27. Flashback : HJ

1.6K 207 18
                                    

Vote, komen, and happy reading 🖤
.
.

"Padahal aku udah lolos klub musik, tapi kak Nana nggak jadi beliin gummy bear. Bosen banget harus sendiri." Itu keluhan Jeongin ketika di perjalanan menuju halte bus. Ia sendiri tengah bosan karena akhir-akhir ini Jaemin sedikit sibuk. Jeongin tak mau mengajak Jeno ataupun Renjun karena kedua orang itu tak akan mau ikut jika Jaemin tak ikut.

Lalu untuk Mark? Mana mungkin, Jeongin saja baru berhasil foto bersama kemarin, sudah menahan diri mati-matian untuk tidak berteriak kagum pada pangeran sekolah itu.

Dan akhir-akhir ini kehidupan sekolahnya sedikit tak tenang. Sebelumnya juga tak tenang sih, ia sering mendapat bullyan secara verbal dan kadang coretan tak bermoral pada meja maupun loker. Tapi akhir-akhir ini, ada beberapa orang yang ia temui melakukan bully fisik dengan bentuk 'ketidaksengajaan'.

Menghela napas, Jeongin menutupi keningnya yang terluka dengan poni. Duduk di halte bus seraya menunggu angkutan umum itu datang.

Lalu tiba-tiba saja ia teringat akan Haechan, kakak nya pasti sedang sibuk di sekolah. Akhir-akhir ini Haechan bercerita tentang dirinya yang sedang fokus latihan untuk lomba boxing. Jeongin selalu mengagumi Haechan, baginya sosok Haechan adalah kakak yang luar biasa dan orang yang kuat.

Lama melamun Jeongin merasakan ponselnya bergetar. Nama kontak my fullsun bro💚 tercetak di layar benda pipih itu. Jeongin tersenyum, jemarinya menggeser tombol panggilan video call.

"Adek!!" Suara semangat terdengar diseberang sana. Sepertinya sang kakak masih disekolah, dan sedang istirahat. Terbukti dibelakangnya ada arena sparing boxing dan juga Haechan tampak penuh keringat dan sedikit ngos-ngosan.

"Ih kak Echan baunya sampai ke sini." Haechan di layar itu sontak mengendus tubuhnya sendiri, membuat Jeongin tertawa.

"Gawat berarti ya, sampai menembus layar. Kamu lagi dimana Je?" Haechan membalas seraya bertanya keberadaan sang adik.

"Masih nunggu bus. Sore-sore gini lama biasanya." Jeongin mengarahkan kameranya ke sekitar, memperlihatkan posisinya.

"Kamu sama temen? Jangan sendirian kalau nunggu bus. Sekarang rawan loh dek." Jeongin tertawa kecil, Haechan itu lebih mengkhawatirkannya dibanding bunda Ten. Ah bahkan mendiang mamanya juga tak seperhatian ini.

Jeongin ada kalanya merasa bersalah pada Haechan, telah bergabung pada keluarga Seo yang jelas-jelas kedatangannya hanya tambahan yang seharusnya tak penting. Namun dibalik itu semua Jeongin bersyukur Ten dan Johnny menerimanya, oleh sebab itu marga yang ia bawa adalah marga sang mama. Satu-satunya yang mungkin bisa Jeongin kenang sepanjang hidupnya.

"Aman kok kak, busnya udah dateng, aku matiin ya."

"Jangan! Biarin aja hidup, kakak mau mastiin kamu aman sampai rumah." Jeongin tertawa kecil, ia menurut, membiarkan panggilan video call itu tetap aktif, sementara ia membelah kerumunan di bus yang telah ramai. Untungnya ia mendapat tempat duduk kala beberapa orang turun di halte tempat ia menunggu.

Jeongin sadar untuk tidak mengganggu beberapa orang, ia kemudian memasang earphone.

"Kamu kok makin kurus, disana aman kan dek?" Suara Haechan kembali terdengar, setelah Jeongin memasang earphone dan memposisikan ponselnya saling berhadapan di layar.

Puzzle Piece | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang