Chapter Two : Keluarga Lengkap

441 16 0
                                    


Sesampainya di rumah, Sabrina menerobos masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesampainya di rumah, Sabrina menerobos masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia tampak penuh amarah. Bahkan berada di dekatnya pun tidak ada gunanya karena wanita tersebut sedang dalam suasana hati yang buruk.

"Jangan khawatir," kata Rajendra saat melihat Raza ragu-ragu masuk ke dalam rumah. Ia terkesima melihat bangunan megah itu berdiri dan membayangkan betapa sulitnya membersihkan rumah jika hanya mengandalkan seorang pembantu.

"Iya, Tuan,” kata Raza sambil memaksakan senyum. Dia merasakan genggaman jari kelingkingnya lagi. Pelakunya jelas Aurora. Bocah pemberani itu masih ingin berada di dekatnya. Untungnya, Raza bukanlah tipikal anak yang risih jika disentuh oleh anak kecil, justru sebaliknya.

"Untuk malam ini, kamu akan tidur di kamar Ara. Kamu tidak keberatan kan?” kata Rajendra.

Raza dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tapi, apakah adik Ara tidak terganggu?" sanggahnya.

“Putriku memiliki selera bagus, tidur denganmu tentu bukan masalah, tetapi keinginan sejak tercetusnya harapan memiliki seorang kakak,” tawa Rajendra.

Setelah ngobrol di teras, ketiganya memutuskan masuk. Begitu Raza melihat ruang tamu, rahang Raza ternganga. Tidak pernah terpikirkan bisa memasuki rumah mewah seperti ini.

"Kamar Ara ada di atas," kata Rajendra membuat Raza terbangun dari keheranannya.

“Baik, Tuan,” kata Raza cepat. Sebelum menaiki tangga, Rajendra berdehem sebentar dan memberi isyarat kepada Raza untuk berhenti berjalan.

“Tunggu!" Bolehkah memberitahumu sesuatu?” tanya Rajendra. Dengan cepat Raza mengangguk, mempersilakan.

“Jujur, saya merasa sangat tidak nyaman jika kamu terus memanggil saya memakai sebutan tuan," Rajendra berjalan mendekati anak tangga pertama, tangannya terangkat memegang bahu Raza, mendorongnya sedikit ke dalam. “Panggil aku Papa. Sama seperti Ara ketika memanggilku,” ucapnya dengan senyum sempurna.

Di sini Raza terdiam, kedua netranya berkaca-kaca. Hatinya turut menghangat karena sebuah kata-kata permintaan terucap dari mulut orang tua angkatnya. Tak lama kemudian, air mata mengalir di pipinya. Raza segera menghapus bekas air mata dengan punggung tangannya.

“Baik … Papa,” katanya pelan. Lidahnya masih kaku dan dia belum terbiasa. Aurora senang melihat percakapan dua pria di hadapannya. Godaan yang ia terima dari teman-temannya akan segera berakhir. Besok Aurora akan pamer. Bibirnya bergerak-gerak lalu dia tersenyum nakal.

“Abang Ara paling ganteng sedunia, liat aja nanti, huh!”

***

Pukul empat pagi Raza bangun dan segera menunaikan shalat subuh. Dia berjalan dengan sangat hati-hati, tidak ingin membangunkan Aurora. Sekitar sepuluh menit berlalu, Raza telah menyelesaikan sholat subuhnya.

Homesick : Raza [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang