treinta y cinco; end-

82 6 2
                                    

Bacanya pelan pelan—
Meski emang bakalan panjang, tapi aku buat alurnya di percepat aja ya.

‧͙⁺˚*・༓☾𝐃𝐈𝐒𝐓𝐑𝐔𝐓𝐓𝐎☽༓・*˚⁺‧͙

"Bunda, udah satu bulan, Juya gak bisa liat apa apa. Juya buta. Juya gak bisa liat foto bunda lagi"

"Bunda.. Satu bulan ini, Juya udah banyak nyusahin abang abang karena Juya buta. Juya takut diasingkan, Juya gak berguna, Juya cuma benalu di hidup abang abang Juya. Juya mau ikut bunda boleh ya? Juya gak punya harapan lagi buat kedepannya, Juya bahkan gak tau bakalan ada atau enggak nya orang yang ikhlas kasih matanya buat Juya.."

Satu bulan penuh, Julia mengalami kebutaan dimatanya karena racun yang di semprotkan pada matanya oleh Kairo saat itu. Semenjak terbangun dari pingsannya, Julia lebih banyak diam, entah karena merasa tak bersemangat atau karena ia tak bisa melihat apapun. Bahkan, ketujuh kakaknya pun sulit untuk mengajak Julia tersenyum meskipun sedikit saja.

"Julei!" Panggil Sammuel dengan gembira namun Julia hanya diam.

Sammuel menghela nafas lalu menghampiri Julia dan menggenggam tangannya. "Julei.. Lo kenapa satu bulan ini diem terus. Ada apa sih? Lo mau apa? Bilang sama gue, ya?" Ujarnya lembut.

Julia tersenyum lalu menggeleng. "Gak usah bang, gue udah banyak repotin kalian" Ujarnya.

Ada perasaan sedih di dalam benak Sammuel. Julia tak kembali menampakkan senyumnya selama satu bulan penuh, bahkan helaan nafasnya terdengar getir dan lelah.

"Yaudah, kalo gitu kita makan yuk?" Ajak Sammuel yang membantu Julia berdiri bahkan sempat menawarkan gendongan nya tapi tak diterima oleh Julia.

Mereka pun sudah sampai di tempat makan dan Sammuel mendudukkan Julia dengan hati hati. Justin segera menghampiri Julia untuk menyuapinya.

"Abang suapin mau ya?" Tanya Justin lembut namun Julia menggeleng.

"Gak usah, gue bisa sendiri kok"

Mereka terheran mendengar kalimat Julia. Bukankah setiap hari Julia itu disuapi? Tapi kenapa sekarang Julia ingin makan sendiri? Apa terjadi sesuatu?

"Sama abang aja ya?" Tawar Justin lagi namun Julia menggeleng.

"Gak usah bang! Gue bilang biar gue aja!" Ujarnya begitu keras membuat mereka memulai acara makan malam bersama.

Mereka memang memulai acara makan, tapi tatapan mereka tak teralih dari Julia yang berusaha mencari cari sendok dan garpunya. Petter disampingnya yang jengah pun segera memasangkan sendok dan garpu itu pada kedua tangan Julia.

"Makasih"

Julia memulai mencari makanannya namun sudah berkali kali ia tak bisa merasakan bahwa sebuah makanan ada pada sendoknya. Ia pun meringis kesal.

'Bunda.. Tolong bantuin Juya.. Juya gak mau ngerepotin siapapun..'

Altar yang sedari tadi memperhatikan Julia tiba tiba mengerutkan dahinya saat melihat Julia menyimpan alat makannya dan menunduk dengan bahu yang bergetar. Lalu tak lama dari sana terdengar isakkan dari Julia yang sedang menunduk itu.

"Julia.. Kenapa hm? Bilang sama abang, kenapa?" Tanya Justin lembut yang sudah mengusap air mata di pipi Julia.

"Gue gak berguna! Bahkan makan aja gak bisa! Gue cuma benalu di keluarga ini! Gue cuma beban" Tangis Julia yang sudah meraung raung dan menambah rambutnya sendiri.

𝐃𝐈𝐒𝐓𝐑𝐔𝐓𝐓𝐎 (𝙼𝙰𝙵𝙸𝙰 𝚂𝚃𝙾𝚁𝚈) || 엔하이픈 ᴇɴʜʏᴘᴇɴTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang