3. Dhira Sakit

7 3 0
                                    

Dhira POV.

Kubuka kedua mataku dengan perlahan kemudian mengedarkan pandanganku ke sekitarku karena merasa tidak asing dengan tempat ini

"Aku.... di kamar?" ucapku lirih. Selanjutnya Aku mencoba untuk bangun, tapi tubuhku rasanya lelah sekali. Hingga akhirnya aku memilih untuk berbaring saja.

Dengan posisi tidur terlentang, aku pun melirik jam dinding kamarku. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Tiba-tiba saja aku memikirkan apa yang terjadi kemarin hingga membuatku seperti ini. Terakhir yang aku ingat sedang berada di perpustakaan sekolah. Dan di sana juga ada Pandu. Oh, aku juga ingat saat Pandu menemaniku di UKS hingga jam sekolah selesai. Dan tindakan menyebalkan yang dia lakukan. Itu membuatku merinding dan agak takut padanya.

Ceklek

"Dhira sudah bangun ternyata. Ayo sarapan dulu" ajak Ibuku sambil masuk ke dalam kamarku dan membawa sebuah nampan berisi sarapan orang sakit ke kasurku.

"Gimana? Badan kamu udah baikan?" Aku mengangguk lemah. Lalu Ibu membantuku untuk duduk dengan nyaman di kasur dan menyuruhku untuk bersandar pada dinding di belakangku.

"Ibu suapin, ya" aku mengangguk. Lagi. Dengan telaten Ibu mulai menyuapiku bubur yang ia bawakan dengan perlahan-lahan.

Satu suapan pertama berhasil masuk ke dalam mulutku. Rasanya hambar sekali, tapi aku tetap memakannya hingga habis saking laparnya. Setelah sarapan, Ibu menyuruhku untuk minum obat supaya aku cepat sembuh. Tentu saja aku menolak karena rasanya pasti pahit. Ayah sampai harus memperdayai anak perempuannya ini dengan susu kotak supaya mau minum obat tablet yang sudah digerus dan di tambah sedikit air agar bisa ku minum. Aku tentunya sadar Ayah melakukannya demi kebaikanku. Aku pun terpaksa meminumnya.

"Sekarang kamu istirahat, ya" Ibu membantuku untuk berbaring di kasur. Tak lupa ia juga menyelimuti seluruh tubuhku hingga sebatas dada. Ia juga mencium keningku dan mengusapnya lembut, "Cepat sembuh ya, Sayang" ucapnya dengan tersenyum lembut. Karena efek obat yang ku minum, rasa kantuk menyerangku dan aku kembali memejamkan kedua mataku.

Saat kedua mataku akan terpejam. Ponselku tiba-tiba berbunyi. Dengan terpaksa aku menunda tidurku dan mengambil ponsel yang tergeletak di nakas. Dan ternyata ada pesan dari tetangganya.

Rian

Lo sakit?

Iya

Mana surat izin lo
Biar gwe bawa sekalian

Bentar

Aku terpaksa bangun dari kasur untuk mencari kertas di meja belajarku. Setelah ku dapatkan. Aku segera duduk di kursi dan menulis surat izinku.

Ceklek

"Dhira! Ada Rian nih" ucap Ayahku. Dari belakang Ayah sosok tinggi muncul. Itu Rian.

"Kebetulan Ayah di sini. Tolong tanda tangan surat izin Dhira, yah" aku menyodorkan bolpen dan surat izin yang aku tulis tadi kepada Ayah untuk ditandatangani. Setelah itu aku melipatnya hingga bisa dimasukan ke dalam amplop putih yang harganya seribuan dapat delapan buah.

"Nih. Tolong, ya. Makasih" Rian menerima amplop dari ku dan memasukkan ke dalam saku jaketnya.

"Oke. Get well soon. Gwe pamit dulu, ya. Om saya pamit dulu, ya" Rian lalu mencium punggung tangan Ayahku.

I Fancy You DhiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang