Kau menatap gerak-gerik Tighnari yang terlihat sangat mencurigakan. Wajah laki-laki itu sangat merah dan kau bisa merasakan suhu badannya yang panas setiap bahu kalian bersentuhan. Namun, Tighnari hanya memalingkan wajahnya setiap kau hendak bertanya.
Kau sendiri juga tidak berani macam-macam. Kalian berdua sedang berada di hutan dan kau tidak ingin kehilangan fokusmu. Apalagi wilayah ini bukanlah wilayah yang aman untuk dilintasi.
"Argh!" Tighnari mengerang kesakitan ketika tangannya terkena duri tanaman.
Kau sontak langsung menghampirinya dan membersihkan lukanya. Bisa-bisanya tanaman seperti itu memberikan luka yang lumayan untuk Tighnari? Kau sedikit keheranan.
"Sshh.."
"Sabar ya?" ucapmu.
Kau berusaha secepat mungkin membersihkan luka Tighnari. Setelah selesai, kau segera mengobati dan membalut lukanya agar tidak tercium oleh binatang-binatang liar.
"Terima kasih. Entah apa yang akan terjadi jika kau tidak ada di sini," desah Tighnari.
Kau hanya mengangguk sambil tersenyum. Kau dan Tighnari adalah sepasang kekasih, namun banyak temanmu yang mengatakan jika hubungan kalian seperti rekan kerja. Hal itu tidak sepenuhnya salah. Sebelum kalian menjadi kekasih, kau dan Tighnari adalah rekan kerja.
Bahkan kalian berdua juga masih menjadi rekan kerja seperti saat ini. Kau dan Tighnari sedang meneliti spesies tanaman-tanaman baru. Tapi kau sedikit khawatir dengan kesehatan Tighnari ketika merasakan suhu tubuhnya itu.
Matahari terbenam dan kalian menemukan rumah kosong yang telah ditinggalkan pemiliknya. Kau membersihkan rumah itu sementara Tighnari fokus memasak makanan. Setelah rumah itu sudah benar-benar bersih, kalian segera menyantap makanan kalian.
"Kamu seriusan enggak apa-apa?" tanyamu dengan ragu.
Tighnari mendesah pelan dan menggaruk kepalanya. "Kau tahu jika aku bukan sepenuhnya manusia, bukan?"
Tentu saja. Telinga dan ekornya itu merupakan hal yang sangat menarik perhatian. Namun kau sama sekali tidak tahu apa hubungannya dengan suhu tubuhnya yang memanas.
"Karena itu kami mempunyai siklus kawin, sama seperti binatang. Biasanya siklus rut ku tidak datang secepat ini. Jika tahu seperti ini, aku tidak akan pergi ke sini."
Kau hanya bisa membulatkan matamu ketika mendengar hal itu. "L-lalu, apa yang harus kau lakukan? Apa yang harus aku lakukan?"
Tighnari hanya menggeleng sambil tersenyum. "Kau tidak perlu melakukan apa pun. Aku akan menyelesaikan ini sendiri. Lagi pula ini bukan pertama kalinya aku mengalami rut."
Kau tidak tahu harus menjawab apa, jadi kau hanya mengangguk. Hari sudah malam dan kini kalian berdua sedang tidur di ranjang yang sama. Sejujurnya, kau sudah mencoba untuk tidur, namun suara desahan Tighnari terus mengalihkan perhatianmu.
"Ngh- Ngh.. (Nama).. (Nama).."
Kau tahu jika siklus itu membuat kesadarannya berkurang, tapi kau tidak menyangka jika Tighnari akan memuaskan dirinya sambil memanggil namamu. Erangan terus keluar dari mulutnya dan ikut membuat tubuhmu memanas.
"Ah! AHHH!!"
Kau terkejut ketika spermanya mengenai punggungmu. Bajumu tampaknya tersibak karena banyaknya gerakan yang Tighnari lakukan dan kau tahu kau sudah tidak dapat menahannya lagi.
Kau langsung membalik badanmu dan menatap Tighnari dengan tajam. "Aku akan membantumu, Tighnari."
"A-apa? Janganh-!"
Kau sudah memasukkan penis Tighnari ke dalam mulutmu dan mulai menghisapnya. Tighnari menutup mulutnya dan matanya berair. Kau menggunakan kedua tanganmu untuk memegang penisnya seolah itu adalah permen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Born To Die [Genshin Male Chara x Fem! Reader]
FanfictionKumpulan one shot [18+] genshin male chara dan fem reader. kebanyakan ooc.