bagaimana?"

"Menurut saya itu tidak terlalu penting, bagi saya cukup wanita baik dan taat. Dan mau untuk dibimbing. Tidak ada jalan yang terbaik bagi orang yang sedang jatuh cinta, kecuali pernikahan sebagai jalan satu-satunya."

"Azura mau jujur, Azura belum mempunyai rasa yang sama seperti Gus."

Gus Abyan tersenyum simpul. "Allah maha membolak balikan hati manusia. Menikahi orang yang dicintai itu adalah sebuah keharusan, tapi mencintai orang yang kita nikahi adalah sebuah kewajiban. Cinta akan datang dengan seiringnya waktu, dan Allah tidak akan sembarangan menaruh rasa ini jika tanpa adanya sebab."

"Oleh sebab itu, rasa yang telah Allah berikan kepada saya, suatu bentuk yang harus saya jaga dan cara menjaganya itu dengan menghalalkan rasa ini dalam ikatan pernikahan," sambung Gus Abyan.

"Jika nanti saya menjadi istri Gus, ketika saya melakukan kesalahan, apakah Gus akan memukul saya? Dan seperti apa bimbingan Gus untuk istri  Gus nanti?" tanya Azura, meski Gus Abyan seorang Gus namun Azura perlu menanyakan beberapa hal lain untuk kedepannya.

"Bukan memarahi, tapi lebih tepatnya menasihati dan membimbingnya. Soal memukul itu bukan jalan yang terbaik untuk mendidik, dan suatu kekerasan itu harus dihindari."

Setelah beberapa percakapan Azura bersama Gus, semuanya hanya terdiam. Mendengarkan dan menyimaknya. Jawaban Gus Abyan begitu tertegun, sehingga Azura merasa yakin untuk menerima lamarannya, meski dirinya belum mempunyai rasa.

Kini Azura tidak lagi memberikan pernyataan. Dia rasa itu semua sudah cukup. Kemudian Pak kiai menanyakan kembali jawaban apa yang Azura berikan. "Ada lagi yang mau ditanyakan?"

"Nggak ada, Pak kiai."

"Baik kalau begitu, bagaimana jawaban nak Azura terhadap lamaran dari Gus Abyan?" tanya Pak Kiai.

"Bismillahirrahmanirrahim, insyaallah saya menerima lamaran Gus Abyan."

"Alhamdulillah" jawab serentak.

"Tapi ada satu syarat," ucap Azura.

"Apa itu?" tanya Bu Farida. Yunita hanya mengernyitkan alis,merasa heran mengapa Azura meminta syarat kepada Gus Abyan. Padahal Gus Abyan ini lelaki saleh, tidak perlu ada yang diragukan lagi.

"Saya ingin Gus Abyan beri'tikaf di masjid, seberapa lama waktu Gus bisa Istiqomah dalam beri'tikaf tersebut. Sehari? Dua hari? Atau bisa lebih dari sepuluh hari? Nanti beri saya catatan hasilnya."

"Hanya itu?" tanya Gus Abyan, dirinya tidak meremehkan syarat yang diberikan Azura. Ia hanya memastikan apakah selain itu masih ada syarat yang lainnya.

"Keberatan? Tapi kalau Gus mampu, pasti sebulan beri'tikaf di masjid bukan hal yang berat kan?" tanya Azura sedikit menantang Gus Abyan.

Gus Abyan tersenyum tidak merasa tersinggung atas ucapan Azura. Ia merasa senang ternyata Azura semenantang ini. Gus Abyan merasa ia tidak salah pilih untuk menjadikan Azura sebagai istrinya.

"Baik, saya akan menyanggupinya. Kalau boleh tahu, apa alasan kamu memberikan syarat itu?" tanya Gus Abyan.

"Karena, saya ingin sebelum Gus Abyan yakin kepada saya. Gus Abyan tetap harus mendekatkan diri kepada Allah, berdoa meminta yang terbaik. Saya tidak mau membuat Allah cemburu jika Gus Abyan menduakan cinta Allah kepada hambanya. Maka dari itu Gus harus meminta kelapangan hati, meminta keridhoan kepada Allah dalam niat baik Gus terhadap saya," jawab Azura dengan mantap.

"Maasyaaallah"

"Tapi Gus Abyan melakukannya harus ikhlas karena Allah ya. Jangan karena saya," tegas Azura.

"Saya tidak salah pilih untuk menjadikan Azura sebagai menantu," sahut Pak Kiai dengan takjub.

Yunita hanya tersenyum, terharu mendengar putrinya yang benar-benar salehah, dan sebijak itu. Begitu juga Bu Farida, ikut senang mendengarnya.

"Kalau gitu, diterima ya Bu... Bawaan dari kami ini," ujar Bu Farida dengan menyerahkan beberapa bawaan yang sebagai bentuk seserahan.

"Bagaimana kalau soal mahar, dan tanggal untuk pernikahan bisa kita bicarakan di lain waktu saja?" Yunita berpendapat seraya melirik Azura untuk persetujuannya.

"Boleh," balas Pak Kiai.

"Memangnya kenapa Bun?" bisik Azura.

"Gapapa sayang, biar kita juga bisa saling mempertimbangkan dulu masing-masing, setelah itu baru kita bahas dengan kedua pihak," balas Yunita dengan bisikan.

"Kalau begitu kami pamit pulang. Nanti kita bicarakan lagi untuk kedepannya," ucap Pak Kiai.

Kemudian mereka bersalaman, dan mengantar Pak Kiai sekeluarga sampai gerbang rumah. Dan mobilnya mulai melaju, Gus Abyan yang menyetirnya.

Yunita menutup pintu, Azura hendak menuju kamar tetapi lengannya di tarik oleh Yunita. "Eh mau kemana."

"Mau ke kamar, Bun."

"Bunda seneng sama jawaban kamu, Ra. Alhamdulillah kamu nggak ngecewain Bunda. Jawaban kamu udah tepat kok sayang. Bunda setuju, apalagi kamu menikah dengan Gus Abyan."

"Bunda beneran? Kemarin-kemarin  Bunda kayak setuju kalau aku sama Jefran, sekarang setuju kalau aku sama Gus Abyan, gimana sih Bunda, gak konsisten sama pilihannya," gurau Azura.

"Bukan gitu, sayang. Bunda kan pengen yang terbaik buat kamu. Nah Gus Abyan ini sudah tampan, saleh, Bunda yakin sama dia. Siapa coba yang mau menolak lamaran dari Gus Abyan."

"Iya deh. Azura senang kalau Bunda juga ikut senang. Semoga pilihan Azura ini yang terbaik. Doain Azura ya, Bun."

"Iya, sayang."

Lentera Hati Azura (END) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang