BUKIT SAMPAH; SAHABAT YANG MENJADI SAKSI MATA KEHIDUPAN GIO.
****
''Memang benar, kehidupan bahagia hanyalah hitungan jari dari kehidupan kesedihan (sepanjang kehidupan) terlalu menyakitkan, tapi inilah kehidupan.''
-Giordano Vicenzo******
TPA SUWUNG, BALI.
TPA SUWUNG, BALI. Adalah tempat dimana seorang anak laki-laki ditemukan beberapa pemulung atau warga yang tinggal di dekat pengunungan sampah tersebut. Sampah yang menumpuk seperti pengunungan menjadi pemandangan umum bahkan sahabat anak yang dibuang itu. Warga kampung pemulung adalah tempat dimana kehidupan keras seorang Gio hidup dalam tubuhnya. Gang Merpati Kawasan TPA Suwung, Pesanggaran, Denpasar, Bali.
Hidup dengan lalat yang berterbangan di kawasan permukiman sudah dianggap tak mengganggu lagi bagi mereka yang tinggal disana. Termasuk dirumah kardusnya anak kecil itu, Gio. Iya. Gio sendiri tinggal dirumah yang terbuat dari kardus. Dia rangkai sendirian. Kalau hujan bagaimana? Kalau hujan, Gio akan tetap tidur di dalamnya sampai rumah kardusnya itu roboh, lalu jika hujan sudah reda— dia akan mencari kardus yang baru untuk dia bangun hingga berbentuk, sehingga bisa dia masukkan tubuhnya kedalamnya dan bisa untuk dia tinggali.
Bau tak sedap yang berasal dari tumpukan sampah juga sering kali menusuk hidung. Tak ada sumber air bersih disana. Gio hanya mengandalkan air hujan yang dia tampung. Tidak peduli air itu bersih atau tidak, terkadang juga dia minum air selokan yang masih jernih (belum berwarna). Mandi hanya beberapa kali setahun. Gatal, Gerah, Tubuh penuh dengan kotoran, semuanya ia tahan.
Jauh dari kata layak!!!
Tidak usah dibayangkan dalam pikiranmu, masa lalu memang membekas namun dia akan bisa melewatinya. Setelah bertahun-tahun dirinya tidak datang ke bukit sampah itu, hari ini dia datang dengan seseorang yang sangat-sangat cantik dan dia sayang.
Kalian ingat tidak, waktu itu Gio pernah berjanji dengan burung-burung yang berterbangan dan juga sahabatnya kalau dirinya sudah menemukan perempuan dan dia sudah menikah dengan perempuan itu— dia akan mengajaknya kehadapan sahabatnya? sahabatnya itu,'ya, Bukit sampah. Dan dihari ini, dia tunaikan janjinya. Dia membawa Mutia berjalan menulusuri tempat yang sekarang sudah sepi oleh pemulung, Gio sendiri tidak tahu dimana orang-orang yang pernah tinggal disana. Pindah atau diusir, Gio tidak mau tahu lagi. Gio tidak peduli. Dirinya kesini hanya untuk mengajak Mutia menyaksikan kehidupan yang jauh dari kata normal, sempurna, dan layak.
Susah payah mereka berdua menaiki bukit sampah yang sudah mulai meninggi. Bukit yang semuanya terbuat dari sampah-sampah bukan bukit yang terbuat dengan tanah. Sebelum ke tempat itu, Gio sudah meminta izin ke pengelola kalau dirinya adalah Gio, anak kecil yang dulu pernah tinggal disana.
Perempuan itu menahan bau-bau busuk yang menusuk hidungnya. Perempuan itu benar-benar membeku seolah tak percaya dengan kehidupan suaminya tersebut.
Sekarang Gio mampu makan enak. Makan apa pun yang dia mau. Tapi, ketika kita mengulur benang panjangnya di masa lalu— Gio hanya makan nasi bekas mulut orang. Gio hanya makan makanan kadaluwarsa yang dibuang di tempat pembuangan akhir. Gio hanya seorang anak yang berjualan di pinggir jalan. Gio hanyalah pemulung. Gio hanyalah bayi yang tidak diinginkan. Gio adalah bayi yang dibuang. Gio adalah anak tanpa merasakan pendidikan.
Semesta itu baik. Baik banget. Meskipun harus melewati semuanya dan termasuk menjadi bandar narkoba, Gio sekarang adalah manusia yang sudah bersujud meminta ampun kepada sang pencipta yang dulunya dia salahkan atas takdirnya.
Gio menghela napasnya lalu menatap pemadangan langit biru itu, bahkan dengan burung-burung yang sama seperti beberapa tahun yang lalu. Laki-laki itu menolah kearah Mutia dan Gio mengisyaratkan perempuan itu untuk melihat kesekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA TAK AKAN MEMBENCI KITA YANG PERGI
Teen Fiction''Semesta tak akan membenci kita yang pergi'' Buku ini menggambarkan perjalanan emosional dan refleksi tentang kehilangan dan perpisahan. "Semesta selalu punya cerita untuk setiap penghuninya." "Tolong izinkan saya, Pada saat sebelum ditembak mati...