22

8 1 0
                                    

Dhira langsung menyambar kotak hadiah dari Pandu yang sudah lama terabaikan di rak bukunya. Dengan duduk di tepian ranjang. Perasaan campur aduk memenuhi hatinya.

Ia meraba hati-hati kotak hadiah pertemanan dari Pandu, lalu membukanya dengan perlahan. Saat melihat isinya, tatapan Dhira langsung terpaku pada gantungan kunci kecil yang terletak di dalamnya.

Sebuh gantungan kunci manik-manik berwarna putih yang dikombinasi dengan warna hijau pastel. Terdapat susunan manik-manik alfabet yang membentuk nama kecilnya, Nazwa.

Selain itu, bingkai foto dirinya saat masih di taman kanak-kanak juga menghiasi gantungan kunci itu.

Sungguh, Dhira tidak bisa berkata-kata lagi. Ia ingat bahwa gantungan kunci seperti ini ia buat bersama Pandu waktu kecil. Tapi, karena kebiasaan buruknya yang ceroboh. Gantungan kunci itu hilang entah kemana.

Dhira menggenggam gantungan kunci itu, kilatan memori masa kecil mereka memenuhi pikirannya. Mereka berdua dulu begitu akrab, tapi setelah sekian lama berpisah, Dhira sempat ragu akan keberadaan hubungan mereka yang dulu begitu erat.

Namun, dengan hadiah itu di tangannya, keyakinannya menguat. Pandu adalah teman masa kecilnya yang hilang selama ini.

Air mata Dhira berlinang saat dia membiarkan dirinya terbawa oleh gelombang kenangan itu. Sambil meremas erat gantungan kunci, gadis itu mulai terisak-isak. Menggenggam gantungan kunci itu dikedua tangannya.

Kepalanya tertunduk sambil mengingat kembali kenangan bersama teman kecilnya. Satu-satunya teman yang mau menerima segala tingkah aneh nan ajaibnya dulu.

"Dhira!" panggil Anna. Wanita itu segera menghampiri putrinya yang sudah menitikkan air mata sambil menggenggam sesuatu.

Anna membelai lembut rambut Dhira. "Ada apa, sayang?" tanyanya risau.

"Ibu-"

"-ibu udah tahu kalau Pandu itu Panpan kan?" tanya Dhira sesenggukan.

Anna terkesiap, ia tersenyum dan memeluk Dhira dari samping. "Iya, maafkan Ibu, ya."

"Ibu juga baru tahu setelah beberapa waktu lalu bertemu dengan Clara, Ibu Pandu."

Dhira semakin larut dalam air matanya. Ia memeluk Anna. Sementara Anna hanya bisa mengusap punggung rapuh Dhira.

...

Setelah tahu isi kotak hadiahnya, Dhira langsung menghubungi Pandu. Mengirimkan foto isi hadiah dengan caption ucapan terima kasih pada laki-laki itu.

Kini Dhira sudah tidak ragu lagi. Gadis itu percaya jika Pandu benar-benar teman masa kecilnya yang selama ini ia rindukan.

"Gimana? Kakak suka hadiahnya?" Pandu berjalan menyamai langkah Dhira.

"Iya suka. Terima kasih," balas Dhira apa adanya.

"Jadi... Kakak udah percaya?" Dhira mengangguk.

"Berarti-"

"Diam! Kita masih harus belajar. Minggu depan ujiannya dimulai," potong Dhira.

"Siap, Bu Dhira."

Meskipun Dhira percaya bahwa Pandu adalah teman masa kecilnya. Tetap saja, gadis itu harus waspada selalu. Karena Pandu juga manusia. Terlebih lagi, ia adalah seorang laki-laki. Titik awal traumanya dimulai.

...

Hari ini jadwal Dhira untuk bekerja di cafe. Alicia memberitahukan bahwa ada seorang pelanggan yang ingin bernyanyi bersama Dhira nanti. Mendengar itu, Dhira merasa aneh. Karena biasanya para pelanggan hanya akan menikmati nyanyian tanpa tertarik untuk berduet bersama.

I Fancy You DhiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang