Sebuah mobil terparkir di depan sebuah rumah besar yang terlihat mewah itu. Pintu mobil pun dibuka oleh seseorang. Seorang laki-laki yang mengendarai mobil itu turun dari kendaraannya dan menutup pintu mobil yang terbuka itu. Hingga tampaklah sesosok laki-laki tampan yang masih mengenakan seragam sekolahnya lengkap dengan tas ransel hitamnya. Laki-laki itu adalah Vino. Vino melangkah menuju pintu utama rumah itu lagi membukanya. Lantas ia pun melewati pintu itu dan masuk ke dalam rumah.
Vino menyapu pandangannya melihat ruang tamu rumahnya itu yang terlihat sepi. Tak ada seorangpun di sana. Perlahan laki-laki itu menutup pintu rumahnya.
Brak!
Sebelum pintu itu tertutup sempurna, sesuatu yang menghantam tubuh Vino membuat pintu yang ada di belakangnya juga tertutup dengan kasar menimbulkan suara yang cukup keras.
Vino menyandarkan dirinya di pintu untuk beberapa saat sambil memejamkan matanya untuk menetralkan rasa sakit di kepalanya akibat menghantam pintu dengan keras. Setelah merasa membaik, ia berbalik untuk melihat siapa yang baru saja mendorongnya.
Ia melihat sosok kakaknya yang berdiri tegap di hadapannya dengan raut wajah marahnya. Lantas Vino hanya terdiam menatap kakaknya tak berniat untuk berbicara apalagi membalas perbuatan sang kakak.
"Kenapa?! Sakit?! Itu akibatnya kalo lo berani gangguin Aurel!" Bentak Gino.
Vino menatap tajam ke arah Gino. "Apa maksud lo?" Tanya Vino.
Gino tertawa remeh. Sedetik kemudian wajahnya kembali berubah marah. "Ga usah pura-pura! Gua liat pas lo gangguin Aurel di lapangan waktu istirahat tadi." Jawab Gino.
Vino terdiam. "Jadi dia liat?" Batin Vino.
"Terus lo mau apa? Mau mukulin gue?" Tanya Vino.
Gino menyaringai. "Ternyata lo udah ngerti ya? Baguslah kalo gitu." Ucap Gino.
Vino tertawa remeh. "Kenapa lo harus repot-repot buat kasih gue pelajaran? Lo peduli sama gue?" Tanya Vino.
Gino mengepalkan tangannya lalu melayangkannya ke arah wajah Vino membuat tubuh laki-laki itu kembali menghantam pintu dengan keras. Vino yang mendapat perlakuan seperti itu, hanya diam dan menyadarkan tubuhnya pada pintu di belakangnya.
"Gua bukan peduli sama lo! Gua peduli sama Aurel! Gua gak mau liat Aurel terus-terusan di gangguin sama anak sialan kayak lo! Ngerti lo?!" Seru Gino.
Lagi-lagi Vino tertawa remeh seolah sengaja membuat amarah sama kakak memuncak. "Jadi lo peduli sama cewek culun itu?" Tanya Vino.
Pertanyaan Vino itu dihadiahi pukulan keras dari kakaknya itu.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Bugh!
"Jaga omongan lo!" Bentak Gino.
Entah sudah berapa kali Vino mendapatkan pukulan dari kakaknya itu. Vino menyandarkan tubuhnya yang sudah lemas di pintu. Mendapatkan pukulan berkali-kali dari sang kakak tentu membuat tubuhnya lemas. Walaupun Gino sudah keterlaluan, Vino hanya diam tidak membalas kakaknya itu. Vino justru menarik sebelah senyumannya ke atas seperti sedang mengejek Gino.
"Emang benerkan? Dia emang culun." Ucap Vino.
Bugh!
Sekali lagi, Gino melayangkan pukulannya pada sang adik. "Lo udah mulai berani sama gua?!" Bentak Gino.
"Apa alasan gue harus takut sama lo?! Selama ini gue diem bukan karena gue takut sama lo. Tapi karena gue masih menghargai lo sebagai abang gue." Ucap Vino.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTBEAT
Teen Fiction"Kau adalah alasan aku masih bertahan hidup sampai sekarang. Jadi kumohon jangan pernah pergi dari hidupku, jantung hatiku." Bagi Kebanyakan orang keluarga adalah tempat ternyaman dan rumah untuk tempat kita pulang. Tapi berbeda bagi pria satu ini...