Chapter Twenty Night : Belum Terpecahkan

104 7 0
                                    

Haidar beserta Galih dan Zayyan baru saja tiba di rumah Jevan. Mereka disambut dengan Jevan yang sedang mengotak-atik ponsel sembari bergumam tidak jelas.

Menyadari teman-temannya sudah datang, Jevan tersenyum tipis sambil mengajak ketiganya masuk ke dalam rumah. Mereka langsung naik ke lantai atas untuk berkumpul di dalam kamar Jevan.

"Kami udah samperin rumah Raza. Kata pak satpam, keluarga mereka lagi gak menerima tamu," ujar Haidar saat membuka segel botol pemberian Jevan.

"Ah, serius lo? Gak biasanya," komentar Jevan.

"Serius Jev. Kita lihat sendiri kalo emang bener bener-bener gak diizinkan buat masuk." Galih turut menambahkan. Disusul Zayyan ikut mengangguk pelan.

Suasana mendadak hening. Masing-masing memikirkan alasan dibalik itu semua. Mulai dari gelagat Raza tidak seperti biasa, keluarganya yang tiba-tiba tertutup, pesan singkat Jevan yang satu jam lalu tak kunjung mendapatkan balasan.

"Raza gak diajak?"

Utari datang membawa camilan. Pergerakan reflek memutar kepala menatap pintu membuat mereka mengelus dada.

"Diajak, tapi belum datang."

Jevan berjalan menghampiri ibunya untuk mengambil alih nampan tersebut. Utari memanyunkan bibirnya sekilas lalu merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.

"Mama mau ngapain?" tanya Jevan.

Utari menatap putranya lalu menekan ikon telpon kepada nomor Sabrina. Anak-anak pun tidak menahan agar Utari tidak menelepon nomor tersebut. Toh, mereka juga sangat penasaran.

"Gak diangkat."

Ucapan Utari lantas membuat semua yang menunggu menghela napas rendah.

"Jevan juga udah kirim chat tapi belum di balas," adu Jevan kepada Utari.

Wanita tersebut mengendikkan bahu acuh setelahnya. "Mungkin sebentar lagi datang. Kalian nikmati saja dulu makanannya," kata Utari.

"Terima kasih Tante!"

"Sama-sama anak-anak."

Jevan tersenyum ke arah ibunya saat Utari melambaikan tangan sebelum meninggalkan kamarnya.

"Hp lo berdering Jev, coba angkat. Siapa tahu Raza yang nelpon," beritahu Haidar melihat ponsel dalam posisi terbalik di atas kasur.

"Bisa jadi, bentar gue liat dulu."

Jevan menempelkan ponselnya pada daun telinga, lalu menunggu si penelepon menyelesaikan ucapannya.

Hembusan napas disertai kepala mengangguk-angguk pelan, menarik perhatian tiga anak laki-laki yang sedang menikmati sepotong roti. Mereka berdiri kemudian berjalan menguping pembicaraan Jevan.

"Oh gitu. Ya udah gapapa," ucap Jevan lalu mematikan ponselnya.

"Lah, kok dimatiin sih. Kita pengen denger juga." Protes Galih tidak digubris. Jevan kembali melempar ponselnya ke atas kasur dan dia duduk di sofa sambil menenggak sebotol air mineral.

"Siapa yang telpon?" tanya Zayyan.

"Raza. Dia bilang gak bisa ikut nginep. Kakek sama neneknya tinggal di rumahnya. Mungkin ada acara keluarga," jelas Jevan.

"Owalah pantes. Bisa jadi itu alasan kenapa pak satpam bilang gak bisa menerima tamu hari ini." Haidar mencocokkan kejadian tadi sebelum sampai di rumah Jevan.

"Gitu doang? Kalo cuma kedatangan nenek sama kakeknya Raza, kenapa sampai segitunya menutup rapat buat datang ke rumah ketemu dia?" Galih angkat bicara membantah soal pemikiran Haidar barusan mengenai teka-teki aneh di rumah Raza.

Homesick : Raza [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang