Hari Senin kamu kembali tidak masuk sekolah karena demammu belum turun. Seharian yang kamu lakukan hanya berada di kamar dan beberapa kali memeriksa roomchat Eric. Tidak ada pesan baru, kamu membaca pesan lama kalian, dan menangis lagi.
Rasanya sangat kosong. Tidak ada PAP random yang biasa dikirim Eric dengan caption yang membuatmu tertawa. Tidak ada lagi pagi-pagi telepon cuma karena ingin mendengar suaramu. Tidak ada juga yang videocall menemanimu belajar di malam hari. Eric seperti menghilang, kalian seperti tidak pernah kenal.
Menghela napas, kamu meletakkan ponsel di atas nakas, lalu berdiri dan berjalan menuju meja belajar. Kamu tidak ingin membuka buku pelajaran, nanti malah pusing. Yang kamu lakukan adalah menarik sketchbook dan membuka halaman terakhir, ada gambar yang belum kamu selesaikan.
Kamu masih menggambar sketsanya, jadi belum terlihat jelas. Keningmu berkerut, beberapa kali kamu menyipitkan mata berusaha mengingat- ini gambar siapa, ya?
Pasalnya, kamu ingat sedang menggambar foto terbaru yang dikirim Eric, tapi yang di gambar ini bukan Eric.
"Jeno?" gumammu, lalu buru-buru mengambil ponsel untuk memeriksa foto yang mirip dengan gambar ini.
Benar saja, ini adalah gambar Jeno yang kamu ambil ketika berada di ruang seni. Dia sedang duduk bersandar sambil memejamkan mata, dan kamu memotretnya diam-diam. Kalau Jeno tahu, pasti dia marah.
Kamu memerhatikan sketsa itu lagi dengan kening masih berkerut, kalau teman-temannya dulu yang melihat pasti yakin ini gambar Eric. Tapi kalau kamu menunjukkan ke Haechan atau yang lain, pasti mereka langsung bilang ini Jeno.
Kalau dipikir-pikir, mereka memang memiliki beberapa kemiripan. Mulai dari rahang yang tegas, sampai hidung mancungnya. Pantas saja kamu merasa familiar saat pertama kali menggambar Jeno, ternyata karena sering menggambar Eric jadi seperti template saja.
Ah, ya, bukankah manusia memiliki 7 kembaran di dunia? Mungkin struktur wajah Jeno dan Eric kebetulan sama.
Lagi, kamu teringat Eric. Dia sedang apa, ya, sekarang? Sekarang jam istirahat, dia main futsal atau makan di kantin, ya? Biasanya Eric akan meluangkan waktu untuk menelepon, tapi sekarang tidak.
"Eric?" pekikmu reflek karena ponselmu berbunyi, ada panggilan masuk. Tapi bahumu langsung melemas begitu nama Jihoon yang terpampang di sana. Cowok itu videocall, pasti ingin meledek wajahmu yang sembab karena kebanyakan menangis ini.
"Lo sakit?" Itu adalah kalimat pertama yang dia ajukan begitu kamu mengangkat panggilannya. "Y/n?"
"Iya," jawabmu lemas. Kamu menarik phone holder dan meletakkan ponselmu di sana, sementara kamu mulai melanjutkan sketsa yang belum rampung itu.
"Kali ini karena apa?" tanyanya.
"Karena kecapekan, lo tau gue lemah," jawabmu tanpa mau menatapnya.
"Y/n, lihat gue."
"Apa, sih?"
"Gue mau tau seberapa parah mata bengkak lo," katanya.
Gerakan tanganmu terhenti, kamu melirik ponsel. Di sana terpampang wajah serius Jihoon yang tidak biasa kamu lihat. Biasanya muka seserius itu hanya keluar saat dia sedang mode pengurus OSIS menjalankan tugas ketertiban saja.
"Biasa aja."
"Lo nggak perlu nutupin apapun dari gue, Y/n."
"Nutupin apa, sih, Ji? Jangan ngelantur, deh."
"Eric mutusin lo?"
Bukan hanya berhenti menggambar, bahkan pensil di tangamu jatuh. Kamu menunduk, bahumu mulai naik turun dan terlihat gemetar. Jihoon yang melihatnya langsung menghela napas, dia tahu akan jadi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Tau - Eric Son [00L Imagine][SELESAI]✔
Fanfiction[IMAGINE PROJECT] "Yang aku tahu, Eric adalah laki-laki baik dan selalu mengerti aku." Start : 25-03-24 Finish : 04-07-24 ⚠️ Imagine ⚠️ Pasangan di cerita ini murni untuk kepentingan cerita ⚠️ Apa pun yang ada di dalam cerita ini adalah hasil imajin...