Kamu mengeluarkan sebuah kardus berisi tumpukan sketchbook lama milikmu, ada beberapa buku diary dan buku bacaan lama yang kamu simpan di sana.
"Mana, ya?"
Karena kamu suka menggambar sejak lama, kamu jadi punya banyak sketchbook yang isinya sudah penuh. Di antara tumpukan buku ini, kira-kira di mana buku yang kamu cari?
"Nyari apa, sih?" tanya Jihoon, datang sambil membawa mangkuk berisi buah yang sudah diiris kecil-kecil. "Gue nggak jadi pulang, diomelin sama Mama karena lagi hujan." Cowok itu menarik kursi belajarmu dan duduk di sana.
"Harusnya di sini."
"Apa?"
"Sketchbook," jawabmu tanpa menatapnya. "Sketchbook dari Eric."
Mendengar nama itu, Jihoon berhenti mengunyah. Dia meletakkan mangkuk buah itu ke atas meja belajarmu, lalu berdiri dan mendekatimu.
"Y/n."
Kamu tersentak kaget saat Jihoon tiba-tiba menarik bahumu hingga kamu berputar menatapnya. Kedua mata cowok itu menyorotkan kekesalan yang membuatmu makin bingung.
"Kenapa, Ji?"
Jihoon masih diam, hanya menatapmu, seolah kata-katanya tertahan. Ragu harus mengucapkannya atau tidak.
"Move on," katanya. "Buang semua hal tentang Eric."
"Ji?"
"Please, Y/n. Jangan nyiksa diri lo terus. Eric sama sekali nggak terpengaruh setelah kalian putus. Dia baik-baik aja."
Kamu menunduk. "Bagus kalau gitu."
Jawabanmu tentu membuat kening Jihoon mengerut, karena kamu seolah ikut bahagia mendengar bahwa Eric sudah melanjutkan hidupnya seperti tidak ada apa-apa. Padahal di sini, ada kamu yang masih berusaha menyusun kepingan perasaan yang telah dihancurkan cowok itu.
"Bodoh, ya?"
"Ji." Kamu menurunkan kedua tangan Jihoon dari pundakmu. "Gue tau lo khawatir, gue tau lo marah sama Eric. Tapi, Ji, gue beneran nggak apa-apa. Gue udah nggak mikirin itu. Bukannya wajar kalau sekali dua kali gue nangis karena kangen? Kami, gue sama Eric udah bareng dari lama. Perpisahan kami baru beberapa waktu lalu, bahkan gue masih ingat waktu Eric datang buat nurutin kemauan gue makan bakso. Masih ingat banget, Ji. Jadi tolong..." Kamu menjeda, mengambil napas karena dadamu mulai terasa sesak. "Mulai sekarang, jangan terlalu ikut campur urusan gue, ya?"
"Termasuk soal Dream Squad, gue berniat menjauh dari mereka. Setelah lomba, gue akan jaga jarak dari Jeno, Renjun, dan teman-temannya. Gue nggak akan ikut mereka ketemu anak-anak itu, dan Jihan... kalau Jihan, nggak bisa, gue masih mau main sama dia."
Tidak ada respons dari Jihoon, padahal kamu yakin cowok itu pasti setuju dengan keputusanmu untuk menjauhi Dream Squad. Mungkin saja tadi itu yang Jihoon dan Eric obrolkan.
"Jangan."
Kamu mengangkat wajah, menatapnya.
"Jangan menjauh dari Dream Squad."
Sekarang, giliran kamu yang tidak mengerti. "Kenapa?"
Jihoon menepuk kedua pundakmu, sorot matanya serius, begitupula nada bicaranya ketika berkata, "Di sini, gue percaya sama mereka, gue nitipin lo ke Jeno. Apapun yang terjadi, Jeno akan langsung ngabarin gue. Jadi, Y/n, jangan jauh-jauh dari mereka."
"Ha?!"
Jihoon gila, ya?!
***
Jihoon pulang setelah Subuh karena katanya ada rapat pengurus OSIS pagi ini, cowok itu benar-benar menginap dan tidur dengan lelap di kamar tamu setelah membuatmu kepikiran sampai hampir tidak bisa tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Tau - Eric Son [00L Imagine][SELESAI]✔
Fanfiction[IMAGINE PROJECT] "Yang aku tahu, Eric adalah laki-laki baik dan selalu mengerti aku." Start : 25-03-24 Finish : 04-07-24 ⚠️ Imagine ⚠️ Pasangan di cerita ini murni untuk kepentingan cerita ⚠️ Apa pun yang ada di dalam cerita ini adalah hasil imajin...