Halaman belakang rumah Karin, tepatnya di kebun belakang rumahnya terlihat ada Gio, Jaegar, Sean, Kelvin dan juga Karin. Mereka berlima sedang merenung memikirkan sesuatu yang belum pernah bahkan tidak pernah mereka duga-duga sebelumnya.
Karin yang mendapatkan permintaan bantuan dari Gio pun terlihat menggelengkan kepalanya.
"ayolah, Rin. bantuin gue buat minta maaf sama Mutia." pintanya kepada Karin. cowok itu memegang kedua bahu Karin dengan sedikit mengguncangnya.
Sean, cowok itu terlihat menahan tawanya saat melihat Gio yang dari tadi tak henti-hentinya meminta pertolongan kepada Karin. Cowok itu juga berusaha untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak akan melakukannya lagi tapi teman-teman Gio yang mendengar ucapan itu hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.
"Aduh, Gio. aku nggak tahu harus apalagi." balas Karin pelan. tubuhnya yang dari tadi diguncang Gio merasa pusing. ia menurunkan kedua tangan Gio perlahan-lahan lalu menatap sekilas wajah Gio dengan tatapan keheranan.
"Aku nggak yakin kamu bisa berubah," sambungnya lagi.
"Kalau nggak bisa berubah, ya, gimana. udah dari pabriknya." jawab Gio cengengesan.
Karin tersenyum kecut, gadis itu mengetuk-ngetuk pelan dahinya sendiri. "Udah kamu kasih semuanya foto Lucas? diterima nggak?" tanya Karin.
Gio mengangguk, "fotonya, mah, diterima. tapi maafnya ini yang belum diterima dari kemaren. nggak bisa gue jauh-jauh dari dia, Rin. bantuin kenapa!"
Sean menempeleng kepala Gio, "muak gue dengerin omong kosong lo itu, Karin aja nggak percaya sama omongan lo gimana sama Mutia, gadis itu pasti lebih dan lebih nggak percaya sama lo."
Gio membalasnya dengan meraup wajah Sean, "mending lo diem, gue udah pusing ketambahan lo ngomong tambah pusing."
"Coba kamu beliin dia standee Lucas," saran Karin kepada Gio.
Kerutan tipis terlihat di dahi Gio, "Standee Lucas?" heran cowok itu.
Karin mengangguk, "iya, cobain dulu aja. soalnya dia lagi nabung buat beli itu, makanya dia excited jualan bunga buat beli itu."
Gio mengangguk pelan, "beda Lucas lagi?"
"Emang Lucas orang mana, sih, Rin." tanya Jaegar polos.
"Orang Palembang kali," timbal Sean.
"Ayolah kalau ke Palembang buat ngajak Lucas kesini. sekalian mau beli pempek." potong Kelvin. Cowok itu sembari tadi hanya mendengarkan obrolan mereka saja tanpa bersuara. baru ini dia bersuara.
Jaegar mengangguk-anggukkan kepalanya, "anak band itu si Lucas, Rin. masa orang Palembang?"
Karin memukul pelan lengan Jaegar, "kok bisa. dari mana wajah Palembang-nya, coba?" tanya Karin seraya melihat kearah mereka berempat.
"Nggak tahu, orang Sean yang ngomong." sergah Gio. Cowok itu menunjuk kearah Sean yang sedang meminum minuman soda.
Sean tersenyum tipis, "nebak doang,"
"Wayv berbasis China, jadi tinggalnya di China." ujar Karin.
"Kalau nggak beliin dia novel atau buku cerpen aja, dia suka baca-baca buku terutama novel dari penulis Tere Liye." sambung Karin.
"Ada lagi?" tanya Gio. Cowok itu menghela napasnya panjang.
"Oh, buku yang kemaren gue beliin buat lo? yang sama Mutia itu, Rin?" ujar Jaegar yang mendapatkan anggukkan dari Karin.
Gio mengerutkan keningnya, "Lo sama Mutia berduaan? kapan?!"
"Udah lama, Gi."
"Bangke lo, nggak suka gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA TAK AKAN MEMBENCI KITA YANG PERGI
Fiksi Remaja''Semesta tak akan membenci kita yang pergi'' Buku ini menggambarkan perjalanan emosional dan refleksi tentang kehilangan dan perpisahan. "Semesta selalu punya cerita untuk setiap penghuninya." "Tolong izinkan saya, Pada saat sebelum ditembak mati...