"Oh, ya?"
Kamu ingat dengan insiden hilangnya id card saat lomba itu, tapi lupa detail pastinya. Kalau Jeno tidak bilang, kamu benar-benar tidak akan tahu cowok yang menyelamatkan nasibmu saat itu adalah Jeno.
"Kenapa lo nggak bilang waktu pertama kali kita ketemu, sih?"
"Karena lo udah terlanjur denger kabar kalau gue adalah salah satu orang yang harus lo hindari selama di kota ini, bener?"
Giselle memang pernah mengatakannya, dan kamu juga pernah takut pada cowok itu dan teman-temannya. Tapi ternyata itu hanya berita dengan asal yang tidak jelas, mereka baik dan unik, walau kadang serem kalau marah.
"Seperti saat pertama kali kita ketemu di lomba itu, lo juga bikin gue bengong lama karena ternyata lo bisa bahasa isyarat dan bikin Jihan nyaman ngobrol padahal itu adalah pertemuan pertama kalian," kata Jeno. "Bahkan sama temen-temen gue aja, Jihan butuh waktu buat akrab."
"Kalau itu, gue belajar dari temen, sih. Lagian gue juga suka ngobrol sama Jihan, dari dulu emang pengen adek sih, hehe."
"Kelihat kalau lo suka anak kecil, semua anak di sekolah gratis yang biasa kita kunjungi juga langsung suka sama lo."
"Gue juga langsung suka sama mereka, seru. Kapan lagi ya kita bisa ke sana?"
"Nanti, nunggu habis ulangan."
Lalu kamu ingat kalau sebentar lagi sudah ujian tengah semester genap. Padahal rasanya kamu baru kemarin pindah, tapi sudah lewat tiga bulan ternyata.
"Ada lagi yang mau lo tau?" tanya Jeno.
Kamu tidak berpikir dia akan bertanya seperti itu, seolah membiarkanmu mengulik lebih dalam hal yang dia simpan selama ini. Tapi karena mendapat izin, kamu tidak mau melewatkannya.
"Jen, sebenernya sketsa lo yang itu... ada di gue," katamu, ragu. Mungkin saja Jeno sudah tahu.
"Yang mana?"
"Di foto itu, mirip."
Sepertinya dugaanmu salah, kening Jeno mengerut seperti sedang berpikir keras.
Kamu berdiri, memintanya menunggu sebentar. Secepatnya kamu pergi ke kamar dan mengambil sketsa yang kamu maksud, lalu kembali ke ruang tamu sambil membawanya.
Jeno masih menunggu dengan penasaran, bahkan saat menerima sketsa itu darimu.
"Ini... kenapa ada di lo?"
"Jadi lo nggak tau?"
Jeno menatapmu, dia menggeleng.
Kamu duduk, menghela napas sebelum menjawab, "Itu kado pertama yang dikasih Eric ke gue, bisa dibilang hadiah jadian kami."
"Serius?"
Kamu mengangguk.
Jeno diam menatap sketsa itu, kamu tidak bisa membaca raut wajahnya. Tapi kalau harus menyimpulkan, mungkin Jeno marah?
"Jadi ini."
"Apa?"
Jeno meletakkan sketsa itu ke atas meja. "Setelah orang tua kami pisah dan gue memilih ikut Papa, Eric marah besar, dia benci sama gue. Eric pernah bilang bakal ambil semua yang gue punya di sana."
"Awalnya gue pikir itu adalah teman-teman gue, ternyata lo."
"Gue?" Kamu menunjuk diri, dan Jeno mengangguk.
Tunggu. Tadi Eric bilang akan merebut semua yang Jeno punya, tapi kenapa malah kamu yang disebut?
"Mungkin Eric kira gue ada hubungan sama lo," jelasnya, seolah mengerti raut wajahmu yang penuh tanda tanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Tau - Eric Son [00L Imagine][SELESAI]✔
Fanfiction[IMAGINE PROJECT] "Yang aku tahu, Eric adalah laki-laki baik dan selalu mengerti aku." Start : 25-03-24 Finish : 04-07-24 ⚠️ Imagine ⚠️ Pasangan di cerita ini murni untuk kepentingan cerita ⚠️ Apa pun yang ada di dalam cerita ini adalah hasil imajin...