Chapter Thirty Two : Jangan Selalu Sabar

99 6 2
                                    

Raza tidur cukup lama sampai sebuah nada dering telpon membangunkannya. Tertera nama Rajendra di sana. Raza mengerjapkan mata dan segera mengangkat telpon tersebut.

"Waalaikumsalam," sahutnya dengan suara sedikit serak.

Dari seberang sana terdengar suara berisik kendaraan, tampaknya Rajendra sedang berada di luar. Pria itu mengatakan bahwa akan pulang sedikit larut tidak lupa meminta maaf karena pergi tanpanya.

"Papa tidak usah minta maaf. Lalu, di mana mama dan Ara?" ucap Raza kemudian sambil menggosok hidungnya yang gatal. Matanya sedikit melebar saat melihat jam. Ternyata sudah pukul tujuh malam.

"Masih di rumah sakit. Apa bibi sudah bilang pesan yang papa tinggalkan?" sahut Rajendra sembari berjalan menepi mencari tempat sepi agar suara Raza dapat di dengar dengan jelas.

"Ehm. Dan Raza baru bangun karena panggilan dari papa," kekeh Raza. Suaranya tiba-tiba berubah seperti orang sedang pilek.

"Ya sudah, kembali istirahat. Papa tutup dulu telponnya. Assalamualaikum," pamit Rajendra.

"Waalaikumsalam. Semoga nenek cepat sembuh," sahut Raza. Di sana dengan lirih Rajendra mengaminkan doanya.

Setelah panggilan audio selesai, Raza melihat serentet spam chat dari Jevan. Dia marah-marah karena Raza tidak membalas chat.

"Baru bangun tidur," katanya membalas menggunakan pesan suara.

Selang beberapa menit kemudian Jevan mengetik sebuah balasan. Dan sebuah notifikasi pesan pun masuk.

Anak tantrum
lama ga ke panti, main yuk kapan-kapan.

Raza sontak tersenyum melihat isi pesannya. Raza juga punya rindu yang sama terhadap rumah panti asuhan Cemara.

Terlebih lagi ibu Nirmala yang sudah lama tak terdengar kabarnya. Tetapi, melalui beberapa status WhatsApp yang terpampang, ibu Nirmala sedang dalam kondisi sehat.

Anda
hari minggu, ajak yang lain biar seru.

Benda pipih tersebut di letakkan di atas nakas, sementara itu Raza beranjak dari tempat tidur untuk mandi dan bergegas melaksanakan shalat isya.

Tubuhnya terasa segar setelah menyelesaikan mandi, tidak lupa memakai sarung beserta baju koko dan peci, Raza pun menggelar sajadah.

Menarik napas dalam kemudian mengembuskan perlahan. Dia angkat kedua tangannya dan memulai shalat dengan takbiratul ihram.

Berselang lima menit Raza sudah selesai. Dia ganti pakaian menggunakan piyama hitam polos lengan pendek.

Denyut sakit di bagian kepalanya mulai mengurang. Karena sudah waktunya mengganti perban, Raza mendudukkan dirinya di depan kaca.

Ketika jari-jemari tangan kirinya meraba bekas luka, dia merasakan lengket di kulit kepala. Mungkin bekas darah yang sudah mengering.

Sembari mengusap dengan tisu basah, dia dapatkan noda merah di sana. Tetapi sudah tidak lagi mengeluarkan cairan baru.

"Sudah ya, cukup sampai disini. Mari sembuh bersama."

***

Bi Sani yang hendak naik ke lantai atas untuk memanggil Raza mengurungkan niatnya karena mendengar suara derap kaki juga suara batuk Raza dari arah anak tangga.

"Selamat malam bi," sapa Raza mendapati seorang pelayan hanya diam sambil memandanginya dari kejauhan.

"Malam Mas. Tadi saya mau naik ke atas ingetin buat makan malam," ucap bi Sani.

Raza mengangguk-angguk, lalu berjalan menuju dapur di ikuti pelayan tersebut. Saat melihat Raza mengambil makanan bi Sani pun menahan tangannya.

"Gapapa bi. Raza bisa sendiri. Bibi dan yang lain udah makan malam?" tanya Raza.

Homesick : Raza [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang