Bab 36. Gosip

168 9 0
                                    

~Orang yang membicarakan kita sebenarnya dia yang tidak mengetahui sepenuhnya tentang kita. Mudah sekali baginya mengolok-olok, dengan penilaian sebelah mata~

Sudah sebulan pernikahan Gus Abyan dengan Azura. Semua berjalan dengan semestinya, dipenuhi dengan keharmonisan.

"Parah banget ya, padahal suaminya udah jatuh cinta sepenuhnya. Baik banget, perhatian, dan romantis. Tapi masa sih, istrinya kayak gitu," celetuk Fitri di kantin pesantren.

"Iya, gak nyangka kirain solehah kayaknya solehot deh, hahaha," sahut Rindi.

"Kalau aku jadi istrinya, aku bakal bersyukur, dan ngerasa jadi perempuan yang paling beruntung punya suami kayak Gus Abyan," tukas Titi. Mereka bertiga menggosipkan rumah tangga Gus Abyan dengan Azura.

"Kurang apa coba Gus Abyan, ganteng iya, soleh iya, seorang Gus lho," sahut Rindi.

"Itumah istrinya aja yang gak tahu diuntung. Udah hidup enak, suaminya suka ngasih ini itu. Tapi istrinya masih suka ke cinta pertamanya, tahu gak Fahrul angkatan kemarin itu lho..." ucap Rindi.

Mereka asik dengan pembicaraannya, karena mereka bertiga adalah geng nya Tasya. Setiap ada berita baru, pasti digosipkan. "Terus, katanya sampai sekarang dia belum mau di sentuh sama suaminya," kata Titi.

"Memangnya Gus Abyan gak sakit apa yah? Keromantisannya hanya sepihak. Gus Abyan yang selalu romantis, tapi Azura? Di sentuh aja belum mau," ucap Fitri.

"Hahaha"

"Astaghfirullah, aneh-aneh aja. Aku kira dia bakal jadi istri Solehah. Nyatanya kok gitu," sambung Titi.

Azura yang sedang melewatinya, terdengar begitu jelas di telinganya. Sedikit ia melirik ketiga orang tersebut. "Shut, eh ada orangnya," bisik Fitri.

Azura tidak mau mendengarnya lebih dalam, ia mencepatkan jalan nya, pulang ke rumah. "Apa yang dikatakan mereka itu benar," batin Azura.

Hasna keheranan, melihat Azura yang berjalan begitu cepat melewati ruang tamu. "Teh..." Hasna memanggilnya.

Pintu ditutup kencang oleh Azura, ia menangis di dalam kamar. Hasna mengetuk pintu kamar Azura, melihat kondisi kakak iparnya, yang sepertinya tidak baik-baik saja. "Teh... Aku boleh masuk nggak?"

Azura menghentikan suara tangisannya. Air matanya ia hapus, menggunakan hijabnya. "Iya," balas Azura.

"Teteh kenapa? Kok nangis?" tanya Hasna, lalu duduk disampingnya.

"Gapapa kok."

"Aku tahu, teteh habis nangis. Cerita sama aku, ada apa?"

Azura sedikit terdiam, sekarang tidak ada lagi baginya untuk bercerita kepada siapapun. "Teh, kalau ada apa-apa cerita. Aku senang bisa jadi tempat cerita buat teteh."

"Na, aku gak pantes ya buat Gus Abyan?" tanya Azura.

"Lho, kok teteh ngomongnya gitu sih," jawab Hasna serta menyusut air mata Azura yang masih berjatuhan.

"Aku buruk, dan gak pantes jadi istri kakak kamu, Na," lagi-lagi Azura mengatakan hal serupa.

"Shut, jangan ngomong gitu, Teh."

Kemudian Azura menceritakan tentang gosip atas rumah tangganya. Reaksi Hasna mendengar itu tidak terkejut sama sekali, sepertinya ia sudah mengetahui gosip ini.

"Kok kamu diem aja," ucap Azura.

"Maaf ya Teh, sebenarnya aku udah tahu. Banyak santri yang membicarakan hal ini, kayaknya gosip ini udah tersebar."

Azura mengernyitkan alisnya. "Jadi kamu udah tahu gosip ini?"

"Iya Teh, tapi aku gak kayak mereka kok. Aku gak nilai teteh sejelek itu. Aku yakin teteh gak mungkin seperti itu."

"Kenapa kamu seyakin itu? Apa yang mereka katakan benar kok," ucap Azura.

"Maksud teteh?"

"Gus Abyan mencintai aku, tapi aku belum mencintainya, itu benar. Aku belum mau di sentuh Gus Abyan, itupun benar. Dan aku masih terlalu mendambakan cinta pertamaku, Fahrul, itu juga benar."

"Jadi itu semua benar?"

"Iya benar, tapi berbeda dengan sekarang. Kalau dulu aku belum mencintai Gus Abyan, tapi sekarang aku sudah benar-benar mencintainya. Dulu Fahrul selalu yang aku cintai, tapi sekarang udah aku hapus rasa itu dalam-dalam. Sekarang suami aku itu Gus Abyan, gak ada alasan buat gak cinta sama dia. Ternyata benar, cinta akan datang dengan sendirinya, dan itu nyata, sekarang sudah terjadi."

"Kalau gitu kenapa teteh harus nangis, ngedengerin omongan mereka."

"Aku sedih aja, mereka menilai ku seperti itu. Aku sadari yang mereka katakan itu benar. Dan karena ucapan mereka membuat aku tertampar, Gus Abyan itu jauh lebih baik dari apapun, Sudah seharusnya aku memperlakukannya dengan baik pula."

"Sini, Teh. Peluk..." Hasna memeluknya, untuk menegarkan kakak iparnya.

"Udah ya. Teteh jangan nangis lagi, aku bakalan cari tahu siapa yang pertama kalinya menyebarkan gosip ini."

Lalu Hasna melepaskan dekapannya, ia merasa badan Azura begitu hangat. "Lho, badan teteh panas. Teteh sakit ya..." Hasna menaruh tangannya di kening Azura.

"Enggak."

"Teteh harus istirahat, aku kabarin Gus Abyan ya, Teh."

"Jangan, gausah ya. Aku gak mau buat dia khawatir."

"Udah teteh berbaring aja, jangan kemana-mana. Aku ambilkan kompresan dulu buat teteh."

Hasna pergi ke dapur membawa air hangat didalam wadah, dan kain untuk mengompres Azura. Ia mengecek-ngecek tempat biasanya obat ditaruh. Dan ternyata obatnya tidak ada.

"Aku cari obat, tapi gak ada. Kayaknya belum nyetok obat lagi. Jadi, tadi aku telpon A Abyan buat beliin obat," ucap Hasna setelah kembali dan membawakan kompresan.

Azura melepaskan hijabnya, agar memudahkan Hasna ketika mengompresnya. "Tadi A Abyan cemas banget pas aku kasih tahu teteh sakit," ucap Hasna.

"Kan, kata aku juga jangan sampai dia tahu," lirih Azura dengan lemas, dan wajahnya terlihat pucat.

Tring

Bunyi pesan masuk, Azura langsung mengambil handphonenya di atas meja dan membuka pesan tersebut.

Bunyi pesan masuk, Azura langsung mengambil handphonenya di atas meja dan membuka pesan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hasna melirik secara diam-diam, ia ingin ikut membaca pesan dari Gus Abyan. "Hmm, perhatian. So sweet banget ya suaminya..." Ucapan Hasna membuat Azura tersenyum-senyum malu.

Lentera Hati Azura (END) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang