''Di balik dinding-dinding berlumut dan jeruji besi yang menakutkan, pulau Nusakambangan menyimpan seribu cerita yang siap untuk diungkap. Diungkap, seolah membawa bisikan dari jiwa-jiwa yang terperangkap dalam kegelapan dan penyesalan.'' –Giordano Vicenzo, narapidana hukuman mati.
''Semoga di antara miliyaran doa yang sedang mengetuk pintu langit hari ini, doa-doa ku menjadi salah satu yang Allah izinkan terkabul.'' –Satu raga di jeruji besi berlumut.
****
-LAPAS KELAS 1 BATU NUSAKAMBANGAN
Profil narapidana hukuman mati;
Nama lengkap: Giordano Vicenzo
Tanggal lahir: 8 Oktober 2002
Tempat lahir: Kabupaten Badung, Bali.
Latar belakang: Giordano Vicenzo berasal dari keluarga yang terlibat dengan sidikat narkoba. Tak heran jika dia masuk sebagai narapidana obat terlarang. Sebelum menjadi bandar, dia dikenal sebagai pemakai dan pengedar.
''Mereka bukanlah penjahat, namun hanya orang tersesat yang belum terlambat untuk bertaubat. Kami bukan penjahat. Kami hanya tersesat. Di tempat ini, kami sedang mencari jalan untuk bertaubat. Orang yang buruk, hidup di sistem yang baik, dia akan berubah menjadi baik. Sebaliknya, orang yang baik, hidup di sistem yang buruk, dia akan berubah menjadi buruk pula. Jadi, jangan pandang sebelah mata Eks narapidana.''
Di pulau Nusakambangan, angin berhembus lembut membawa aroma laut yang khas. Namun, di balik keindahan alamnya, tersimpan cerita kelam yang tak lekang oleh waktu dan masa. Di mana langit selalu tampak kelabu dan ombak bergulung dengan suara yang menggema, terdapat sebuah penjara tua yang berdiri megah. Banyak yang menyebutnya sebagai tempat terkutuk, namun bagi seorang narapidana hukuman mati, penjara itu termasuk tempat terkutuk bagi jiwanya.
Ada satu kalimat yang ditulis oleh salah seorang narapidana, itu berbunyi; ''Di sini kami belajar banyak hal,'' tulisnya (tatapanya tajam) seolah tulisan itu bernyawa. ''Kami menghadapi kegelapan, dan di sanalah kami menemukan cahaya.'' kalimat itu berada di balik jeruji besi, suatu kalimat yang membawanya kepada penyesalan, namun juga pengertian. Ia mulai menyadari bahwa setiap narapidana adalah manusia dengan cerita yang layak didengar.
Dibalik jeruji besi, matahari terbit tidak terasa seperti harapan baru. Bagi Gio, setiap pagi di Nusakambangan adalah pengingat tentang hidup yang telah hancur. Penjara ini adalah penjara bagi tubuhnya, tetapi rasa bersalah adalah penjara bagi jiwanya. Sebuah keputusan dan pekerjaan yang dulu diambil karena kesulitan hidup. Tapi sekarang, yang tersisa hanyalah rasa penyesalan.
Setiap hari, rutinitas sama; bangun sebelum matahari terbit, berbaris bersama narapidana lain, berolahraga, mengobrol dengan Sipir dan juga narapidan lain, bekerja di kebun penjara, makan, dan kembali ke selnya. Di luar sana, di seberang lautan kecil yang memisahkan Nusakambangan dan pulau Jawa, ada kehidupan yang terus berjalan tanpa dirinya. Gio sering kali bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan keluarganya. Istrinya selalu menangis saat sidang terakhir dan putusan pidana mati. Hanya kenangan itu yang tersisa—tanpa surat, tanpa komunikasi dan sekali kunjungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA TAK AKAN MEMBENCI KITA YANG PERGI
Novela Juvenil''Semesta tak akan membenci kita yang pergi'' Buku ini menggambarkan perjalanan emosional dan refleksi tentang kehilangan dan perpisahan. "Semesta selalu punya cerita untuk setiap penghuninya." "Tolong izinkan saya, Pada saat sebelum ditembak mati...