Chapter Thirty Four : Pertukaran Rezeki

109 9 0
                                    

Raza Arkatama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raza Arkatama


Jevan pergi menemui ayahnya yang sedang menyaksikan tayangan sepak bola di televisi. Tujuannya bukan sekadar nonton bareng, tapi akan menyinggung soal hubungan dengan keluarga Raza.

"Sini, temani Papa nonton bola," Geo menepuk sisi sofa di sebelahnya. Tatapannya kembali fokus pada layar sehingga Jevan yang sudah duduk tidak lagi dihiraukan.

"Papa, Jev---"

"Shush, tunggu iklan baru ngomong!" Geo menyumpal mulut putranya dengan popcorn tanpa menoleh. Sialnya tepat masuk ke dalam mulut Jevan.

"Oukew," sahut Jevan pasrah dalam keadaan mulut terisi penuh.

Diperlukan waktu kurang lebih sepuluh menit akhirnya tayangan sepak bola berganti iklan. Geo menepati ucapannya dengan menoleh ke arah Jevan yang siap buka suara.

"Tadi mau ngomong apa?"

"Um ... Papa mau sampai kapan diem-dieman sama keluarga Raza?"

Ada sengiran takut di sudut bibir Jevan ketika mengutarakan isi hatinya. Begitu sebaliknya Geo yang kehilangan semangat untuk mendengarkan pertanyaan anaknya.

"Kenapa tanya itu sih, gak ada pertanyaan lain?"

"Jevan kepo Pa. Lagian om Rajen udah klarifikasi soal ucapan melenceng bapaknya," kata Jevan.

"Mau klarifikasi atau enggak. Papa tetep marah. Raza anak baik-baik, yang seharusnya jadi bagian keluarga kita malah dijelek-jelekkan di keluarga Sanskara," tegas Geo. Nada bicaranya pun turut meninggi.

Cowok itu mengembuskan napas berat. Kalau begini ceritanya, maka akan sangat lama keluarganya terbuka kembali kepada keluarga angkat Raza kecuali dengan anak itu sendiri. Pintu rumah akan selalu terbuka menerima Raza bahkan kalau perlu pindah tangan asuh.

"Yaudah kalo gitu, Jevan mau naik," ucap Jevan sambil berjalan meninggalkan ruang tamu.

"Gak lanjut nonton?" tanya Geo tanpa beranjak dari duduknya.

"Enggak ah, males. Papa aja sendiri yang nonton," tanggap Jevan ketika sudah berada di atas.

Pemandangan langit malam terlihat begitu gelap. Tidak ada ada bintang maupun bulan. Hanyalah sebuah semilir angin yang lama-lama membuat tubuh menggigil dan jatuh sakit.

Jevan memandanginya dari dalam kamar, sebentar lagi hujan akan turun. Perkiraan cuaca yang bilang.

"Gak kerasa, sekolah tinggal sebulan lagi."

Ingatan itu membawa Jevan kembali ke masa di awal memasuki SMA. Dia angkuh, sombong dan anti berteman. Baginya tidak penting memiliki seorang teman. Karena dia luar biasa dan tidak ada yang menyetarakan kecerdasannya.

Homesick : Raza [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang