64. PADA MASA YANG TERHENTI

310 25 1
                                    

Jika hukum itu adil, seharusnya permintaan terakhirku saat itu di setujuhi. Seharusnya istriku bersamaku di sini—saat napas terakhirku berhembus. Aku dinyatakan bersalah atas kejahatan yang sudah tidak aku perbuat. Aku menyesal mengajakmu ikut andil dalam kesakitan ini. Aku pikir, menikah adalah jalan paling indah, apalagi saat aku mengucapkan kalimat sakral itu. Kamu tidak menolak, kamu mengiyakan saat aku mempersuntingmu..... Kau sungguh baik.

Tanganku sudah tidak kuat menulis ini lebih jauh, aku harap segala hal yang terjadi pada kita, semoga berakhir indah, Sayang.

SURAT KEDUA, TERAKHIR.

Mutia, doa terakhir yang selalu kuucapkan di keheningan malam adalah untuk meninggal bersamamu. Bagaimana pun caranya, aku tak pernah berhenti berdoa di bawah langit gelap, di balik sunyi yang dingin dari tembok-tembok beton dan jeruji besi. Bagaimana mungkin separuh jiwaku harus terpisah di dua alam yang berbeda? Mereka seharusnya bersama, bukan? Jika kita harus meninggal, maka biarkan kita meninggal bersama. Jika kita hidup, biarlah hidup itu milik kita berdua, hingga akhir.

Sepanjang waktu, aku ingin memberitahumu sesuatu. Tapi aku lebih gugup dari sebelum-sebelumnya. Entah kenapa, mungkin karena akhir umur yang sudah habis. Mutia, yang selalu aku panggil dengan semestaku, duniaku.....

'Kau itu istriku yang sah.... Lagi pula, tak ada banyak waktu lagi untuk hidup.'  jadi.... terima kasih untuk masa-masa bahagianya, aku tidak bisa menulis kata-kata romantis di kertas ini, aku juga sebenarnya tidak bisa membuat kata-kata romantis.... Untukmu, akan ku usahkan. Aku akan mengusahakan keromantisan dan kebahagiaan untuk perempuan halal ku. Aku ingin lebih banyak waktu untuk bersamamu.

Menangis saja, kau kan istriku. Allah menyukai tangisan kesedihan seorang istri untuk suaminya daripada untuk kekasihnya tanpa ada kehalalan. Apa kau percaya, ratusan tahun itu tidak cukup? Untuk membutuhkan bantuan belajar hidup sendiri tanpa pasangan.

Kini, setelah surat ini berada di tanganmu, kau harus bisa melakukan semuanya sendiri.

''SEMOGA UMURMU LEBIH PANJANG DARI UMURKU!''

Senang bertemu denganmu dan mencintaimu.

Istriku....istriku....istriku.... palingggggg cantikkkk.....Love you....

*****

SURAT YANG TAK SAMPAI KEPADA PEMILIKNYA

Gio, suamiku....

Mata lebih banyak berbicara dalam diam dari pada mulut....

Aku merasa tenang hanya melihatmu. 

Semoga surat ini datang kepadamu....Jika tidak, biarkan surat ini terpendam oleh masa kelam dan sakit ini.

Gio, terima kasih sudah menikah denganku. Suatu hari nanti, kembalilah kepadaku, 'ya. Selama aku hamil, ada satu keinginan sederhana—aku ingin makan bakso Pak Jito, bukan sendirian, bukan dengan Ayah, bukan dengan sahabatmu. Aku ingin sekali duduk di sana bersamamu, makan bakso denganmu. Tapi aku tahu, itu tak mungkin. Jadi, semua aku pendam.

Terkadang, rasanya aku ingin berteriak keras saat melihat keadaanmu yang membuatku hampir mati menahan perih. Aku melihat matamu yang kini tak akan lagi sama, kakimu yang tak lagi kuat berdiri, dan tubuhmu yang penuh bekas luka. Setiap luka di tubuhmu adalah luka di hatiku. Sakit sekali, Mas. Tapi aku tetap tersenyum di depanmu, agar kau tahu kalau aku baik-baik saja. Padahal, sejujurnya, aku jauh dari kata baik...''

Nanti, ketika semuanya sudah berakhir, kembalilah padaku. Tunggu aku di tempat yang tak ada lagi luka, perpisahan, di mana kita bisa tersenyum bersama tanpa rasa sakit. Sampai saat itu tiba, tetaplah kuat, meski aku tahu betapa sulitnya itu. 

''AKU HARAP, KITA MENINGGAL BERSAMA, TERKUBUR DALAM SATU LIANG LAHAT YANG SAMA.''

Ku tunggu kau kembali padaku.....Hidup selamanya sampai terkubur bersama. 

Satu lagi.... Jangan pernah menikah ataupun jatuh cinta sama bandar narkoba... Sakit.... Sakit sekali...

Tapi, untukmu, aku harap kesakitan ini tidak akan lama, karena aku mencintaimu..... Senang telah menjadi istrimu, MAS GIO......

__________________________________

Tak ada yang tahu rahasia Allah. Tak ada pula yang sungguh tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Manusia terkadang hanya bisa meramal, berharap dan berdoa. 


Surat-surat yang tak sampai kepada pemiliknya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Salam hangat...... SELESAI.



SEMESTA TAK AKAN MEMBENCI KITA YANG PERGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang