Dhira POV
Detak jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya ketika melihat bangunan yang berdiri megah bak istana di depan sana.
Bukan, bukan karena terpesona. Melainkan gugup, karena rumah yang kudatangi ini adalah rumah Pandu, adik kelasku. Tak kusangka aku akan datang kemari.
Ya! Aku pernah kemari untuk mengantarkan Pandu pulang karena sakit. Dan sekarang aku kemari lagi untuk bekerja di pesta Bu Clara, ibunya.
Aku tidak pernah mengira jika Bu Clara adalah ibunya Pandu.
Seorang wanita berseragam khas pelayan berjalan cepat menghampiriku dari teras rumah. Ia menyambutku dengan ramah. Aku pun mengucapkan terima kasih sambil tersenyum ramah juga.
"Nama Saya Falen, Saya adalah pelayan di sini" ucapnya.
"Senang bertemu denganmu, Falen" balasku.
Falen tersenyum. Lalu mengantarku menuju ke lokasi pesta diadakan.
"Lewat sini, Nona" ucap Falen.
Wanita itu mengantarku melalui jalan yang sengaja dibuat di samping rumah dengan sangat unik. Jalan yang terbuat dari bebatuan yang disusun sedemikian rupa, di sisi kanan dan kirinya dihiasi oleh berbagai macam jenis tanaman hias yang begitu menarik untuk dipandang mata.
"Kita sudah sampai, Nona" ucap Falen berhasil menarik perhatianku dari pesona alam yang baru saja kami lalui.
Bukan pesta megah dan wah yang kulihat di sini. Tetapi sebuah layar tancap besar dan beberapa sofa untuk dua orang yang ditata secara berjarak di depan layar tancap. Jika kuhitung jumlahnya ada dua belas sofa yang terdiri dari empat baris dan tiga saf. Ini hampir seperti sebuah bioskop.
"Saya akan panggilkan Nyonya Clara" aku mengiyakannya. Falen pun pergi meninggalkanku sendirian di sini. Iya sendirian. Belum ada satupun orang yang datang. Selain aku.
Atensiku beralih pada layar tancap besar itu.
Sebenarnya pesta seperti apa yang direncanakan Bu Clara, ya?
Batinku bertanya-tanya.Sembari menunggu kedatangan Bu Clara, Aku melangkah mendekati layar tancap itu. Ku perhatikan setiap inchi layar berwarna putih itu.
"Selamat datang, Kak"
Aku spontan menoleh ketika suara familiar itu menyambutku.
Tak jauh dari tempatku berdiri, seorang laki-laki dengan balutan jas dan celana kain panjang berwarna hitam, serta kaos putih sebagai dalaman jas hitamnya tengah tersenyum tipis menatapku.
"Hai" sapaku. Kurang sopan sepertinya tapi aku tidak tahu harus bilang apa lagi.
"Sudah lama di sini?" tanyanya.
"Tidak, baru saja sampai, kok" balasku apa adanya. Memang itu kenyataan.
"Sudah makan?" Aku mengangguk berbohong. Sepulang sekolah aku jarang makan apapun, karena aku sering tidur setelah pulang sekolah atau bekerja di Cafe.
"Kakak mau kue muffin coklat?" tawarnya. Aku mengiyakannya.
Ia mengajakku ke meja panjang yang tersusun banyak cemilan di atasnya, seperti berondong jagung, kue keju, muffin coklat, dan masih banyak lagi.
Namun, aku lebih tertarik pada tumpukan roti croissant yang berada tepat di depanku. Mungkin satu croissant dapat mengganjal rasa laparku. Aku meraih croissant paling atas, tapi belum sempat terambil seseorang merangkul pundak ku. Meski pelan tetap saja itu mengejutkan. Untungnya aku tidak sampai mengumpat. Jika iya, maka aku akan sangat malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Fancy You Dhira
Teen FictionDi balik sosok cantik nan manis itu, tersembunyi luka emosional dari masa lalunya yang telah membuatnya menjadi sangat waspada dan skeptis terhadap dunia di sekitarnya. Ia sulit untuk percaya pada orang lain dan sering kali menarik diri dari inter...