Vote, komen, and happy reading 🖤
.
.Manusia memang hanya bisa berencana, ada beberapa hal yang tak akan diduga terjadi. Seperti saat ini, perjalanan menuju Bandung yang harusnya kisaran 4 jam harus berlebih karena hujan tiba-tiba mengguyur lebat. Mark dan Haechan terpaksa berhenti untuk berteduh. Di sebuah toko yang tampak tutup, bersama beberapa orang yang juga ikut berteduh.
Jalanan masih tampak ramai, orang-orang dengan mobil tetap bergerak menuju tujuan mereka. Haechan mendengus, memainkan tetesan hujan di atap toko itu dengan tangannya. Ia sebenarnya kesal harus terjebak lama-lama dengan Mark. Sebenarnya kesal karena tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat, apalagi perasaan menyenangkan yang tak bisa Haechan sangkal.
"Maaf. Harusnya gue bawa mobil."
"Hmm," balas Haechan. Lalu ia kembali merapat ke bagian toko. Duduk di teras depan toko bersama Mark.
"Chan."
"Hum?"
"Chan."
"Hum?"
"Jung Haechan."
"Ap-heh!? Sejak kapan marga gue ganti?" Haechan menyadari marga Seo diubah, sedangkan pelakunya hanya tertawa melihat raut wajah Haechan yang kaget.
"Nyadar ternyata, abisnya jawaban lo sok cool gitu," tutur Mark.
"Apaan emangnya?"
"Ceritain tentang lo dan Jeje." Kening Haechan berkerut, kepalanya menoleh ke arah Mark. Dan pemuda itu menatapnya tersenyum. Akhir-akhir ini Mark itu suka tersenyum ke arahnya. Padahal awal-awal Haechan datang ke Derlangsa, si alis camar itu menatapnya tajam dan sinis.
"Kenapa?"
"Gue pengen denger. Lo keliatan sayang banget sama adek lo. Bahkan lo melangkah sejauh ini sendirian," tutur Mark.
Haechan memandang ke arah depan, jalanan yang masih diguyur hujan deras. Bibirnya tersenyum mengingat memori saat pertama kali kedatangan mamanya Jeongin.
Dulu saat Haechan berusia 4 tahun dan Jeongin 3 tahun, ia membenci mama dan anak itu. Baginya sebagai anak kecil, tak suka sang ayah perhatian pada anak lain. Apalagi Haechan hanya ingin bunda, ia tak mau mama.
Usia kelahiran mereka bahkan hanya terpaut satu tahun, yang artinya ayahnya bahkan punya orang lain sebelum ia dewasa. Haechan tak bisa menterjemahkan perasaannya dulu, tapi yang jelas ia benci keberadaan dua orang itu.
Sampai suatu hari mama Jeongin berpulang. Di rumah sakit, mereka mendengar berita duka itu. Meninggalkan Jeongin yang waktu itu masih SD kelas 4. Haechan masih belum paham, tetapi ia bisa melihat Jeongin terdiam, menatap jasad ibunya terbujur kaku. Wanita itu tersenyum diakhir hayatnya, ia juga mengatakan bahwa bersyukur menjadi bagian dari Seo.
Haechan tak mengerti. Kenapa Jeongin terlihat baik-baik saja kala itu. Bahkan sampai pemakaman selesai, Jeongin masih terdiam. Ia bahkan mengalahkan rekor Ten, yang menangis tersedu-sedu.
Ia tak mengerti, tapi sore itu Haechan paham bahwa Jeongin hanya menahan diri. Di taman belakang rumahnya, jauh dari keramaian tamu, Haechan menemukan pemuda mungil itu menangis sendirian. Ia memeluk pigura terakhir dari mendiang ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece | Markhyuck
AcakBACA WARNING! Keisengan baru🙏 *** Kedatangan Seo Haechan sebagai murid baru di SMA Derlangsa. Tak ada yang istimewa, hanya saja ia menjadi pusat perhatian setelah terang-terangan menyatakan suka pada Mark Jung. Masalahnya cuma satu Haechan menginc...