~jangan terlalu tinggi menggantungkan harapan~
Selama ini Fahrul menyembunyikan rasa kepada Azura, dirinya tidak berani untuk mengungkapkan dan memilih untuk memendamnya. Tetapi, kali ini ia mencoba untuk menyatakan perasaannya. Diterima atau tidaknya, bukan menjadi patokan untuk berhenti mencintai. Namun ternyata kenyataan tidak sesuai dengan ekspektasinya.
"Kedatangan saya ke sini yaitu ingin mengkhitbah Azura," ucap Fahrul lantang.
Azura menoleh ke arahnya, bola matanya membesar, ia terkejut dengan ucapan yang keluar dari mulut Fahrul.
Umay dan Ridwan tersenyum, menanti jawaban indah yang keluar dari Azura. "Iya, makanya kita berdua sengaja bantu Fahrul buat antar ke sini," ujar Umay.
"Kamu kesini kenapa enggak sama orang tua aja?" tanya Yunita kepada Fahrul.
"Orang tua saya sudah meninggal, saya yatim piatu. Saya tinggal bersama paman, kebetulan paman saya hari ini sedang keluar kota. Jadi, Ridwan dan Umay yang berinisiatif untuk mengantar saya," ucap Fahrul dengan tertunduk.
Mendengar ungkapan dari Fahrul semua orang trenyuh, dan merasa iba. Yunita merasa tidak enak hati, atas pertanyaannya. Ternyata Fahrul sudah tidak punya lagi kedua orang tua.
"Kamu mencintai putri saya?" tanya Yunita.
"Iya, Bu. Sudah lama saya menyimpan perasaan ini. Selama di pesantren saya gak berani untuk mengungkapkannya. Saya berniat ingin langsung melamar Azura saja, ketika sudah kelulusan santri. Dan sekarang saatnya, untuk saya ungkapkan rasa ini. Apakah Azura bersedia menerima lamaran saya?"
Azura merasa pilu, seseorang yang ia cintai ternyata memiliki perasaan yang sama juga. Mereka saling mencintai, tapi tidak ada dari salah satunya yang berani untuk mengungkapkan. Kini sudah terlanjur, karena Azura sudah menerima pinangan dari lelaki lain. Maka, dirinya tidak bisa menerima lamaran dari Fahrul, meski yang dicintainya adalah ia.
Yunita merasa dibingungkan oleh ketiga lelaki ini. Jefran adalah masa lalunya, Fahrul seseorang yang di cintainya, dan Gus Abyan adalah lelaki yang sudah diterima lamarannya, dan akan menjadi istrinya. Ketiganya sama-sama mencintai Azura, dan melamar Azura diwaktu yang berbeda.
"Tapi, sebelum Azura menjawabnya, kamu harus bersedia menerima apapun jawaban yang Azura berikan," pinta Yunita.
"Baik."
"Azura pengen ngungkapin dulu semuanya. Hmm, aku mau jujur sama kamu. Sebenarnya dari dulu aku juga menyimpan perasaan yang sama. Nama kamu yang selalu aku langitkan beserta harapan-harapanku. Nama kamu juga, yang selalu aku tulis di dalam buku diary. Ternyata kita adalah dua insan yang saling memiliki rasa, namun tak ada keberanian untuk saling mengutarakannya." Hati Azura merasa tersayat ketika mengungkapkannya, karena pengungkapan ini tidak akan bisa membuatnya bersatu dengan yang sang di cinta.
Wajah Fahrul begitu penuh dengan pengharapan, tetapi setelah mengetahui jawaban yang kini Azura beri, wajahnya berubah menjadi murung dan menjadi lesu.
"Tapi aku gak bisa nerima lamaran kamu.""Kenapa, Azura?" tanya Fahrul.
"Gus Abyan telah melamar ku lebih awal. Dan sebentar lagi pernikahan kami akan segera dilaksanakan."
Hal itu membuat Fahrul melemas. Tidak menyangka Azura sudah ada yang melamar, terlebih lagi orang itu adalah Gus Abyan. Cinta Fahrul harus kandas di sini, merelakan sang pujaan bersanding dengan pria lain. Ternyata tidak semua harapan harus menjadi kenyataan. Adakalanya dia hanya bisa menjadi angan.
"Gus Abyan?" tanya Umay terpukau.
Lalu Azura dan Yunita menceritakan semuanya. Dan memberitahu kedatangan Pak Kiai, berniat melamar Gus Abyan dengan Azura. Dan meminta keikhlasan kepada Fahrul, agar merelakan Azura bersama Gus Abyan. Fahrul mencoba berlapang dada, menerima kenyataan. Karena mencintai tidak harus memiliki, dan cinta yang paling ikhlas adalah merelakannya untuk bersama orang lain.
"Sejak dari itu, aku mulai untuk menghapus rasa aku ke kamu. Dari pada aku terhanyut dalam sebuah harapan yang semu," kata Azura.
"Maafkan aku yang terlambat untuk mengatakannya. Andai saja aku tidak menunda-nunda, mungkin hal ini gak akan terjadi. Dan cinta kita bisa bersatu," balas Fahrul.
"Jangan mengandaikan sesuatu yang kita gak tahu bakal terjadi atau tidaknya, karena hal itu akan membuatmu sakit, dan terlena dalam sebuah harapan."
"Aku tidak pernah menyesali bahwa aku pernah mencintaimu, Azura. Aku akan mengikhlaskan kamu dengan Gus Abyan, meski hal ini membuatku perih. Aku akan belajar merelakan mu, Azura..." lirih Fahrul dengan senyuman.
"Semoga kamu bahagia, ya..." Fahrul menyambungkan perkataannya.
Azura membalasnya dengan senyuman tulus, kata maaf dan terima kasih terucap dari mulutnya. Ia merasa lega, selama ini cintanya terbalaskan, walau tidak bisa bersamanya.
"Walaupun kamu nggak bisa Nerima lamaran aku, tapi aku minta kamu jangan tolak bunga ini dari aku." Fahrul meminta Azura agar menerima bunganya, meski tidak bisa menerima lamarannya.
"Kalau gitu kami pamit pulang," ucap Fahrul.
"Lho, kok sebentar. Di sini aja dulu," sahut Nadira.
"Fahrul, yang sabar ya," bisik Umay.
Fahrul terperanjat sari sofa dan langsung berpamitan, diikuti oleh Umay dan Ridwan.
"Maaf ya, nak. Kalian hati-hati di jalan..." kata Yunita. Kemudian mereka mengucapkan salam, dan meninggalkan rumah Azura.
"Nad... Ternyata selama ini Fahrul juga suka sama aku?! Kenapa harus sekarang hak ini terungkapnya," pelik Azura.
"Jadi kamu ngerasa nyesel udah nerima lamaran Gus Abyan?" tanya Nadira.
"Eng-ga"
"Ko gugup gitu sih. Jangan kamu sesali apapun yang nggak bisa terjadi. Bisa jadi hal itu memang yang terbaik buat kamu, dan bisa jadi yang kamu harapkan itu belum tentu yang terbaik."
"Iya, Nad. Kan aku udah bilang ke kamu, sekarang aku udah gak ada rasa lagi sama Fahrul. Dan aku bakal fokus ke Gus Abyan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Hati Azura (END) TERBIT
Roman pour AdolescentsGadis anggun dan juga cantik. Bernama Azura Nafeeza Syakila, nama yang indah begitu juga dengan rupanya. Dikenal sebagai Santri primadona. Azura dibingungkan oleh ketiga lelaki yang berniat ingin menikahinya. Salah satu diantara ke tiga hati itu, ha...