Setelah selesai dengan pekerjaannya, Clara menugasi Pandu untuk segera mengantarkan Dhira pulang, karena Sang Ayah yang terus menanyakan kapan gadis itu akan pulang. Jika tidak, mungkin saja Clara akan menahan Dhira lebih lama lagi di rumahnya.Sambil menepuk-nepuk lembut punggung gadis berusia 17 tahun itu, Clara memberikan sedikit perhatiannya dengan berkata, "hati-hatilah."
Kedua mata Dhira sedikit menyipit, ia tidak bisa menahan garis senyum untuk tidak tergambar di wajahnya.
Gadis itu pun mengangguk sekali sambil membalas, "terima kasih, Saya permisi."
Selanjutnya, ia segera masuk ke dalam mobil. Dan menempati kursi depan, bersebelahan dengan Pandu, Si Pengemudi mobil.
"Sudah siap?" Gadis itu mengangguk seakan berkata 'iya'.
Pandu menghidupkan mesin mobilnya, melajukannya dengan kecepatan sedang meninggalkan area rumahnya menuju jalan raya yang masih tergolong sepi.
Baru beberapa kendaraan yang melintas di jalan saat itu, mungkin karena hari libur. Jadi tidak banyak pengendara yang berlalu-lalang
Sepanjang perjalanan, tidak ada salah satu di antara mereka berdua yang ingin membuka topik pembicaraan.
Namun, akhirnya Dhira bersuara, "apa boleh kubuka jendelanya?" Pandu meliriknya sekilas, "boleh, silakan."
"Makasih." Setelah mendapatkan perizinan langsung dari Si Pemilik mobil, gadis itu menekan sebuah tombol yang letaknya tidak jauh dari gagang pintu di dalam mobil. Kaca mobil pun turun secara perlahan-lahan.
Hembusan angin pagi hari yang belum sepenuhnya terkontaminasi oleh polusi udara langsung menerpa wajahnya. Beberapa helai rambutnya bahkan menari-nari mengikuti arah angin bertiup.
Pemandangan itu berhasil membuat laki-laki di sebelahnya takjub dengan pesona gadis yang berumur setahun lebih tua darinya itu.
Namun, Pandu kembali tersadar bahwa ia tengah dalam posisi mengemudikan kendaraan. Oleh karena itu, ia harus mengabaikan sejenak pesona seorang Andhira Nazwadhika.
Kakinya menginjak pedal rem ketika lampu lalu lintas yang mulanya berwarna hijau, kini berubah menjadi warna merah, mengisyaratkan bahwa kendaraan harus berhenti.
Sembari menunggu lampu merah berubah menjadi warna hijau lagi, ia melirik keadaan Dhira. Gadis itu tampak duduk diam sambil menatap keluar jendela mobil. ia seperti melamunkan sesuatu.
Tanpa Pandu sadari. Dari arah belakang, truk besar bermuatan pasir melaju kencang ke arah mobil yang mereka tumpangi.
Dan kecelakaan pun terjadi. Truk itu menabrak bagian belakang mobil lumayan keras menyebabkan kerusakan yang lumayan parah.
Meskipun hanya bagian belakang mobil saja yang hancur, tapi tak menutupi kemungkinan jika orang-orang di dalam mobil itu tidak terluka.
Dhira mengusap keningnya yang terasa geli, ia melongo melihat benda cair berwarna merah pekat nan kental yang menempel di telapak tangannya. Tampak sangat jelas jika itu adalah darah.
Hal sama juga terjadi pada Pandu. Selain kening, ternyata darah segar juga mengalir dari hidungnya karena terbentur setir mobil.
"Kakak nggak papa?" tanyanya sambil memegang wajah Dhira. Netranya sibuk memeriksa setiap inchi gadis itu.
"Aku nggak papa, tapi Kamu..."
"... Kita harus ke rumah sakit sekarang," sambung Dhira.
"Oke, Kita ke sana sekarang," balas laki-laki itu.
Pandu kembali mengemudikan mobilnya yang sudah setengah hancur, tapi masih bisa melaju layaknya mobil normal pada umumnya.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
I Fancy You Dhira
Teen FictionDi balik sosok cantik nan manis itu, tersembunyi luka emosional dari masa lalunya yang telah membuatnya menjadi sangat waspada dan skeptis terhadap dunia di sekitarnya. Ia sulit untuk percaya pada orang lain dan sering kali menarik diri dari inter...