Bab 32. Hambar

192 5 0
                                    

~Lelaki sejati bukan ia yang mencari istri sholehah, akan tetapi ia mampu mensholehakan istrinya~



Gus Abyan sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja. Ia berpamitan kepada istrinya. Ia mengenakan baju kemeja berwarna cream. "Sayang, aku berangkat kerja dulu ya," ucapnya.

"Kerja?" tanya Azura, karena belum tahu pekerjaan Gus Abyan.

"Iya, aku udah kerja. Semenjak aku pulang ke Indonesia aku bikin toko hijab, gak jauh kok dari sini. Alhamdulillah, karyawanku juga sudah lumayan banyak."

"Alhamdulillah, semoga dilancarkan ya Gus. Aku bantu doa."

"Iya, kamu diam aja ya di rumah. Jangan kemana-mana."

"Gus aku mau ngomong, tadi..."

"Udah ya, aku mau berangkat sekarang," Gus Abyan memotongnya, seperti ia mengetahui apa yang akan Azura katakan.

"Tapi, Gus..."

"Kalau kamu perlu apa-apa, atau nanti kepengen nitip makanan. WhatsApp aku aja ya, nanti sepulang kerja aku belikan."

"Baik, Gus." Azura mencium tangan suaminya. Lalu, Gus Abyan mencium keningnya.

"Hati-hati ya, Gus."

Gus Abyan langsung pergi, dengan mengendarai mobilnya. Datang Mbok Ratna dan meledek Azura dengan candaannya.

"Ehem, hati-hati ya sayang. Harusnya begitu, neng."

"Mbok..." rengek Azura.

"Kok manggilnya masih Gus, bukan sayang?" tanya Mbok Ratna.

"Hmm... Gapapa Mbok."

"Gus Abyan aja manggil neng Azura, sayang. Masa gak di bales lagi panggilan sayangnya."

Azura menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dan merapikan piring bekas sarapan tadi. "Gapapa, biar bibi aja yang beresin semua, neng Azura ke kamar aja ya," pinta Mbok Ratna.

"Aku aja Mbok, yang beresin."

"Lho, kok yang piring ini gak habis. Tapi piring bekas Gus Abyan, habis sampai gak tersisa sedikitpun. Ini yang gak dihabisin, piringnya neng Azura ya?" tanya Mbok Ratna.

"Hehe, iya Mbok."

"Kenapa gak dihabisin?"

"Mbok cobain deh rasanya."

Langsung saja Mbok Ratna menyicipi nasi goreng itu. "Kok gak ada rasanya ya."

"Makanya, Mbok. Gak enak kan? Tapi Gus Abyan ngabisin semuanya, dia bilang enak. Aku yakin, pasti dia bohong, pengen ngejaga perasaan aku."

"Ya bagus dong, Gus Abyan itu orangnya baik, gak banyak neko-neko. Perhatian, juga penyayang." Mbok Ratna menjelaskan semua sikap Gus Abyan, sekian lama Mbok Ratna bekerja di sini, tidak pernah melihat keburukan Gus Abyan. Orangnya peramah, membantu Mbok Ratna ketika sedang membutuhkan pertolongan, baik urusan pribadinya ataupun tentang keluarganya di kampung.

"Makasih ya, Mbok. Udah ceritain semuanya."

"Iya. Kalau gitu, saya mau ke dapur dulu."

***

Pengajian telah selesai, Pak Kiai beserta Tasya dan Hasna sudah kembali ke rumah. Pak Kiai ada acara di luar, sehingga beliau diantar oleh supir untuk pergi keluar. Tasya dan Hasna menghampiri Azura yang hendak berjalan menuju kamar.

"Teh, selamat ya. Sekarang Teh Azura udah jadi kakak ipar aku," ucap Hasna dengan sumringah.

"Teteh juga senang, punya adik ipar yang cantik-cantik seperti kalian."

Sedari tadi Tasya hanya sinis. Dirinya antara setuju dan tidak setuju, atas pernikahan mereka. Setuju, karena Fahrul tidak dimiliki Azura, dan tidak setujunya karena Azura menjadi kakak ipar nya. Apalagi satu atap dengannya, wanita yang paling ia benci.

"Aku ke kamar dulu ya, Teh," ucap Hasna.

Tasya maju satu langkah, berhadapan dengan Azura. "Bagus deh lo nikah sama Gus Abyan. Jadi, Fahrul bakal jadi milik gue," ucap Tasya.

"Memangnya Fahrul mau sama kamu?" tanya Azura, tidak bermaksud menyinggungnya, ia hanya mengatakan apa yang ingin dikatakannya.

"Udah lah ya. Sekarang lo bukan saingan gue lagi. Tapi, gue gak bakal anggap lo Kakak ipar gue. Meskipun semua orang di rumah ini nerima lo, tapi gue enggak ya!"

Azura tidak terlalu menanggapi ucapan Tasya. Karena selama ini Tasya begitu tidak menyukainya, dan sampai kapanpun pasti akan selalu seperti itu. Namun, itu hak dia. Bagi Azura, penilaian dari orang lain tidak begitu penting. Kita tidak harus memaksa orang lain untuk menyukai kita, hak dia untuk menyukai atau membenci kita. Dan jangan sampai terlena atas penilaian manusia. Itulah yang Azura prinsipkan dalam hidupnya.

Azura memilih berdiam diri di kamar, setelah merapikan semuanya dan mencuci baju. Ia bingung harus melakukan apa lagi. Semua orang di rumah sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ia hanya menunggu kepulangan Gus Abyan, dengan membaca buku di kamar.

"Fahrul sama Jefran kok gak dateng di pernikahan aku sih," batin Azura setelah membaca beberapa halaman buku yang ia pegang.

"Aku kan mengundangnya, jangan-jangan mereka jadi benci sama aku atas penolakan itu."

Dari pada Azura terus-terusan memikirkan hal yang tidak penting bagi dirinya, ia melanjutkan untuk membaca buku sampai halaman terakhir.

Lentera Hati Azura (END) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang