25

4 2 0
                                    

"Peluk dong," suruh Dhira. Ia memaksa Pandu untuk menerima boneka besarnya untuk di peluk.

Pandu menerimanya dengan tersenyum hambar.  Mungkin memiliki Dhira akan butuh banyak usaha. Sangat banyak.

Ia semakin kecewa karena bukan Dhira yang duduk di sampingnya. Melainkan Dhika. Laki-laki dewasa itu ditarik Dhira untuk membantunya menenangkan orang yang menangis.

"Tolong jagain dia, yah, Aku mau ke kamar mandi sebentar," pamit Dhira.

Gadis itu langsung melangkah cepat masuk ke dalam rumah. Pandu menatap punggung Dhira hingga hilang di balik pintu.

"Kamu ada perasaan sama Dhira?" Dhika memecahkan keheningan di antara mereka. Pandu mengangguk membenarkan.

"Perasaan seperti apa?" tanya Dhika lagi.

"Perasaan seorang laki-laki pada perempuan," jawab Pandu dengan nada penuh pengertian.

"Jadi kamu suka Dhira?"

"Ya, saya suka Dhira," jawab Pandu jujur. "Saya suka semua tentang Kak Dhira."

Dhika menatap Pandu dengan serius, lalu berkata, "Suka boleh, tapi jangan sampai terobsesi. Kamu masih muda dan ada banyak hal yang harus kamu jalani. Jangan sampai kamu mengabaikan hal-hal penting hanya karena perasaanmu pada Dhira."

Pandu mengangguk memahami, meskipun dia merasa agak kecewa dengan nasihat itu. "Saya mengerti. Tapi saya benar-benar merasa ini bukan sekadar kekaguman."

"Sebaiknya, jangan terburu-buru mengambil langkah besar," lanjut Dhika. "Jangan sampai kamu malah menjauh dari Dhira karena tindakanmu yang gegabah. Cobalah untuk lebih mengenal dirinya dengan sabar."

Pandu mengangguk lagi, kali ini dengan tekad yang lebih kuat. "Terima kasih atas nasihatnya, Om."

Dhika tersenyum lembut. "Sama-sama, Pandu. Ingatlah bahwa cinta yang baik adalah cinta yang saling memahami dan menghargai."

Pandu kembali menatap pintu tempat Dhira pergi, berusaha mencerna semua yang baru saja dikatakan oleh Dhika. Dia tahu perjalanannya untuk mendekati Dhira akan penuh dengan tantangan, tetapi dia siap untuk menghadapi semua itu dengan penuh kesabaran.

.....

"Ayah mau bersih-bersih gudang. Siapa yang mau ikut."

Dari sekian banyak orang di ruang makan itu, hanya Pandu yang mengajukan diri untuk membantunya.

Dhika terkekeh, merangkul bahu Pandu dan memberikannya ucapan selamat, "selamat, Nak! Kamu beruntung karena mendapatkan kesempatan langka ini."

Harapan Pandu adalah Dhira juga ikut membantu ayahnya, naasnya tebakannya meleset jauh dari ekspektasinya.

Dhira justru tampak gelagapan mencari alasan untuk menjauh dari tempat yang biasanya menjadi sarang debu dan barang-barang lawas itu. Sama halnya dengan Anna.

Jangan tanya keadaan Mika, laki-laki kecil itu langsung berpamitan karena sudah ada janji bermain dengan anak tetangga.

Yasudahlah. Terlanjur.
Batin Pandu sendu.

Dengan langkah yang mantap, Pandu mengikuti Dhika menuju gudang di belakang rumah. Gudang tersebut adalah ruangan yang tampaknya sudah lama tidak tersentuh, penuh dengan barang-barang tua yang menumpuk dan debu yang menempel di setiap sudutnya.

Ketika mereka sampai di gudang, Pandu melihat tumpukan kotak-kotak besar, lemari usang, dan barang-barang lainnya yang menanti untuk dibersihkan. Laki-laki itu merasa semangatnya mulai menghilang melihat betapa banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan. Namun, ia mencoba untuk tidak menunjukkan rasa malasnya dan berusaha terlihat antusias.

I Fancy You DhiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang