"Tolong sampaikan rasa terima kasih kami ke tante Sabrina atas bekal makanannya. Enak banget!" ucap Soraya sesampainya mereka di parkiran. Dalam kotak Styrofoam bersih tak bersisa. Makanan itu sangat berharga dan tidak sebutir nasi pun tertinggal.
"Siap," jawab Raza.
Mungkin kedepannya giliran Jevan yang akan membawakan bekal gratis untuk teman-temannya. Dia tidak mau ketinggalan untuk melakukan hal baik seperti yang Raza lakukan.
Setibanya Raza di rumah, dia dibuat terkejut oleh kemunculan Sabrina dari dapur sambil berjalan tergesa, belum lagi kemunculan seorang pria lajang membawa beberapa kotak makan yang disusun keluar rumah.
"Mama, kenapa ada pria asing di rumah?" tanya Raza menahan tangan Sabrina yang hendak memasuki dapur.
"Kau sudah pulang. Maaf, Mama tidak menyambutmu. Mereka adalah orang suruhan Mama untuk membawakan makanan ini ke panti asuhan," jelas Sabrina.
Usai mendapatkan penjelasan dari sang ibu, Raza menganggukkan kepala lalu berjalan mundur untuk memberi ruang Sabrina berjalan. Dia pun diminta untuk segera berganti pakaian karena harus ikut serta hadir pada santunan kali ini.
Memakai baju koko putih lengan panjang dipadukan celana longgar bahan kain berwarna hitam Raza sudah selesai bersiap dan menunggu ibu serta adiknya yang masih belum selesai berdandan. Sementara tiga pembantu ditugaskan untuk membersihkan kekacauan di dapur.
Sabrina memakai tudung kepala dan baju gamis berwarna hitam. Sedangkan Aurora memakai dress tanpa tudung kepala. Rajendra sendiri sedang berada di luar kota karena tuntutan pekerjaan.
"Ayo," ajak Sabrina sambil menggandeng tangan Aurora.
Bocah berwajah manis itu terus tersenyum menatap jalanan yang menuju arah panti asuhan tempat Raza dulu diadopsi.
"Ara gak takut Abang diambil orang?" tanya Sabrina menggoda Aurora sambil sesekali melirik ke arah Raza.
"Tidak. Pasti Abang akan tetap memilih Ara. Iya, kan, Bang?" tegas Aurora penuh percaya diri.
"Bagaimana jika tidak. Bagaimana kalau ternyata Abang lebih memilih anak-anak panti?" sahut Raza sekongkol dengan Sabrina untuk meledek Aurora.
Wajah Aurora berubah masam. Ketakutan diwajahnya mengubah senyum ceria sebelumnya. Lalu sebuah isakan tangis terdengar.
"Ahaha ya ampun. Abang hanya bercanda," Raza merentangkan kedua tangannya untuk merengkuh tubuh Aurora namun bocah itu enggan dan menolak dengan menjauhkan diri. Sedangkan Sabrina, wanita itu justru tertawa menyaksikan.
"Mama bagaimana ini, Ara mengamuk," keluh Raza kerepotan.
"Biarkan saja. Nanti juga diam sendiri," sahut Sabrina kelewat santai.
Supir diam-diam mengulas senyum melihat dari pantulan kaca. Hingga akhirnya tiba di depan rumah berpagar cokelat. Aurora masih mempertahankan ekspresi marahnya saat Raza dengan kelembutan suaranya mencoba merayunya.
Coba saja kalau bisa, huh. Batin Aurora dengan mulut yang bergerak komat-kamit.
"Ayo Bang, biarkan saja Ara sendirian di dalam mobil," ucap Sabrina meraih pergelangan tangan Raza. "Biar digigit hantu," tambahnya.
"MAMA!!!"
Aurora bergegas keluar dari mobil dan meraih tangan Raza. Cowok itu menahan senyum dan berjongkok sebentar untuk menggendong Aurora.
"It's mine." Aurora memeluk leher Raza posesif sambil menjulurkan lidahnya ke arah Sabrina yang berjalan di belakang. Sedangkan wanita itu hanya menatap malas sembari membetulkan lengan baju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Homesick : Raza [TAMAT]
Teen FictionFirst of all, cover by Canva Halo, panggil aku Mocha ❤️ *** Definisi homesick itu seperti apa? Beragam, namun satu yang pasti. Ketika teringat senyum di wajah orang tua. Begitulah ucap seorang remaja laki-laki ketika dia mulai memahami apa dan sebe...