Keesokkan harinya
Jam sudah menunjukkan pukul 13.00 siang. Vani berada di kampusnya karena hari ini ada jadwal mata kuliah. Namun di sinilah kesialannya hari ini dimulai.
"Gue laper." Ucap seorang laki-laki berkulit putih yang tiba-tiba menghampirinya.
"Ya beli sendirilah. Ngapain lo bilang ke gue?" Tanya Vani.
"Beliin." Ucap laki-laki itu.
"Beli sendiri lah!" Ucap Vani memutar malas kedua bola matanya.
"Lo lupa? Lo kan babu gue. Jadi beliin gue minum sekarang atau gue-"
"Sssst! Iya iya tuan saya akan membeli makanannya untuk anda. Mohon ditunggu, tuan." Ucap Vani.
Marcel tersenyum simpul dan mengangguk kecil mendengar perkataan Vani. Sedangkan Vani mengerucutkan bibirnya lalu pergi meninggalkan laki-laki itu.
10 menit kemudian, Vani kembali menghampiri laki-laki itu dengan membawa sekantong plastik di tangannya.
"Nih!" Ucap Vani sambil memberikan kantong itu pada Marcel.
"Ini apa?" Tanya Marcel.
"Nasi goreng." Jawab Vani.
"Gue gak mau. Beli lagi." Ucap Marcel.
"Apa!?"
"Lo budek apa gimana? Gue bilang gue gak mau. Gue maunya steak dari restoran depan kampus." Jawab Marcel.
"Marcel, lo jangan bercanda dong. Ini makanannya udah gue beliin loh. Masa gue harus beli lagi? Gue ada kelas dikit lagi." Protes Vani.
"Gue gak peduli. Beliin sekarang atau-"
"St! Oke oke! Gue beliin! Puas lo!?"
"Banget." Jawab Marcell sambil tersenyum.
Vani pun pergi menuju restoran yang ada di depan kampus itu untuk membeli makanan sesuai yang diperintahkan oleh Marcel. dengan wajah kesalnya. Sedangkan Marcel hanya berdiri di tempatnya sambil tersenyum ke arah perempuan itu.
15 menit kemudian, Vani ke kampus sambil membawa kantong plastik lain di tangannya. Disepanjang jalan, mulut Vani terus saja bergumam mengucapkan sumpah serapah untuk pria itu. Tak Peduli orang lain yang melihatnya Dannya gila karena berbicara sendiri. Ia benar-benar kesal dengan Marcel yang semena-mena padanya.
Sebuah Getaran yang berasal dari ponselnya membuat langkahnya terhenti. Ia pun mengeluarkan pasal baiknya dari saku celananya untuk melihat siapa yang meneleponnya. Vani memutar malas kedua bola matanya ketika ia melihat nama Marcel yang ada di layar ponselnya. Walau begitu, Vani mau tak mau tetap mengangkat panggilan itu.
"Halo."
"Kalo lo gak nyampe ke gadapan gue sampe hitungan ketiga rahaaia lo bakal gue bongkar."
"Satu."
Hanya dengan kalimat itu, dengan cepat Vani mamacu kakinya untuk berlari menuju tempat di mana laki-laki itu berada.
"Dua."
"Ti-"
Sebelum Marcel menyelesaikan hitungannya, Vani sudah terlebih dahulu berada di depan laki-laki itu. Dengan nafas yang masih terengah-engah, Vani memberikan sekantung plastik berisi makanan pesanan Marcel pada laki-laki itu.
"Nih." Ucap Vani.
"Thanks." Ucap Marcel yang mengambil kantung plastik dari Vani lalu pergi begitu saja.
"Gue udah capek-capek beliin dia makanan dia cuma bilang satu kata itu doang!? Dia gak liat apa ya gue sampe ngos-ngosan gini gara-gara beliin makanan buat dia. Paling nggak bilang 'maaf karena udah nyusahin' gitu kek. Atau apa kek. Ini habis dapat makanannya langsung pergi gitu aja. Emang gila tuh orang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTBEAT
Teen Fiction"Kau adalah alasan aku masih bertahan hidup sampai sekarang. Jadi kumohon jangan pernah pergi dari hidupku, jantung hatiku." Bagi Kebanyakan orang keluarga adalah tempat ternyaman dan rumah untuk tempat kita pulang. Tapi berbeda bagi pria satu ini...