38.

76 23 2
                                    

Jeno turun dari mobil yang berhenti di depan rumahmu alih-alih ikut pulang ke rumahnya, kamu tidak tahu kenapa cowok itu melakukannya. Dia bahkan mengikutimu sampai di depan gerbang dan berhenti ketika kamu berbalik.

"Makasih, ya," ucapmu.

"Gue yang makasih, Jihan happy banget."

Entah kenapa kamu merasa agak canggung setelah obrolan di pasar malam tadi. Kamu tidak bertanya lebih jauh perihal sketsa yang sempat kalian bahas, tidak sempat.

Begitu selesai main komedi putra, Jihan langsung berlari ke arah kalian, menarikmu untuk beli arum manis. Kamu tidak menolak karena merasa itu adalah kesempatan bagus untuk menghindari kecanggungan, semua keinginan Jihan membuatmu sibuk sendiri.

Tapi kamu tidak bisa melupakannya.

"Soal sketsa itu, lo nggak perlu pikirin. Tapi kalau lo pengen tau, gue bisa cerita lebih banyak," katanya.

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa? Kenapa gue harus cerita? Ya, karena itu lo. Gue bikin sketsa wajah lo tanpa izin dan lo baru tahu empat tahun kemudian."

"Empat tahun?" Jangan tanya seberapa kagetnya kamu.

"Iya."

"Jen." Kamu menoleh, pintu rumahmu masih tertutup tapi lampunya banyak yang menyala, artinya Mama dan Papa sudah pulang. "Ngobrol di dalam aja, ya?"

Jeno juga melihat ke arah rumahmu, cowok itu mengangguk. Sepertinya dia juga ingin berbicara lebih banyak sekaligus menjawab rasa penasaranmu.

Ketika kamu membuka pintu, ternyata Mama sedang berada di ruang tamu, seperti mengambil sesuatu.

"Baru pulang?"

"Iya, Ma."

"Permisi, Tante."

"Eh, Jeno? Masih ada urusan, ya?"

"Mau ngobrol sebentar, Tante. Boleh?"

Mama menatapmu seperti bertanya, dan kamu mengangguknya sebagai tanda tidak keberatan. Karena itu, Mama ikut mengangguk.

"Ngobrol di dalam aja, ya, di luar dingin. Y/n lagi flu."

"Terima kasih, Tante."

Jeno masuk dan duduk di single sofa, sementara kamu pamit sebentar untuk ke kamar, sekalian mengambilkan minuman.

"Seadanya, ya," katamu, meletakkan nampan berisi teh hangat ke atas meja.

"Makasih."

Kamu duduk di single sofa yang lain, membuat posisi kalian berhadapan, berbatas meja.

Jeno mengeluarkan ponselnya, lalu seperti mencari sesuatu di sana. Setelah menemukannya, cowok itu menyodorkan ponselnya padamu.

"Foto ini?"

Kamu juga berdiri untuk mengambilnya karena jarak kalian lumayan jauh. Ternyata itu sebuah foto, sama seperti yang pernah Jihan tunjukkan padamu.

"Iya." Kamu masih menatap foto itu. "Ini serius gue? Tapi... kapan?"

"Waktu SMP."

Kamu mengembalikan ponsel itu pada Jeno.

"Kita pernah ketemu waktu SMP?"

"Bukan ketemu, tapi gue pernah lihat lo. Kita pernah seruangan waktu ada lomba gambar."

"Oh, ya?" Kamu mengingat-ingat, lomba mana yang dimaksud Jeno. Pasalnya kamu memang sering ikut lomba menggambar selama sekolah, bahkan sejak SD. "Ah, waktu gue menang? Eh, maaf."

Cukup Tau - Eric Son [00L Imagine][SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang