Jin terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit setelah berhasil melahirkan bayinya secara caesar. Bayi Jin lahir ketika belum genap berusia 9 bulan. Kecelakaan yang baru menimpanya membuat bayinya terpaksa dilahirkan lebih awal dari perkiraan.
Jin merasa tubuhnya begitu sakit. Rasanya terlalu lelah untuk sekedar melihat wajah anaknya untuk yang kedua kalinya setelah dilahirkan. Selama hidupnya, titik ini adalah dimana ia merasa paling lelah akan tubuhnya sendiri.
Jin tahu ia sudah tidak kuat lagi.
"Suster, lelaki yang kecelakaan bersama saya bagaimana?"
"Oh, pasien bernama Namjoon ada di ruangan lain. Pasien belum sadarkan diri, tapi keadaannya baik-baik saja."
Lelaki itu, Namjoon, ia baik-baik saja. Namjoon masih hidup untuk membesarkan bayi mereka. Seandainya Jin tidak selamat, masih ada Namjoon. Jin bisa melepas semuanya dengan tenang, melepas rasa lelah ini.
Jin tinggal bersama Namjoon dan orang tuanya meski mereka tidak menikah, jelas bayi itu adalah alasannya. Meski keluarga Namjoon adalah orang kaya, namun Jin tetap harus bekerja untuk biaya hidupnya. Namjoon hanya menyediakan tempat tinggal. Apalagi keberadaan kedua orang tua Namjoon hanya menambah beban pikiran bagi Jin yang tengah hamil. Mereka tidak berlaku baik pada Jin yang jelas tengah mengandung cucu mereka tersebut.
Jin memilih mempertahankan bayinya hanya atas dasar rasa kemanusiaan. Begitupun dengan Namjoon dan orang tuanya, mereka masih punya rasa kemanusiaan untuk tidak membunuh darah daging mereka sendiri. Tidak akan sulit bagi mereka mengurus seorang bayi dengan kekayaan mereka, apalagi yang mengandung bukan mereka.
Jin akan membalas dendam atas perlakuan mereka kepadanya. Dia telah berjuang mati-matian selama mengandung hampir 9 bulan. Ia tidak berhenti bekerja untuk sekedar makan ia dan bayinya, meski ia sedang mengandung sekalipun. Mungkin Namjoon dan orang tuanya berharap bayinya mati tanpa melalui tangan mereka langsung dengan membiarkan Jin berjuang sendiri.
Jin tidak jahat dengan melahirkan bayinya. Jin juga tidak jahat kalau menjadikan bayinya sebagai alat balas dendam kepada mereka. Jin akan membiarkan mereka tahu betapa sulitnya ia berjuang sendirian dengan bayi di perutnya. Jin ingin mereka merasakan merawat bayi itu hingga batas waktu tak terhingga setelah kelahirannya.
"Tuhan, aku tahu aku tidak akan bertahan untuk membesarkannya. Sekarang, kamu, anakku, harus bertahan hidup bersama ayahmu. Meskipun kamu adalah benalu dalam hidupku, tapi sebagai orang yang telah melahirkanmu, aku dengan tulus meminta kebahagiaan atas hidupmu kepada Tuhan. Kuanggap nyawaku adalah jaminan untuk kehidupanmu." Jin merasakan bahwa tubuhnya terasa berbeda. Ia tahu itu. Bahkan untuk sekedar membuka mulutnya yang mulai kaku pun ia tidak mampu. Sekedar meminta tolong pada perawat yang ada di luar untuk memberinya minum karena mulutnya terasa luar biasa kering.
"Kamu memang tidak bersalah, tapi kehadiranmu adalah sebuah kesalahan terbesar kami. Kau tidak pernah diinginkan oleh ayahmu. Dan kau tidak seharunya berada di tubuh orang semacam aku. Aku bersalah, tapi ayahmu jauh lebih bersalah karena membuatmu hadir dengan cara yang tidak baik untuk dikenang saat kau besar nanti."
Seokjin bahkan tidak sempat melihat wajah bayinya secara detail dalam keadaan sadar sepenuhnya. Jin hanya melihat bayinya untuk pertama kali saat masih di ruang operasi, dengan kesadaran yang tidak sepenuhnya untuk sekedar mengingat dengan jelas rupa putrinya. Iya, Jin mendapatkan seorang putri.
Tapi Jin senang melepas beban ini. Meninggalkan lelahnya pada raga yang sudak tidak mampu merasa lagi. Meskipun dengan itu ia juga meninggalkan belahan jiwanya, putrinya.
V.O.T.E⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Moon
FanficOnescene! Neverending! Boyslove! Hanya mengabadikan ide random dalam bentuk tulisan pendek yang kelewat jelek.