08.

162 36 6
                                    

Selamat membaca~

***

Setelah membayar, kamu buru-buru keluar dari gedung itu, tidak mau berlama-lama di sana karena Jeno malah memilih antre di sampingmu.

"Kenapa, sih, buru-buru?"

Kamu menoleh, kaget. Jeno yang tertinggal beberapa langkah kini berhasil menyejajarkannya lagi. Jeno benar-benar menggunakan kaki panjangnya dengan baik.

"E-enggak, kok," jawabmu tanpa menatapnya.

"Makasih," katanya. "Sketchbook gue ikut kebayar."

Kamu melirik totebag yang menggantung di tangan kananmu, baru sadar ada barang milik Jeno di sana. Kamu hanya mengangguk membalasnya.

"Mau langsung pulang?"

"Iya," jawabmu.

"Oke."

Kamu kira Jeno akan pergi duluan setelah kalian sampai di tempat parkir, tapi cowok itu malah menarik tanganmu secara tiba-tiba, dan membawamu mendekati sebuah motor besar berwarna hitam.

"E-eh, ngapain?" tanyamu, bingung.

"Pulang, lah, katanya langsung pulang," jawabnya, lalu memundurkan motor. "Minggir dikit."

Kamu bergeser sesuai kata Jeno, memerhatikan cowok itu sampai motor hitamnya berhasil keluar dari posisi parkirnya.

"Ayo."

Kamu mengerjap. "Gue?"

"Iya, masa mas-mas parkir di sana?" jawabnya. "Mau pulang nggak?"

"Eh? Enggak usah, gue naik taksi aja," tolakmu, sebenarnya masih bingung karena kejadian ini sangat tiba-tiba.

"Enggak ada taksi jam segini, udah pada pulang."

Jawaban Jeno membuatmu menunduk menatap jam di pergelangan tangan kiri, masih pukul 8 malam, yang benar saja sudah tidak ada taksi?

"Gue tau daerah sini, taksi enggak sampai jam delapan. Kalau ojek, ada malahan."

Kamu mendelik, kota ini agak aneh rupanya.

"Mau naik ojek? Gue, sih, enggak rekomendasi karena di sini banyak preman berkedok kang ojek dadakan. Sana naik ojek kalau mau diculik dijual ke om-om."

Kali ini kamu berjingkat, ngeri mendengar penuturan santai Jeno yang kini memakai helm fullfacenya. Nada bicara cowok itu terdengar tidak main-main.

"Jadi gimana? Mau bareng, nggak? Jangan lama-lama, Jihan di rumah sendiri."

Kamu berpikir beberapa saat, menimang-nimang. Kalau kamu menerimanya, mungkin kamu akan pulang dengan aman dan selamat. Tapi... apa ini benar? Kamu, kan, harus jaga hati.

Eh, emang cuma numpang bisa disebut tidak menjaga hati?

Tapi, Eric....

"Lama amat, sih?" Jeno menyalakan mesin motornya. "Gue tinggal, nih."

"Eh, ikut," ucapmu reflek. "Boleh, kan?"

"Kan, gue yang nawarin. Buruan, naik."

Kamu berjalan ke samping motor, lalu naik ke boncengan dengan berpegangan pada pundak Jeno. Cowok itu melirik untuk memastikan kamu sudah duduk dengan benar.

"Udah?"

"Iya," jawabmu. "Jangan ngebut, ya?"

"Yaah, mau gue ajak atraksi malah."

"Eh?"

Jeno terkekeh. "Pegangan."

"Iya." Kamu memegang bagian bekalang motor, tapi Jeno tidak kunjung menjalankan motornya.

Cukup Tau - Eric Son [00L Imagine][SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang